Tulisan-4
PARBOABOA, Pematangsiantar – Salah satu pertanyaan yang paling sering dilontarkan pengunjung kebun binatang adalah: “Apakah hewan-hewan ini kesepian? Apakah mereka stres?” Di Siantar Zoo, pertanyaan itu tidak dijawab dengan perasaan semata, melainkan dengan data, observasi, dan ilmu kedokteran hewan.
“Satwa di sini jarang menunjukkan tanda stres berat, karena sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan keberadaan manusia dan suasana ramai. Tapi, itu bukan berarti kami mengabaikan kemungkinan itu,” ujar Kepala Divisi Kesehatan dan Kesejahteraan Satwa, drh. S. Kumala Sari.
Stres pada satwa bisa muncul dalam bentuk sederhana: tidak makan, menyendiri, atau justru menjadi agresif. Karena itu, tim dokter tidak hanya mengamati perilaku, tetapi juga menelusuri penyebab lewat pemeriksaan medis. Salah satunya melalui feses (kotoran).
“Kortisol adalah indikator stres. Kami bisa tahu apakah seekor satwa sedang tertekan secara fisiologis atau tidak dengan cara cek melalui feses atau kotorannya,” jelas Kumala.
Pengambilan sampel dilakukan terutama pada satwa yang baru datang, baru pindah kandang, atau baru kehilangan pasangan. Tes ini menjadi bagian dari sistem monitoring kesejahteraan satwa yang lebih dalam, jauh melampaui apa yang terlihat oleh mata pengunjung.
Selain pemantauan hormon, ada juga langkah intervensi langsung. Jika seekor satwa terdeteksi stres, keeper akan memberi enrichment (pengaya) berupa mainan, suara alam, hingga variasi tata letak kandang agar tidak monoton. Bahkan interaksi sederhana dengan keeper yang sudah akrab bisa menjadi terapi yang menenangkan.
Ruang Kenangan
Kebun binatang pada akhirnya bukan hanya tempat melihat hewan, tetapi juga ruang membangun kenangan. Setiap pengunjung membawa pulang pengalaman berbeda.
Valin, 23 tahun, misalnya, datang dari luar kota. Baginya, kunjungan ke Siantar Zoo sungguh pengalaman perdana yang meninggalkan kesan mendalam.
“Jujur, ini lebih besar dari yang saya bayangkan. Saya pernah ke zoo di Lampung sebelumnya, tapi ini lebih luas dan lebih terawat. Tempatnya juga terasa lebih edukatif,” ujarnya antusias.
Valin bahkan berhenti lama di dekat kandang ular python—reptil favoritnya sejak kecil. “Di sini saya bisa lihat dari dekat melalui animal keeper-nya. Kandangnya bersih. Ada infonya juga, jadi saya tahu kalau python ternyata tidak berbisa,” katanya.
Burung-burung pun mencuri perhatiannya, terutama karena keragaman spesies dan cara penyajian informasinya yang mudah dipahami pengunjung awam.
Berbeda dengan Valin, Adi, pengunjung asal Kisaran, sudah tiga kali datang ke Siantar Zoo. Ia menyaksikan perubahan tempat ini dari waktu ke waktu.
“Dulu pertama kali saya ke sini, kesannya biasa saja. Tapi sekarang banyak berubah. Ada kafe, ada wahana permainan untuk anak-anak, juga program edukasi hewannya yang keren—animal edutainment,” ujarnya.
Dengan begitu, pertanyaan “apakah satwa di sini bahagia?” menemukan jawabannya. Ia terletak pada keseimbangan antara ilmu dan empati, antara kerja para dokter dan keeper di balik layar, serta kesan yang terbentuk di hati setiap pengunjung yang datang.
Adapun animal edutainment adalah gabungan dari education (pendidikan) dan entertainment (hiburan) yang bertujuan mengenalkan dunia satwa kepada masyarakat secara menyenangkan. Di kebun binatang seperti Siantar Zoo, konsep ini menjadi jembatan penting antara pelestarian satwa dan kesadaran publik. Program ini diinisiasi langsung oleh manajer Siantar Zoo, Bayu Anggriawan, dan telah berlangsung sejak 2023.
Selain itu, singa dan macan tetap menjadi daya tarik utama bagi pengunjung. “Paling keren juga bagian kucing besar. Apalagi pas mereka lagi aktif bergerak, itu seru banget ditonton,” kata Adi.
Namun sebagai pengunjung rutin, Adi juga menyampaikan harapan agar fasilitas terus ditingkatkan. Salah satu yang menurutnya masih perlu perhatian adalah penataan lahan parkir. “Kalau bisa ke depan, parkirannya ditata lebih rapi. Kadang susah nyari tempat. Tapi secara keseluruhan udah jauh lebih bagus dari dulu. Salut buat pengelola.”
Seiring berjalannya waktu, tim promosi Siantar Zoo gencar memanfaatkan media sosial sebagai senjata utama untuk menjangkau publik. Postingan tentang satwa, video interaktif, hingga konten edukatif diunggah secara rutin untuk membangun kembali koneksi dengan masyarakat. Mereka juga aktif mendekati sekolah-sekolah lewat program Goes To School, di mana staf zoo hadir langsung memberi edukasi tentang satwa dan konservasi sekaligus mengundang siswa untuk berkunjung.
Program semacam ini sudah dirasakan manfaatnya sejak lama. Misalnya, pada 2016 rombongan pelajar dari Sulawesi Barat mengikuti program Siswa Mengenal Nusantara di Siantar Zoo, berinteraksi langsung dengan satwa jinak dan mempelajari metode edukasi Saung Satwa. Pada Maret 2024, giliran siswa SMP dan SMA Rumah Harapan Tobasa yang datang dalam rangka study tour, merasakan langsung pengalaman belajar yang menyenangkan.
Selain itu, Siantar Zoo juga aktif dalam berbagai pameran dan festival budaya. Dalam ajang Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU), mereka rutin membuka stan yang menampilkan kekayaan hayati dan potret satwa unggulan. Acarat lokal seperti Siantar Culture Show pun sudah tiga kali diikuti berturut-turut, menegaskan peran taman hewan ini bukan hanya sebagai tempat wisata, tetapi juga bagian dari denyut budaya kota.
Siantar Zoo bukan hanya ruang hiburan, melainkan barisan kerja senyap yang menjaga hidup ratusan satwa setiap hari. Di balik kandang-kandang itu, ada sistem konservasi yang terus berjalan, meski tak selalu tersorot publik. Dengan sumber daya terbatas dan komitmen personal para keeper, taman hewan ini bertahan sebagai salah satu pusat konservasi penting di Sumatera Utara—diam, tapi bekerja.
Karena itu, mengunjungi kebun binatang bukan sekadar rekreasi, melainkan bentuk dukungan nyata terhadap konservasi. Setiap tiket, setiap program edukasi, dan setiap kepedulian publik adalah bagian dari rantai panjang yang menjaga kehidupan tetap ada. Siantar Zoo bukan hanya milik para keeper dan satwa, melainkan milik kita semua yang peduli pada alam. (Bersambung)
Penulis: Novriani Tambunan [Liputan ini Tugas Akhir di Sekolah Jurnalisme Parboaboa (SJP) Pematangsiantar, Batch 2. SJP merupakan buah kerja sama Parboaboa.com dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.]
Editor: P. Hasudungan Sirait