PARBOABOA, Jakarta – Aliansi Kampus Sehat Mental meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia untuk menerbitkan Permendikbud tentang pengadaan layanan konsultasi psikologi di kampus.
National Coordinator of Health Policy Studies Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Putri Adara Yasmin mengatakan, permintaan itu mencuat lantaran terbatasnya akses terhadap layanan konsultasi psikologi di kampus.
“Kesehatan mental merupakan hak dasar dari setiap manusia, maka sudah seharusnya layanan konsultasi psikologi dapat diakses oleh seluruh civitas akademika tanpa terkecuali,” ucap Putri kepada Parboaboa, Senin (06/03/2023).
Berdasarkan survei yang dilakukan Ikatan Lembaga Psikologi Indonesia (ILMPI) dan ISMKI pada Juni 2022 lalu, dari 67 kampus di Indonesia, hanya 35 yang memiliki layanan konsultasi psikologi dengan 15 kampus diantaranya mematok tarif.
Putri mengatakan, dari seluruh layanan konsultasi psikologi tersebut, sebanyak 60 persen layanan konsultasi psikologi perguruan tinggi terkonsentrasi di pulau Jawa.
Selain akses yang terbatas, kata Putri, tingginya gangguan kejiwaan pada mahasiswa juga menjadi salah satu alasan mengapa pihaknya meminta adanya layanan konsultasi psikologi di seluruh kampus di Indonesia.
Mengutip sejumlah penelitian, salah satunya dari I-NAMHS National Survey Report tahun 2022, Putri mengatakan, 1 dari 3 remaja (10-17 tahun) di Indonesia memiliki gangguan jiwa atau sekitar 15,5 juta remaja.
“Survei Ikatan Lembaga Psikologi Indonesia (ILMPI) tahun 2021, Dari 2.530 mahasiswa, sebanyak 82,8% mahasiswa memiliki gejala kecemasan yang tinggi dan 84,1% memiliki gejala depresi yang tinggi,” lanjutnya.
Selain itu, Riskesdas tahun 2018 juga mengungkapkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk kelompok usia 15-24 tahun sebesar 10%.
“Dari referensi tersebut dapat disimpulkan bahwa prevalensi gangguan kejiwaan pada mahasiswa cukup tinggi dan perlu untuk segera diselesaikan,” tegasnya.
Tingginya kasus gangguan kejiwaan pada mahasiswa, kata dia, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor akademik, sosioekonomik, psikologis, hingga gaya hidup.
Lebih lanjut, Putri mengungkapkan, ringkasan kebijakan dan rekomendasi dari pihaknya telah diterima oleh Kemendikbud Ristek Dikti melalui Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti pada 22 Februari lalu dan masih dalam tahap pembahasan.
“Mengenai rancangan dan naskah akademik Permendikbud masih dalam tahap pembahasan,” ujarnya.
“ISMKI, ILMPI, dan Into The Light akan terus memastikan proses penyusunan Permendikbud harus melibatkan unsur mahasiswa, komunitas pasien, akademisi kesehatan jiwa, dan layanan kesehatan jiwa secara komprehensif,” tandasnya.