parboaboa

Kisah Soliditas Warga Kampung Bayam Pertahankan Ruang Hidup

Muazam | Metropolitan | 06-10-2023

Ketua Kelompok Tani Kampung Bayam, Muhammad Furqon (kanan) berbincang bersama warga di musala hunian sementara (Huntara), Jalan Tongkol, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Selasa (3/9/2023) kemarin. (Foto: PARBOABOA/Muazam)

PARBOABOA, Jakarta – Muhammad Furqon bersama warga eks Kampung Bayam lain sedang bersantai sambil berbincang, saat PARBOABOA bertandang ke hunian sementara (huntara) warga eks Kampung Bayam di Jalan Tongkol, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Selasa lalu.

Di lokasi itu, Furqon bercerita warga eks Kampung Bayam bahu-membahu membangun secara swadaya hunian sementara mereka yang berdiri di atas tanah seluas 2.100 meter persegi.

Lahan tersebut merupakan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dipinjamkan ke warga eks Kampung Bayam.

“Enggak sewa. Saat itu kita pinjam lahan ini,” kata Furqon kepada PARBOABOA, Selasa (3/10/2023) lalu.

Musala yang dibangun warga di Huntara kerap jadi tempat berbincang. (Foto: PARBOABOA/Muazam) 

Ia mengatakan, warga memerlukan waktu berbulan-bulan untuk membersihkan lahan yang tadinya tak terawat sebelum membangun hunian warga.

Lahan itu sebelumnya merupakan tempat pembuangan barang rongsok bekas wahana dunia fantasi (Dufan) Ancol.

Di lahan tersebut, warga Kampung Bayam mulai membangun hunian sementara pada tahun 2020. Mereka secara swadaya membangun kembali ruang hidup yang hilang karena pembangunan Jakarta International Stadium (JIS).

Bahan-bahan bangunan seperti bambu, triplek dan kayu mereka ambil dari puing-puing bekas rumah di Kampung Bayam. Sisanya, mereka patungan membeli bahan bangunan lain.  Pemprov DKI hanya memberikan uang santunan yang nominalnya bervariasi, mulai Rp3 juta hingga Rp6 jutaan per kepala keluarga (KK).

"Total pembangunan Huntara ini habis Rp278.459.000. Di sini kita patungan, beli bambu, bikin pondasi, beli pasir dan semen," ungkap Furqon.

Seorang warga menyapu halaman rumahnya di Huntara. (Foto: PARBOABOA/Muazam) 

Di lahan tersebut, warga juga menghadirkan sendiri akses listrik dan air bersih. Mereka menggali sumur dan mengurus permintaan aliran listrik ke perusahaan listrik negara (PLN). Lahan kosong yang tak terawat tersebut akhirnya menjadi pemukiman yang asri dan guyub.

Di lahan huntara, terdapat 50 unit rumah petak terbuat dari bambu, satu musala, satu gereja, tiga toilet umum dan ruang komunal.

“Kita bangun bareng-bareng, enggak ada tangan pemerintah. Ibu-ibu yang menyediakan kopi, kita Bapak-bapak yang kerja,” cerita Furqon yang juga Ketua Kelompok Tani Kampung Bayam itu.

Warga juga menanam beberapa tanaman yang bisa digunakan lagi oleh mereka, seperti pohon pepaya, anggur, terong, kangkung, bayam dan kacang-kacangan di lahan huntara yang tersisa. Apalagi sebelumnya, warga Kampung Bayam yang mayoritas petani terbiasa menyulap tanah pas-pasan menjadi lahan produktif.

Hasil tani itu, lanjut Furqon, dijual untuk menyambung hidup. Hanya saja, pendapatan warga dari bertani tak sebanyak sebelum Kampung Bayam digusur.

"Dulu tanahnya banyak, tanam bayam aja sekali panen bisa sejuta, sekarang mah enggak banyak," katanya.

Suasana Huntara di sore hari, warga pada bercengkrama di luar rumah. (Foto: PARBOABOA/Muazam) 

Karena keterbatasan lahan itu, warga Kampung Bayam akhirnya banyak yang beralih profesi. Mereka banyak bekerja serabutan, ada yang jadi pemulung, tukang parkir, mencari udang di laut, hingga berjualan ketupat keliling.

Warga Tergusur JIS

Sekitar 34 kepala keluarga (KK) menempati hunian sementara (Huntara) di Jalan Tongkol, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Mereka korban penggusuran pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Saat itu, Anies berjanji merelokasi warga ke Kampung Susun Bayam (KSB) yang dibangun di dekat JIS.

