PARBOABOA, Jakarta - Orang tua korban kerusuhan Mei 1998 menuntut pemerintah, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi lebih peduli terhadap nasib keluarga korban pelanggaran HAM era reformasi.
Tuntutan itu disampaikan salah seorang keluarga korban kerusuhan Mei 1998, Kusmiati. Ia berharap pemerintah membantu perekonomian keluarga korban kerusuhan Mei 1998.
"Harapan saya, satu jangan dilupakan keluarga korban yang sudah dipegang presiden. Ibu-ibu korban Mei ini lagi menunggu, satu ekonomi, dua kesehatan, dan tempat tinggal rumah," ujar Kusmiati kepada Parboaboa saat ditemui di depan Istana Merdeka, Kamis (11/5/2023).
Kusmiati yang telah berusia 60 tahun ini mengaku tak punya rumah tinggal sendiri. Ia harus menumpang hidup dengan anaknya yang sudah berkeluarga.
"Saya tinggalnya ikut anak-mantu. Anak saya perempuan semuanya, karena yang kerja suaminya jadi di dalam pabrik ada mess, tinggal di sana," jelasnya.
"Saya memang enggak punya rumah, lagi nuntutnya itu bantuan tempat tinggal untuk berteduh saya sendiri. Jangan sampai dilupakan, nanti ganti presiden lagi takutnya," sambung Kusmiati.
Ia juga mendesak Presiden Jokowi segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM era reformasi. Sembari berharap pelaku pelanggaran HAM diadili seberat-beratnya.
"Ya, yang bikin kerusuhan mei itu pelanggaran HAM berat ya minta diadili seberat-berat mungkin," jelas Kusmiati.
Anak Kusmiati Tewas Terbakar
Kusmiati juga menceritakan kondisi anaknya yang menjadi korban kerusuhan Mei 1998.
Anak Kusmiati, Mustofa tewas terbakar di Yogya Plaza Klender. Kusmiati tak tahu pasti kenapa nasib anaknya menjadi demikian. Ia hanya mendapati jenazah anaknya dalam keadaan hangus terbakar di RSCM pada 16 Mei 1998.
"Korban dibakar ketemu di Mal Yogya Klender sudah gosong seperti kayak kambing guling, batas siku-batas dengkul," ujar Kusmiati.
Saat ini, lanjut Kusmiati, anaknya berpamitan setelah pulang dari sekolahnya di kawasan Pondok Bambu Jakarta Timur.
“Aku mau (main) catur ya mah,” tutur Mustofa saat berpamitan.
Setelahnya, Kusmiati harus menerima kepahitan bahwa anaknya pulang dengan kondisi tak bernyawa, bahkan jenazahnya mengenaskan.
Kerusuhan Mei 1998 disebut sebagai sejarah hitam bagi perjalanan bangsa Indonesia. Ribuan orang meninggal, termasuk kerugian materi, fisik maupun psikis saat itu.