PARBOABOA, Tuban – Pada 6 Januari 2019 lalu, seorang bayi asal Desa Ngujuran, Kecamatan Bancar, Tuban, Jawa Timur mendadak viral akibat memiliki nama yang sangat panjang. Pasangan suami istri, Arif Akbar dan Suci Nur Aisiyah memberikan nama anak keduanya hingga 19 kata.
Nama bayi unik tersebut adalah Rangga Madhipa Sutra Jiwa Cordosega Akre Askhala Mughal Ilkhanat Akbar Sahara Pi-Thariq Ziyad Syaifudin Quthuz Khoshala Sura Talenta.
Saat ini, anak tersebut kembali bikin geger lantaran kesulitan membuat akta lahir. Sebab, namanya melebihi 50 karakter di Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK).
Nama panjang itu yang memberi paman si anak, Mujoko Sahid. Adapun Mujoko sendiri merupakan tokoh adat Tuban selatan. Dia berharap, nama panjang itu kelak menjadi karakter ponakannya. Agar bernalar dan berpikir panjang. Sepanjang namanya dan tidak mudah diracuni berita hoax.
"Kami akan mengubah nama itu jika memang ada selembar kertas terlegitimasi dinas terkait larangan nama panjang dan harus diganti," tukasnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Ditegaskan, bila pihaknya dan keluarga akan patuh pada ketentuan. Tetapi, jika tidak ada aturan yang melarang, maka pihaknya akan berjuang semaksimal mungkin.
"Jauh lebih penting untuk hikmah demokrasi bahwa kebebasan berpendapat dilindungi oleh hukum. Adapun jika final tidak boleh kami akan mematuhinya, tapi jika masih ada celah kami akan tetap berjuang di negeri merdeka yg demokratis ini," pungkas Mujoko Sahid.
Mendengar itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh memberikan tanggapan atas keluhan orangtua asal Tuban, Jawa Timur yang kesulitan membuat akte kelahiran karena nama anaknya terlalu panjang.
Menurut Zudan, dengan nama yang panjang, yakni terdiri dari 19 kata ada kesulitan dalam teknis administrasi kependudukan. Sehingga, dia menyarankan untuk menyingkat nama anak atau mengganti dengan nama yang lebih pendek.
"Karena Kolom di KK, KIA, akta lahir, nanti untuk ijazah, paspor dan seterusnya nanti tidak muat," ujar Zudan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (5/10).
"Penduduk kami sarankan agar mau menyingkat nama anak atau ganti nama yang lebih pendek," lanjutnya.
Untuk kejadian di Tuban, Zudan mengakui pihaknya mengalami kesulitan. Sebab, orangtua si anak tidak berken mengganti nama tersebut. Dalam hal ini, pemerintah memahami hak orangtua dalam memberikan nama kepada anak mereka. Akan tetapi, pemerintah memberikan pengertian bahwa sistem administrasi kependudukan memiliki batas.
"Hak orangtua dalam memberi nama. Yang perlu dipahami adalah ruang dalam KIA, KK, e-KTP, akta kelahiran itu ada batasnya. Sehingga kita tidak bisa memenuhi keinginan masyarakat semuanya," tambah Zudan.