Penolakan Atlet Israel di Jakarta: Pemerintah dan DPR Tegaskan Konsistensi Indonesia Bela Palestina

Pemerintah dan DPR tolak kehadiran atlit Israel di ajang World Artistic Gymnastics Championships 2025 yang akan digelar di Jakarta (Foto: dok. Menpanrb).

PARBOABOA, Jakarta - Kehadiran atlet senam asal Israel yang dijadwalkan berlaga di ajang World Artistic Gymnastics Championships 2025 di Jakarta pada 19–25 Oktober mendatang mendapat kritik luas.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan penolakannya terhadap rencana itu. Menurutnya, hal itu berisiko memicu kemarahan masyarakat, terlebih di tengah memanasnya situasi kemanusiaan di Gaza.

Dalam keterangannya pada Rabu (8/10/2025), Pramono menilai, pemerintah dan pihak penyelenggara seharusnya mempertimbangkan ulang keputusan untuk mengundang atlet Israel. 

Pramono juga menekankan bahwa izin masuk bagi atlet Israel sebaiknya tidak dikeluarkan sama sekali. Sebab, hal ini "nggak ada manfaatnya dalam kondisi seperti ini.”

Menurutnya, ingatan publik terhadap tragedi kemanusiaan di Gaza masih sangat kuat. Kedatangan atlet Israel justru dikhawatirkan akan memantik kemarahan publik dan memperkeruh suasana. 

Pramono juga menegaskan bahwa sikap Indonesia terhadap konflik di Gaza sudah jelas, sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo Subianto di hadapan Sidang Majelis Umum PBB. 

Sebagai informasi, ajang 53rd Artistic Gymnastics World Championships Jakarta 2025 akan diikuti sekitar 500 atlet dari 78 negara. 

Federasi Senam Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah mendaftar untuk berpartisipasi dan berharap pihak penyelenggara akan memastikan keamanan delegasinya selama kejuaraan.

Gayung Bersambut dari DPR

Penolakan terhadap keikutsertaan atlet Israel juga datang dari kalangan legislatif. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, mendesak pemerintah untuk bersikap tegas. 

Menurutnya, olahraga memang menjadi ajang diplomasi, tetapi tidak pantas digunakan sebagai panggung promosi bagi negara yang tengah melakukan penindasan.

“Pelaku genosida seperti Israel apalagi terhadap rakyat yang sedang dijajahnya di Gaza, tidak perlu diberi panggung untuk promosi negaranya,” ujar Sukamta, dikutip dari laman resmi DPR RI, Rabu (8/10/2025).

Ia menilai, pemberian izin bagi atlet Israel tidak hanya menimbulkan polemik publik, tetapi juga mencederai amanat konstitusi yang menolak segala bentuk penjajahan. 

“Pemerintah harus menunjukkan sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, berpihak pada kemanusiaan, dan sesuai amanat konstitusi. Jangan sampai kita kebobolan lagi soal keikutsertaan Israel dalam ajang olahraga internasional,” katanya.

Sukamta mengingatkan bahwa sejak awal kemerdekaannya, Indonesia selalu konsisten menolak penjajahan dan mendukung kemerdekaan Palestina. 

Prinsip itu tertulis tegas dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Konsistensi sikap tersebut juga tampak dalam sejarah diplomasi olahraga Indonesia. Pada 1958, Indonesia mundur dari kualifikasi Piala Dunia karena enggan melawan Israel. 

Pada Asian Games 1962, pemerintah menolak memberikan visa kepada delegasi Israel dan Taiwan, meski keputusan itu menimbulkan ketegangan internasional. 

Bahkan pada 2023, FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 setelah muncul gelombang penolakan terhadap tim nasional Israel.

“Dari dulu sampai sekarang, posisi Indonesia jelas, yakni menolak penjajahan dan mendukung kemerdekaan Palestina," ujar politisi Fraksi PKS tersebut.

Karena itu, lanjut Sukamta, pemerintah harus hati-hati agar jangan sampai sikap lunak terhadap Israel dianggap sebagai perubahan arah moral bangsa.

Ia menyoroti bahwa kondisi kemanusiaan di Gaza kini sangat memprihatinkan. 

Berdasarkan laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN OCHA) dan Kementerian Kesehatan Gaza, hingga 1 Oktober 2025, sedikitnya 66.148 warga Palestina tewas sejak agresi militer Israel pada Oktober 2023, mayoritas di antaranya perempuan dan anak-anak.

“Dalam situasi genosida seperti ini, justru tidak pantas jika Indonesia menggelar kompetisi yang mengikutsertakan atlet Israel. Dunia bisa menilai kita tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat Palestina,” tegas Sukamta.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak memberikan perlakuan istimewa apa pun terhadap Israel, baik dalam hal visa, penggunaan simbol negara, maupun fasilitas keamanan. 

“Jangan sampai Israel lagi-lagi menjadi ‘anak emas’ yang diberi kelonggaran. Pemerintah tidak boleh mengorbankan prinsip demi tekanan internasional atau alasan teknis penyelenggaraan,” tandasnya.

Menurutnya, ketegasan sikap justru akan memperkuat posisi Indonesia di mata dunia sebagai bangsa yang konsisten memperjuangkan keadilan global. 

“Dukungan Indonesia kepada Palestina bukan sekadar simbol politik, melainkan bagian dari jati diri bangsa dan amanat konstitusi. Di forum apa pun, termasuk olahraga, Indonesia seharusnya tetap berpihak pada kemerdekaan dan kemanusiaan,” pungkasnya.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS