PARBOABOA, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan terdapat satu agenda utama dan tiga sub agenda sektor kesehatan pada Presidensi G20 Indonesia.
Agenda utamanya adalah memperkuat Arsitektur Kesehatan Global (Restructuring the Global Health Architecture). Sementara tiga sub agenda terdiri dari pertama, Building Global Health System Resilience (membangun ketahanan sistem kesehatan global). Kedua, Harmonizing Global Health Protocol Standards (menyelaraskan standar protokol kesehatan global) dan ketiga Expending Global Manufacturing and knowledge Hubs for Pandemic Prevention, Preparedness, and Response (mengembangkan pusat manufaktur dan pengetahuan global untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi).
“Pandemi menyadarkan bahwa arsitektur kesehatan global perlu diperkuat. Agenda utama dan tiga sub agenda ini kesehatan ini telah kami sampaikan ke Presiden. Presiden ingin substansinya harus tajam, konkret, tidak hanya berupa dokumentasi, tetapi harus merupakan sebuah keputusan yang bisa ditindaklanjuti yang hasil dan targetnya jelas,”ujar Menkes dalam Webinar Nasional Peluncuran Science20 dalam Presidensi G20 Indonesia 2022, Kamis (16/12/2021).
Menanggapi agenda tersebut, Sekretaris Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid saat konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (23/32022) menyampaikan, topik bahasan pada pertemuan G20 2022 diharapkan bisa menjawab tantangan kesehatan global, terlebih di masa pandemi Covid-19.
“Arsitektur kesehatan global sangat dibutuhkan saat ini. Saat pandemi Covid-19, arsitektur kesehatan global yang ada ternyata tidak cukup untuk memfasilitasi koordinasi, ketahanan, kapasitas, bahkan pembiayaan untuk merespons pandemi,” ucap Nadia.
Nadia juga menjelaskan satu persatu mengenai 3 agenda tersebut, yakni:
Pembangunan sistem ketahanan kesehatan global Pandemi
Covid-19 menyebabkan ketimpangan kapasitas kesehatan di banyak negara semakin terlihat jelas.
Nadia menyebut salah satu ketimpangan yakni, perbedaan kapasitas tiap-tiap negara untuk mendeteksi dan memantau patogen biang penyakit yang baru muncul dengan genomic sequencing.
Untuk menyikapi ketimpangan ini, pemimpin dari negara-negara G20 diharapkan berkolaborasi untuk mewujudkan arsitektur kesehatan global yang lebih inklusif, kooperatif, dan tangkas dalam menghadapi berbagai isu kesehatan.
Selain itu, pemimpin negara anggota G20 perlu mendukung percepatan akses sarana dan prasarana pencegahan Covid-19. Seperti penyediaan alat tes, vaksin, serta alat kesehatan untuk perawatan dan tata laksana pasien Covid-19.
“Kolaborasi ini harus dapat membantu negara2 lain, terutama negara dengan pendapatan rendah menengah dalam merespons ancaman kesehatan di masa yang akan datang” kata Nadia.
Harmonisasi standar protokol kesehatan global
Krisis kesehatan pandemi Covid-19 menghancurkan sektor perekonomian global. Sektor lain seperti pariwisata, perdagangan, sampai pendidikan juga turut terdampak masalah kesehatan ini.
Perbaikan kondisi ini bisa diupayakan lewat harmonisasi standar protokol kesehatan global.
Menurut Nadia, pada forum G20 2021, para pemimpin anggota G20 sudah berkomitmen membuka perjalanan internasional dengan protokol kesehatan yang sesuai pandemi Covid-19.
Namun, sejumlah negara menerapkan panduan sertifikat vaksin Covid-19 digital dengan cara dan mekanisme verifikasi berbeda dari negara lainnya.
Kondisi ini menyebabkan sertifikat vaksin Covid-19 digital di satu negara tidak diakui di negara lainnya.
“Dibutuhkan rekognisi (pengakuan) terhadap sertifikat digital vaksin Covid-19 di antara negara2 G20. Perlu dipertimbangkan agar sertifikat ini bisa menjadi dokumen perjalanan yang diperlukan untuk masuk ke negara lainnya,” jelas Nadia.
Pengembangan pusat studi serta manufaktur untuk pencegahan, persiapan, dan respons terhadap krisis kesehatan yang akan datang
Untuk menghadapi pandemi atau krisis kesehatan, negara-negara di dunia perlu bergandengan tangan untuk memperluas fasilitas penelitian dan manufaktur kesehatan secara global.
Seperti diketahui, teknologi vaksin mRNA memungkinkan pengembangan vaksin baru yang lebih cepat, murah, dan aman.
“Akan tetapi saat ini pengembangan vaksin mRNA hanya terjadi di negara-negara maju,” kata Nadia.
Untuk bersiap menghadapi pandemi berikutnya, Nadia berpendapat setiap negara harus memiliki akses setara terhadap vaksin, terapeutik, dan diagnostik.
Selain itu, dibutuhkan kolaborasi dan jejaring antar-para ahli dan ilmuwan di bidang kesehatan masyarakat.
“Penting untuk menetapkan suatu perusahaan manufaktur regional dan pusat sebagai kolaborasi riset. Tanpa komitmen politik untuk membangun sistem kesehatan global yang lebih kuat, negara sulit keluar dari situasi sulit sebagai dampak pandemi Covid-19,” tutur Nadia.
Nantinya, Kementerian Kesehatan bakal menggelar pertemuan Health Working Group HWG G20 2022 pertama di Yogyakarta, pada Senin-Rabu (28-30/3/2022).