PARBOABOA, Jakarta – Warganet ramai membicarakan penyataan pengacara dari Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, perihal temuan otak jenazah pindah ke perut pada saat autopsi ulang dilakukan.
Perpindahan letak organ dalam proses autopsi Brigadir J dinilai aneh oleh masyarakat. Meski hal tersebut lumrah bagi dunia kedokteran forensik.
Lantas, mengapa otak dipindahkan ke perut dalam proses autopsi?
Ahli kedokteran forensik dari Universitas Indonesia, dr Budi Sampurna meluruskan kejanggalan tersebut. Ia mengungkapkan, di beberapa negara pemindahan letak otak pasca autopsi sebenarnya bukan hal aneh.
"Kalau di kita kan memang kebiasaannya adalah mengembalikan jaringan ke tempat semula. Itu kebiasan kita. Tetapi di negara lain nggak begitu," ujar ahli kedokteran forensik dari Universitas Indonesia, dr Budi Sampurna, dikutip dari detikcom, Jumat (5/8/2022).
dr Budi menjelaskan, misalnya saja di Jerman, Amerika, serta Belanda, otak jenazah biasanya tidak diletakkan kembali ke dalam kepala setelah autopsi. Para dokter forensik melakukan hal tersebut untuk mencegah cairan otak merembes keluar dari bekas potongan tengkorak pasca autopsi.
"Mengapa tidak dikembalikan di kepala? Kalau di negara lain tadi yang di Jerman, dia dipotongnya lurus saja begitu dari depan ke belakang seperti topi. Sehingga nanti kalau dikembalikan ke situ otaknya kemudian ditutup, maka si tulang ini kan geser-geser nih. Geser-geser itu bisa mengakibatkan otaknya yang nantinya menjadi cair itu akan menjadi keluar, rembes," terangnya.
"Oleh karena itu mereka mengatakan, kalau di kami, tidak kita masukkan kembali ke kepala tetapi kepala itu nanti sudah ditutup seperti kapas, atau ada khusus lah semacam kertas ditaruh situ. Kemudian potong lagi tengkoraknya dan boleh ditutup," sambungnya.
Menurutnya, di Indonesia, jaringan seperti otak akan dikembalikan ke tempat awalnya setelah autopsi. Sebab, di Indonesia ada cara pemotongan tengkorak yang bisa membuat cairan otak tidak merembes dalam posisi setelah autopsi.
"Kepala itu kan dipotong tulangnya. Cara memotongnya kalau di kita itu dibikin siku sehingga nanti waktu ditaruh lagi itu akan tetap dan bisa menampung otak pada waktu dia tiduran," jelas dr Budi.
dr Budi menjelaskan, setiap negara memiliki kebiasaan tata cara autopsi dan pengembalian jaringan setelah autopsi berbeda-beda. Perbedaan itu mengacu pada kepercayaan hingga tradisi masing-masing negara.