PARBOABOA, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon baru saja mengumumkan rencana pembaruan catatan sejarah Indonesia.
Rencana ini merupakan hasil diskusi bersama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Jawa Barat pada Sabtu (14/12/2024).
Adapun tujuannya adalah memperkaya pengetahuan dan wawasan sejarah nasional berdasarkan kajian terkini dari para ahli.
“Kami akan segera menyusun versi terbaru atau revisi untuk buku sejarah kita sebagai persiapan menyambut 80 tahun Indonesia merdeka,” ujar Fadli Zon, Sabtu (14/12/2024) lalu.
Sebagai contoh, Fadli menyoroti temuan-temuan baru di era prasejarah yang menunjukkan bahwa peradaban di kawasan Indonesia jauh lebih tua dari yang selama ini diketahui.
Salah satu temuan penting adalah penelitian di Gua Leang-Leang, Maros, yang mengungkapkan bahwa usianya mencapai 40.000-52.000 tahun, atau jauh melampaui perkiraan sebelumnya yang hanya 5.000 tahun.
“Penelitian ini mengubah pemahaman kita. Datanya perlu ditambahkan dalam catatan sejarah. Jika tidak ada temuan baru, kita teruskan yang sudah ada, tetapi temuan ini sangat signifikan untuk direvisi,” jelas Fadli.
Ketua Umum MSI, Agus Mulyana menegaskan pentingnya revisi tersebut untuk memperkuat kepercayaan diri bangsa.
Ia menilai bahwa pembaruan sejarah bisa memberikan dampak positif, terutama dalam menumbuhkan kebanggaan nasional.
“Kadang-kadang kita kurang percaya diri dengan sejarah kita sendiri. Padahal, berdasarkan penelitian, masa prasejarah kita jauh lebih panjang dibandingkan negara-negara lain seperti Mesir atau negara-negara Eropa," ungkap Agus.
Hal ini, lanjutnya perlu diperbarui agar masyarakat Indonesia dapat menyadari keunggulan historis mereka sendiri.
Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI itu menambahkan pembaruan sejarah tidak hanya mencakup prasejarah, tetapi juga masa kolonial. Ia menyoroti kesalahpahaman umum mengenai durasi penjajahan di Indonesia.
“Tidak semua wilayah Indonesia dijajah selama 350 tahun. Proses kekuasaan VOC dan Belanda tidak merata. Misalnya, Aceh baru bisa dikuasai sekitar tahun 1920-an hingga 1930-an," tegasnya.
Meski demikian, Agus menilai penuturan semacam itu belum terjadi sepenuhnya. Jadi, "kita perlu meninjau ulang sejarah kita, karena bangsa ini bukan bangsa yang kalah.”
Revisi juga akan mencakup periodisasi sejarah Indonesia, yang kini terbagi dalam 10 jilid hingga masa reformasi. Agus berharap, periodisasi tersebut dapat diperluas hingga mencakup periode masa kini.
“Kami berharap dapat melanjutkan penulisan sejarah hingga periode sekarang, termasuk pada masa Prabowo. MSI siap terlibat dalam upaya ini, karena penulisan sejarah adalah momentum penting untuk menguatkan identitas bangsa,” tutup Agus.