Cuaca Ekstrem Ancam Nataru: Waspada Banjir dan Longsor di Jalur Mudik

Ilustrasi hujan deras yang membuat jalanan terendam banjir menjelang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru). (Foto: iStock/Brazzo)

PARBOABOA - Menjelang perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru), cuaca ekstrem menjadi ancaman serius di banyak wilayah Indonesia.

Curah hujan diperkirakan meningkat pada pertengahan hingga akhir Desember, terutama di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh Monsun Asia yang membawa uap air dalam jumlah besar dan bersamaan dengan fenomena La Nina lemah yang membuat suhu perairan lebih hangat, sehingga curah hujan meningkat hingga 20 persen.

Selain itu, dinamika atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Equatorial Rossby, dan angin konvergensi memperburuk situasi. Bibit siklon di selatan Jawa juga berpotensi memicu angin kencang dan gelombang tinggi di perairan selatan.

Cuaca buruk ini diperkirakan berlangsung hingga awal Januari. Dampaknya bisa berupa banjir, longsor, dan gangguan transportasi di jalur mudik.

Pada musim Nataru tahun lalu, beberapa daerah mengalami bencana serupa. Jawa Tengah misalnya, mencatat lebih dari 30 kejadian banjir dan longsor dalam dua pekan terakhir Desember 2023.

Kondisi serupa juga terjadi pada 2022, ketika intensitas hujan ekstrem memicu bencana di jalur utama mudik dan merusak ratusan rumah warga.

Untuk mengurangi risiko bencana, pemerintah menyiapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC). Teknologi ini akan digunakan di daerah rawan banjir, longsor, dan jalur utama arus mudik. Tujuannya agar curah hujan bisa dikontrol dan aktivitas masyarakat lebih aman.

Namun, cuaca ekstrem tetap menantang bagi sektor transportasi. Hujan deras dapat menyebabkan genangan di jalan raya dan longsor di daerah pegunungan.

Gelombang tinggi di perairan selatan Jawa juga menjadi tantangan besar bagi aktivitas pelayaran. Pada tahun lalu, beberapa penyeberangan kapal sempat dihentikan karena gelombang mencapai 4-6 meter.

Untuk mengantisipasi gangguan ini, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan melakukan pemantauan ketat di jalur-jalur utama mudik dan pusat transportasi.

BMKG turut berperan dengan menyediakan layanan prakiraan cuaca terkini. Masyarakat bisa mengakses informasi melalui aplikasi Info BMKG dan jalur-jalur komunikasi resmi lainnya sehingga dapat merencanakan perjalanan dengan lebih aman.

Di daerah rawan bencana, pemerintah daerah bersama BPBD meningkatkan kesiapsiagaan. Upaya seperti perbaikan drainase, pemantauan tanggul, dan sosialisasi langkah darurat kepada masyarakat terus dilakukan.

Relawan juga disiagakan untuk membantu evakuasi jika situasi memburuk. Pada akhir tahun lalu, kesiapan ini terbukti efektif di beberapa daerah, seperti Semarang dan Purworejo, yang berhasil mengurangi dampak banjir berkat tindakan cepat tim BPBD.

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, intensitas cuaca ekstrem terus meningkat. Pada akhir 2021, BMKG mencatat lebih dari 1.200 kejadian bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan angin kencang di seluruh Indonesia.

Angka ini naik sekitar 17 persen dibandingkan 2020. Pada 2022 dan 2023, tren serupa terus terjadi, dengan peningkatan curah hujan dan kejadian bencana di musim Nataru.

Meski berbagai upaya dilakukan, kesiapsiagaan masyarakat tetap menjadi kunci utama. Warga diimbau untuk lebih waspada, terutama yang tinggal di daerah pegunungan, bantaran sungai, atau wilayah pesisir.

Cuaca ekstrem bukan hanya tantangan bagi pemerintah, tapi juga seluruh lapisan masyarakat. Peran aktif warga dalam mengikuti imbauan resmi dan meningkatkan kewaspadaan sangat diperlukan.

Dengan persiapan yang baik, dampak bencana dapat ditekan dan perayaan Natal serta Tahun Baru bisa berjalan lebih aman.

Editor: Yohana
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS