parboaboa

Waspada Muncul KLB, IDAI Minta Jaga Cakupan Imunisasi

Hasanah | Kesehatan | 29-05-2023

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso (kanan) bersama ketua Satgas Imunisasi IDAI Hartono Gunardi (kiri) didampingin Sri Rezeki Hadinegoro meluncurkan Rekomendasi Imunisasi Anak te rbaru 2023 di Jakarta, Senin (29/5/2023). (Foto; Parboaboa/Hasanah)

PARBOABOA, Jakarta - Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk menjaga cakupan imunisasi, terutama setelah pandemi COVID-19.

Pasalnya, menurut Ketua PP IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, cakupan imunisasi yang menurun di bawah 60 persen saja bisa memunculkan kejadian luar biasa (KLB) di beberapa daerah.

"Kita tahu mungkin yang cukup heboh ada polio di Aceh kemudian di Purwakarta, difteri, campak, rubella dan lainnya. Bahkan yang tadinya sudah bisa dikendalikan dengan imunisasi yang tinggi dan kekebalan komunitas sudah terjadi, pascapandemi bangkit kembali," kata Piprim, Senin (29/5/2023).

Piprim mengakui Indonesia menghadapi penurunan cakupan imunisasi pascapandemi COVID-19. Padahal, cakupan imunisasi yang tinggi bisa memunculkan kekebalan komunitas.

"Jauh sebelum KLB ini bermunculan kita sudah memberikan peringatan kepada teman-teman untuk bekerja sama dengan dinas kesehatan, selalu hati-hati dan waspada terhadap potensi KLB," ungkapnya.

IDAI juga menilai, KLB yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia menunjukkan upaya pemerintah belum efektif, sehingga pada akhirnya potensi KLB ini muncul. IDAI bahkan telah membentuk Satgas Imunisasi sejak 2000, untuk menangani cakupan imunisasi di Tanah Air.

"Oleh karena itulah, salah satu upaya kami sebagai organisasi profesi melalui para pakar di Satgas Imunisasi dan bekerja sama dengan IDAI menyelenggarakan Childhood Immunization Update (CIU) 2023," terang Piprim.

Ia mengungkapkan, imunisasi tidak hanya menjadi tanggung jawab dokter anak saja, tapi tanggung jawab semua termasuk ulama, guru atau pendidik serta kepala keluarga.

"Di beberapa daerah terkadang ibunya membolehkan imunisasi, tapi bapaknya menolak. Jadi perlu juga dibuat seperti itu untuk mencerahkan masyarakat," ujar Piprim.

Padahal, lanjut Piprim, imunisasi terbukti menjadi upaya yang paling efektif dan efisien mencegah penyakit. Terlebih jika dibandingkan dengan penyakit yang sudah diderita.

"Itu kalau sudah kejadian penyakit bahkan sampai meninggal karena difteri misalnya, atau lumpuh karena polio itu tidak ternilai dan jika dirupiahkan itu tidak bisa dihitung," jelas dia.

Pemerintah melalui Posyandu dan Puskesmas telah menyediakan vaksinasi gratis sehingga mudah untuk dicapai masyarakat. 


"Hanya saja tinggal bagaimana kemauan masyarakat kembali mau melakukan imunisasi. Jadi saya kira ini tugas kita semua dan IDAI terdepan dalam mengadvokasi soal imunisasi," katanya.

"Vaksin kalau hanya disimpan di botol ia tidak bermanfaat bagi kesehatan, tapi ketika disuntikkan menjadi vaksinasi baru dia menyelamatkan kehidupan," imbuh Piprim Basarah.

Editor : Kurnia Ismain

Tag : #imunisasi    #posyandu    #kesehatan    #puskesmas    #covid 19    #klb   

BACA JUGA

BERITA TERBARU