PARBOABOA, Jakarta - Dokter Spesialis Penyakit Dalam di KKHI Makkah, Arfik Setyaningsih, mengungkapkan, infeksi paru-paru merupakan penyakit yang paling banyak dialami oleh jemaah asal Indonesia saat menjalani ibadah di tanah suci, terutama terjadi pada jemaah lanjut usia.
Dalam keterangan tertulis di laman Kementerian Kesehatan, Arfik menjelaskan bahwa banyaknya kasus infeksi paru-paru pada jemaah lansia disebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh akibat penuaan, serta faktor-faktor eksternal seperti stres, kelelahan, dehidrasi, dan penyesuaian dengan perubahan iklim.
Selain itu, penyakit kronis yang sudah diderita jemaah haji Lansia seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit paru kronis, stroke, pikun/demensia, kata dia, memperburuk kondisi Lansia yang mengalami infeksi paru.
“Jemaah haji Lansia di Arab Saudi rentan terkena penyakit, salah satunya infeksi paru-paru, yang hingga saat ini menjadi penyebab terbanyak jemaah dirawat di KKHI Makkah,” ucapnya dikutip Jumat (08/06/2023).
Menurut Arfik, beberapa keluhan umum yang dialami oleh jemaah lansia yang terinfeksi paru-paru antara lain penurunan nafsu makan, kelemahan, kekurangan energi, kurang minat berinteraksi atau lebih suka menyendiri, sering jatuh, merasa kedinginan, gangguan kencing, sesak napas, mudah lelah, kehilangan ingatan tiba-tiba, dan penurunan kesadaran.
Arfik juga menjelaskan bahwa pikun atau penurunan daya ingat merupakan masalah kesehatan lain yang banyak dialami oleh lansia. Di mana ada beberapa jemaah yang pikun setelah tiba di tanah suci, padahal saat berada di tanah air jemaah tidak mengalaminya. Dalam bahasa medis, kondisi ini dikenal dengan istilah delirium,
Terdapat juga jemaah haji yang mengalami kondisi pikun secara kronis yang lebih dikenal dengan istilah demensia. Demensia ini biasanya sudah lama dialami pasien, namun gejalanya sering kali tidak terdeteksi.
Namun setelah tiba di tanah suci, kondisi demensia yang dialami memburuk, disebabkan oleh disorientasi atau kesulitan beradaptasi dengan perubahan cuaca yang ekstrem, suasana pesawat terbang, hotel, masjid, dan lingkungan di Tanah Suci, serta kurangnya pendampingan dari keluarga dan kesulitan beradaptasi dengan rombongan kloter.
Selain itu, dehidrasi, gangguan elektrolit, infeksi, gangguan atau kekurangan nutrisi, penyakit kronis yang tidak terkontrol dengan baik, penggunaan obat yang tidak sesuai indikasi, gangguan penglihatan dan pendengaran, juga dapat memperburuk kondisi tersebut.
Oleh karena itu, Arfik menyebut banyaknya lansia yang mengalami gangguan kesehatan ini menjadi tantangan tersendiri bagi bidang kesehatan dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi jemaah, terutama pelayanan kesehatan bagi Lansia.
Dia mengatakan, jemaah haji Lansia perlu mendapatkan perhatian khusus. Selain itu, Arfik menekankan jemaah usia lanjut yang mulai pikun harus ada monitoring sendiri. Jemaah haji Lansia dengan penurunan daya ingat dan memiliki penyakit penyerta perlu pendampingan yang lebih ketat.
Editor: Rini