Selama pembangunan JIS dan KSB, warga dipinjamkan lahan untuk hunian sementara, mereka tinggal di sana sejak tahun 2021.

Namun, setelah KSB diresmikan pada Oktober 2022 lalu, warga hingga sekarang tak kunjung mendapatkan kunci unit seperti yang dijanjikan.

Mereka terlunta-lunta tinggal di huntara. Mereka pun terancam tergusur kembali, sebab itu tanah tersebut adalah aset Pemprov DKI.

Furqon mengaku, warga sempat ditawari tinggal di Rusunawa Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara. Namun warga menolak dan tetap ingin tinggal di Kampung Susun Bayam, hunian yang dijanjikan pemerintah era Anies.

“Kita sudah sepakat enggak ada kata damai, orang rumah kita. Ya rugilah, kita cuma dikorbankan untuk membangun itu (JIS dan KSB), tiba-tiba (KSB) buat orang lain, enak aja,” kesalnya.

“Kalau kita sudah masuk ke rusun lain, ya ceritanya udah beda. Enggak sesuai janji di awal,” imbuhnya.

Bagi warga Kampung Bayam, ruang hidup tak bisa seenaknya dipindah. Mereka tidak ingin dipisahkan dengan tetangga yang sudah puluhan tahun hidup bersama.

Gereja yang dibangun warga sebagai tempat beribadah setiap minggu. (Foto: PARBOABOA/Muazam)

Warga Kampung Bayam bak keluarga besar yang saling membantu dalam kondisi senang maupun susah. Mereka berasal dari berbagai daerah hidup guyub sebagai warga Kampung Bayam, tak memandang suku dan agama.

“Gereja dibangun bersama, yang Muslim ikut bangun. Begitu juga musala, yang Kristen ikut bangun,” ucap Furqon.

Kerukunan warga Kampung Bayam ini sudah terjalin jauh sebelum adanya penggusuran, berpuluh-puluh tahun lamanya. Mereka saling membantu, bahkan sampai saling tukar lauk hingga berkeluh kesah bersama. Mereka tak terima bila ruang hidup itu dihancurkan begitu saja dengan adanya penggusuran.

“Kalau kami dipindah bukan di KSB, artinya udah memecah kerukunan dan kebersamaan kami,” ucap Furqon.

Ia menegaskan, persoalan warga Kampung Bayam bukan hanya masalah penggusuran rumah tetapi ruang hidup.

Warga berharap mereka disatukan kembali di Kampung Susun Bayam sebagaimana yang pernah dijanjikan Pemprov DKI.

"Kami tak ingin tinggal berpencar satu sama lain," pungkas Furqon.

KSB Tak terurus

Kampung Susun Bayam (KSB) berdiri megah di komplek Jakarta International Stadium (JIS), Tanjung Priok, Jakarta Utara. Letaknya persis di samping lapangan latihan JIS.

Gapura Huntara warga eks Kampung Bayam. (Foto: PARBOABOA/Muazam) 

Rumah susun bekas Kampung Bayam yang tergusur itu dibangun di atas lahan seluas 17.354 meter persegi. Rusun ini diperuntukkan bagi 135 kepala keluarga (KK) warga eks Kampung Bayam.

Rusun yang dibangun era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini memiliki 138 unit, terdiri dari tiga menara dengan empat lantai.

Masing-masing unit memiliki luas 36 meter persegi dengan luas ruangan meliputi dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, ruang keluarga, balkon dan ruang cuci pakaian.

Di lantai bawah Rusun itu terdapat fasilitas publik seperti musala, WC umum, ruang serbaguna, koperasi, gudang dan taman bermain anak.

Namun, sejak diresmikan Anies pada 12 Oktober 2022, rusun itu tak kunjung ditempati warga eks Kampung Bayam.

Lama tak ada penghuni, Kampung Susun Bayam nampak terbengkalai. Debu Kota Jakarta menempel di lantai, tangga, hingga tembok-tembok. Pintu-pintu unit masih terbungkus plastik, musala masih tertutup rapat. Toilet umum yang terletak di lantai dasar pun terlihat tak terurus.

Editor : Kurniati

Tag : #warga kampung bayam    #korban penggusuran    #metropolitan    #soliditas warga kampung bayam    #hunian sementara   

BACA JUGA

BERITA TERBARU