PARBOABOA, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, memiliki keinginan besar untuk membangun Pulau Kucing yang terletak di wilayah administratif Kepulauan Seribu.
Rencana ini disebutnya bertujuan menjaga kesejahteraan kucing liar, sekaligus juga menjadi magnet wisata baru bagi masyarakat di Jakarta.
"Kalau memang kita putuskan punya Pulau Kucing seperti di Jepang, maka itu harus bisa mendatangkan wisatawan. Yang paling penting, memberikan kesejahteraan bagi kucing," ujar Pramono dalam pernyataannya awal Mei lalu.
Gagasan pembentukan pulau ini dilandasi oleh tingginya populasi kucing liar di Ibu Kota. Data aplikasi JAKI milik Pemprov DKI menunjukkan laporan terkait kucing menjadi salah satu yang terbanyak, terutama terkait permintaan sterilisasi.
Dalam pertemuan bersama organisasi pecinta hewan Animal Defenders yang berlangsung pada Senin (09/5/2025), ide mengenai Pulau Kucing kembali mengemuka.
“Memang ada usulan dari Animal Defender untuk Pulau Kucing. Ini disambut secara positif oleh Pemda Jakarta,” kata Pramono.
Selaras dengan itu, Pemprov DKI telah menetapkan target ambisius untuk melakukan sterilisasi terhadap 21 ribu kucing domestik selama tahun 2025.
Pramono menegaskan bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari visinya menjadikan Jakarta sebagai kota yang ramah terhadap hewan.
Proyek Pulau Kucing dirancang sebagai langkah awal dari program peningkatan kesejahteraan hewan yang digagas Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta.
Pulau ini direncanakan menjadi lokasi penampungan kucing-kucing telantar dari berbagai penjuru Jakarta.
Selain mengatasi persoalan populasi kucing liar, proyek ini diharapkan mampu menjadi solusi jangka panjang dalam pengelolaan satwa kota.
Pramono menambahkan, konsep tersebut terinspirasi dari Pulau Aoshima di Prefektur Ehime, Jepang, yang terkenal sebagai destinasi wisata dengan populasi kucing yang lebih banyak dari penduduknya.
Meski akses menuju pulau tersebut cukup jauh dari Tokyo, Aoshima tetap menarik perhatian wisatawan lokal maupun internasional.
Pemprov DKI saat ini tengah mengkaji sejumlah lokasi potensial di Kepulauan Seribu untuk dijadikan Pulau Kucing.
Pelaksana Tugas Bupati Kepulauan Seribu, Muhammad Fadjar Churniawan, menyatakan pihaknya telah melakukan kunjungan ke beberapa pulau, seperti Pulau Onrust, Pulau Cipir, dan Pulau Rambut.
Mereka juga meninjau Pulau Tidung Kecil, yang berada langsung di bawah pengelolaan Pemprov DKI.
"Kami diberi keleluasaan untuk memilih pulau mana yang akan ditunjuk sebagai wisata Pulau Kucing dan sedang melakukan kajian untuk menetapkan pulau mana yang ditunjuk," ujar Fadjar dalam keterangan akhir April lalu.
Ia menekankan bahwa pulau ini akan dikelola secara profesional dengan memperhatikan standar kesehatan dan perawatan kucing.
Di sisi lain, ia juga melihat potensi ekonomi yang bisa diraih melalui proyek ini, termasuk penyerapan tenaga kerja lokal.
Pendiri Animal Defenders Indonesia, Doni Herdaru Tona, turut menyampaikan dukungannya terhadap rencana tersebut.
Ia menilai Pulau Tidung Kecil sebagai lokasi yang ideal karena memiliki hamparan pasir putih dan vegetasi yang baik, sehingga cocok menjadi destinasi wisata bertema satwa yang ramah lingkungan.
Tentang Pulau Aoshima
Pulau Aoshima, yang terletak di Laut Pedalaman Seto di Prefektur Ehime, Jepang, pernah menjadi desa nelayan yang hidup makmur berkat melimpahnya ikan sarden di perairan sekitarnya.
Dahulu, pulau ini menjadi lokasi ideal bagi para nelayan, meskipun mereka harus menghadapi gangguan tikus yang merusak jaring-jaring ikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, para penduduk mulai membawa kucing liar dari berbagai pelabuhan dan melepasnya di Aoshima agar populasi tikus dapat dikendalikan secara alami.
Namun seiring waktu, jumlah ikan sarden menurun drastis. Keberadaan ikan yang dulunya menjadi sumber utama kehidupan perlahan menghilang, sehingga mendorong penduduk untuk meninggalkan pulau.
Setelah Perang Dunia II, pulau ini masih dihuni sekitar 900 orang. Tetapi pada dekade 1960-an, jumlah penduduk menyusut menjadi 655 dan terus menurun, terutama karena banyak warga yang memilih pindah ke kota-kota besar.
Akibatnya, banyak rumah dibiarkan kosong, sementara populasi kucing terus bertambah.
Kehidupan kucing di Aoshima sangat bergantung pada segelintir penduduk yang masih tinggal di sana. Para warga yang merawat kucing dikenal dengan sebutan Cat Mama.
Mereka dengan penuh dedikasi membersihkan kotoran kucing dari jalan-jalan di seluruh pulau yang hanya seluas 0,49 kilometer persegi, agar pulau tetap bersih dan nyaman dikunjungi wisatawan.
Namun, kekhawatiran mulai muncul pada September 2024. Akun media sosial @aoshima\_cat, yang dikutip Japan Today, mengunggah informasi berjudul "Masa Depan Pulau Kucing".
Dalam unggahan tersebut diungkapkan bahwa populasi kucing di Aoshima terus menyusut secara perlahan. Usia rata-rata kucing sudah melebihi tujuh tahun dan tidak ada lagi anak kucing yang lahir.
"Sejak sterilisasi dan pengebirian yang dilakukan pada Oktober 2018, tidak ada anak kucing yang lahir. Kami pikir kucing-kucing itu akan menyeberangi jembatan pelangi (mati) dalam beberapa tahun," tulis unggahan tersebut.
Sementara itu, Masyarakat Perlindungan Kucing Aoshima menilai langkah sterilisasi memang penting, mengingat populasi kucing yang mencapai sekitar 130 ekor terlalu besar untuk dirawat oleh hanya 13 penduduk.
Hal ini menambah tantangan dalam menjaga keseimbangan antara kelangsungan hidup kucing dan kemampuan manusia untuk merawat mereka.
Dengan populasi manusia yang menua dan kucing yang tidak lagi berkembang biak, masa depan Pulau Kucing Aoshima kini berada di ujung tanduk: sebuah ironi bagi pulau yang pernah dijuluki surga bagi para pecinta kucing.