PARBOABOA, Jakarta - Menggunakan kendaraan listrik merupakan pilihan yang tepat untuk menciptakan lingkungan bersih dan bebas polusi.
Sebab, selain efektif dan efisien, kendaraan berbahan bakar baterai ini dapat membatasi penggunaan kendaraan konvensional penghasil gas-gas karbon.
Minat masyarakat Indonesia terhadap kendaraan listrik sebenarnya tergolong tinggi dan hal ini perlu diapresiasi.
Paling tidak, dengan antusiasme ini ada harapan dan optimisme, industri otomotif Indonesia di masa depan lebih ramah lingkungan.
Sebagai perbandingan, Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di Asia Tenggara dengan jumlah masyarakat terbanyak yang ingin membeli kendaraan listrik.
Data Perusahaan Listrik Negara (PLN) menunjukkan, keinginan masyarakat untuk membeli kendaraan listrik mencapai angka 37 persen.
Angka ini berada di bawah Thailand (44 persen) dan Filipina (46 persen). Malaysia sendiri masih berada di bawah Indonesia, yakni 33 persen.
Namun demikian, keinginan membeli kendaraan listrik masyarakat Indonesia jauh di atas rata-rata intensitas keinginan membeli kendaraan listrik masyarakat ASEAN umumnya.
Dari data yang sama terlihat, rata-rata keinginan membeli kendaraan listrik masyarakat ASEAN sebesar 37 persen, sementara Indonesia 41 persen.
Sementara itu, menurut data Gabungan Agen Tunggal Kendaraan Bermotor Indonesia (Gakindo), penjualan mobil listrik tahun ini mencapai angka 1.329 unit.
Angka ini naik 24 persen dari bulan Juli serta lebih tinggi 30 persen dibandingkan bulan Agustus tahun lalu.
Peluang baik di atas sudah seharusnya dijemput dengan menyediakan fasilitas pendukung yang memadai.
Kepastian dan ketersediaan infrastruktur ini akan semakin membantu dunia otomotif Indonesia yang ramah lingkungan, serta menciptakan kenyamanan pemilik dan pengendara kendaraan.
Kesiapan Infrastrukur
Kesiapan infrastruktur untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik telah diatur melalui sejumlah Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah.
Salah satunya Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle atau BEV).
Peraturan Presiden ini mengatur percepatan pembangunan Industri Kendaraan Bermotor Listrik (KLB) dan penyediaan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Juga diatur pembangunan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk KBL berbasis baterai.
Saat ini SPKLU dan SPBKLU telah dibangun di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota-kota lainnya.
Di Jakarta sendiri, terdapat 56 unit SPKLU milik PLN yang tersebar di 35 titik.
Selain itu terdapat 1.639 unit SPBKLU nasional yang telah terhubung dengan jaringan PLN dan ada sekitar 598 unit SPBKLU dengan berbagai merk.
Di Surabaya terdapat 58 SPKLU di 30 titik lokasi. Sementara itu, di Bandung dan Jawa Barat secara keseluruhan terdapat 104 SPKLU.
Selain di Jakarta, Surabaya dan Bandung SPKLU dan SPBKLU juga tersebar di beberapa kota lain, seperti Medan, Bali dan Makasar dengan jumlah yang bervariasi sesuai dengan jumlah kendaraan listrik yang ada.
Jumlah infrastruktur penunjang kendaraan listrik ini akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah dan permintaan dalam negeri.
Indonesia sendiri sebenarnya sangat beruntung karena bisa memasok bahan baku kendaraan listrik dunia berupa nikel.
Namun di tengah kelimpahan itu, tantangannya terletak pada pembiayaan yang sangat tinggi serta belum dikuasainya pengembangan industri baterai di Indonesia.
Tantangan lain terletak pada rendahnya pemahaman masyarakat terkait soal pengurangan emisi dengan mengalih penggunaan kendaraan dari konvensional ke kendaraan listrik.
Dalam rangka itu, untuk memenuhi target penggunaan kendaraan listrik dibutuhkan kerja sama lintas sektor seperti pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha.
Manfaat Menggunakan Kendaraan Listrik
Pilihan menggunakan mobil listrik memiliki banyak manfaat. Beberapa diantaranya sebagai berikut.
Pertama, keunggulan kendaraan listrik adalah dapat mengurangi emisi karbon. Sebagai perbandingan, emisi karbon saat menggunakan 1 liter Bahan Bakar Minyak (BBM) menghasilkan CO2 sebesar 2,4 kg.
Sementara, pada penggunaan 1 KWH listrik hanya menghasilkan 0,85 C02.
Kedua, kualitas performa kendaraan listrik tidak kalah dengan kendaraan konvensional.
Ini karena torsi puncak pada kendaraan listrik, seperti mobil akan langsung tersedia tanpa harus menunggu keberlanjutan putaran mesin.
Ketiga, tidak berisik karena tidak ada pembakaran pada mesin. Inilah yang membuat tidak adanya polusi dan memberikan kenyamanan bagi pengguna.
Keempat, hemat dan minim biaya perawatan. Hemat dalam arti tidak memerlukan ongkos bahan bakar mahal dan pajak tahunan yang tinggi.
Pajak kendaraan listrik hanya sebesar 10 persen serta pemerintah memberikan stimulus dengan menggratiskan biaya balik nama.
Kelima, untuk yang tinggal di Jakarta, kepemilikan kendaraan listrik akan dibebaskan dari aturan ganjil-genap.
Aturan ini diteken dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 88 tahun 2019 tentang pembebasan lalu lintas dengan sistem ganjil-genap.
Editor: Rian