PARBOABOA, Denpasar - Lembaga Bantuan Hukum/Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH/YLBHI) Bali mencatat, ada sebanyak 42 korban kekerasan seksual di Kampus Universitas Udayana (Unud).
Direktur LBH/YLBHI Bali, Ni Kadek Vany Primaliraning mengatakan bahwa data itu didapatkan oleh pihaknya ketika melakukan pembukaan posko pengaduan bersama mahasiswa Unud sejak akhir tahun 2020.
"Jadi awalnya akhir tahun lalu 2020 dari LBH Bali terus dari kawan-kawan mahasiswa di Udayana buka posko pengaduan terkait dengan korban kekerasan seksual," kata Vany kepada wartawan, Sabtu (20/11).
Berdasarkan data, pelaku kekerasan seksual di Kampus Unud beragam mulai dari dosen, mahasiswa, masyarakat umum, wiraswasta bahkan buruh bangunan dan pedagang sekitar kampus.
Adapun jumlahnya yakni wiraswasta 2 pelaku, mahasiswa 26 pelaku, dosen 5 pelaku, karyawan 2 pelaku, masyarakat umum 4 pelaku, pedagang sekitar kampus 1 pelaku dan buruh bangunan 1 pelaku. Bahkan ada satu korban yang pernah mengalami kekerasan dari mahasiswa, dosen dan juga alumni.
Adapun usia pelaku kekerasan seksual di Unud diperkirakan dari rentang 20 sampai 40 tahun. Sementara korbannya dalam data LBH/YLBHI Bali semuanya berumur 20 tahun saat mengalami kekerasan tersebut.
Vany mengungkapkan, data 42 korban kekerasan seksual tersebut sebenarnya sudah pernah disampaikan ke Wakil Rektor IV Unud pada 29 Desember 2020. Namun agreement tersebut ditolak.
"Mereka (rektorat Unud) tidak mau menandatangani agreement, mereka menyanggupi akan melakukan berdiskusi, terus menyelesaikan pelaporan kasus kami yang kita juga bawa ke sana ke Udayana. Itu saja yang disanggupi oleh mereka," katanya.
"Sebenarnya ada dua ya (yang kita laporkan ke rektorat saat itu), advokasi kasus sama advokasi by data ini. Nah by data ini kemudian tidak diindahkan atau tidak dihiraukan sebagai suatu hal yang urgent. Jadi kemudian tidak tersepakatilah. Kemudian bagaimana konsisten dari pihak kampus untuk membuat semacam sistem perlindungan di sana, tidak selesai gitu," tambahnya.
Bahkan Vany mengungkapkan, hingga saat ini tidak jelas terkait dengan sistem penyelesaian kasus yang pernah pihaknya bawa ke Rektorat Unud, termasuk juga data 42 korban kekerasan seksual tersebut.
"Yang kita sampaikan itu juga tidak jelas sistemnya, tidak jelas apakah akan dibentuk sistem perlindungannya, padahal datanya juga lumayan banyak," ujarnya.
Vany mengungkapkan, bahwa Unud baru saja melakukan pergantian rektor. Pergantian rektor sekaligus dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kabudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi bakal menjadi gambaran apakah Unud akan mengambil sikap serius atau tidak terhadap pelaku kekerasan seksual.
Terlebih, Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim mengancam penurunan akreditasi bagi kampus yang tidak menjalankan Permendikbud tersebut. Karena itu, Vany menanti apakah Unud serius akan membentuk sistem perlindungan terhadap korban kekerasan seksual atau hanya mencari aman di tengah desakan akreditasi.