PARBOABOA, Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan memimpin delegasi ekonomi Indonesia terbang ke Washington DC malam ini (15/4/2025).
Tim yang diutus Presiden Prabowo Subianto terdiri dari Menteri Luar Negeri Sugiono, Menko Airlangga Hartarto, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.
Mereka akan negosiasi soal tarif timbal balik yang baru saja diterbitkan Pemerintah AS.
Menurut Airlangga, kunjungan ini bertepatan dengan rangkaian pertemuan tahunan Spring Meetings IMF dan Bank Dunia pada 16–23 April 2025. Dalam agenda tersebut, delegasi Indonesia akan bertemu dengan perwakilan United States Trade Representative (USTR), Sekretaris Perdagangan, Sekretaris Negara, dan Departemen Keuangan AS.
Menko Airlangga juga menegaskan pemerintah telah menyiapkan non-paper—dokumen informal yang menjabarkan posisi dan usulan Indonesia—yang mencakup isu tarif, hambatan non-tarif (non-trade barriers), hingga potensi kerja sama investasi dan sektor keuangan.
“Isu perdagangan hari ini jauh lebih kompleks. Fokus kita bukan hanya pada tarif, tapi juga hambatan lain yang mengganggu kelancaran ekspor kita,” jelasnya.
Sedangkan untuk bea masuk atas komoditas tertentu seperti gandum dan kedelai saat ini sudah mendekati nol. Namun, tantangan justru datang dari berbagai regulasi non-tarif.
“Pemerintah juga akan menyuarakan kepentingan Indonesia dalam sektor ICT, kebijakan lokal (TKDN), serta peluang kerja sama di bidang keuangan dan infrastruktur,” tuturnya.
Pemerintah turut menyoroti ketimpangan neraca perdagangan antara Indonesia dan AS yang mencapai sekitar 18–19 miliar dolar AS. Namun Airlangga menegaskan bahwa solusi yang ditawarkan bukan sekadar menambah impor.
“Indonesia akan membeli barang dari Amerika sesuai kebutuhan nasional. Tapi pembelian itu tak selalu berarti impor,” jelas Airlangga.
Sebaliknya, Indonesia juga mendorong investasi dua arah. Perusahaan Indonesia disiapkan untuk berinvestasi di AS, sementara sektor-sektor strategis dalam negeri tetap terbuka untuk investor asal Amerika.
“Ini bentuk kemitraan yang adil dan resiprokal,” tegas Menko Perekonomian.