KLH Tinjau Ulang Tata Ruang di Wilayah Banjir Sumatera untuk Pulihkan Ekosistem

Atasi Krisis Ekologi, KLH Telaah Ulang Tata Ruang di Zona Banjir Sumatera (Foto: Dok. ANTARA)

PARBOABOA, Jakarta – Upaya pemulihan lingkungan di kawasan terdampak banjir besar yang melanda sebagian wilayah Sumatera memasuki tahap baru.

Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pemerintah akan meninjau ulang tata ruang di daerah-daerah tersebut demi mengembalikan ekosistem sekaligus memperkuat daya dukung serta daya tampung lingkungan hidup.

Dalam kegiatan Sosialisasi Hasil Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 yang digelar di Brasil dan disampaikan kembali di Jakarta pada Selasa, Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif, menjelaskan bahwa kementeriannya sebenarnya telah memiliki dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Dokumen ini menyoroti betapa pentingnya penambahan kawasan lindung, terutama di wilayah yang berpotensi mengalami bencana ekologis.

Dengan kejadian ini kami akan me-review kembali. Jadi yang di-review tidak hanya unit-unit usaha yang ada di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) tersebut, tetapi juga tata ruang yang kemudian sangat tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya,” ujarnya.

Pernyataan tersebut menjadi penanda bahwa evaluasi tata ruang tidak lagi sebatas aspek administratif, tetapi juga menyentuh persoalan fundamental terkait keberlanjutan ekosistem.

Hanif kemudian memberi ilustrasi mengenai kondisi kawasan lindung di Jawa Barat yang kini hanya tersisa sekitar 400 ribu hektare, padahal sebelumnya mencapai 1,6 juta hektare.

Penurunan drastis ini berdampak langsung pada berkurangnya area tangkapan air, yang pada akhirnya memperbesar risiko bencana banjir dan longsor.

Situasi serupa juga terlihat pada DAS Batang Toru, salah satu daerah yang terdampak banjir besar di Sumatera Utara.

Menurut Hanif, kawasan hutan di DAS tersebut kini tinggal kurang dari 40 persen, bahkan wilayah hulu yang seharusnya menjadi zona lindung justru dimasukkan ke dalam Areal Penggunaan Lain (APL).

Pengelolaan ruang seperti ini, menurutnya, memperparah kerentanan ekologis dan memicu kerusakan yang semakin meluas.

Terkait daerah-daerah lain yang mengalami bencana, seperti Aceh dan Sumatera Barat, Hanif menyampaikan bahwa Tim KLH masih melakukan pendalaman untuk memastikan kondisi tata ruang dan menilai apakah terjadi pelanggaran prinsip daya dukung serta daya tampung lingkungan.

“Tetapi, kasusnya sama bila mana tata ruangnya ternyata tidak memperhatikan daya dukung, daya tampung, kewajiban Menteri LH untuk kemudian merekomendasikan area itu kembali berfungsi sebagaimana yang harusnya,” tuturnya, menegaskan bahwa pemerintah akan mengusulkan pemulihan fungsi kawasan apabila ditemukan ketidaksesuaian penataan ruang.

Hanif juga merujuk pada arahan Presiden Prabowo Subianto, yang meminta agar kejadian banjir di Sumatera menjadi momentum untuk kembali menegakkan perlindungan lingkungan secara menyeluruh.

Presiden menekankan besarnya konsekuensi yang harus ditanggung apabila tata kelola lingkungan diabaikan.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa hingga Selasa sore, bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menewaskan 712 orang.

Angka ini menjadi alarm keras bahwa kebijakan penataan ruang tidak lagi bisa ditunda dan harus dikerjakan dengan lebih serius serta terintegrasi.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS