PARBOABOA, Jakarta - Hujan deras yang mengguyur Sumatera Utara sejak Senin (24/11) hingga Selasa (25/11) memicu banjir bandang dan longsor di 11 kabupaten/kota.
Dalam waktu singkat, air bah menghantam pemukiman, memutus akses komunikasi, melumpuhkan listrik, serta menelan puluhan korban jiwa.
Gelombang banjir bandang yang terjadi sejak 24–25 November itu menyapu wilayah-wilayah padat penduduk di Sumatera Utara.
Dampaknya sangat memprihatinkan: 24 orang meninggal dunia, ribuan warga mengungsi, dan belasan lainnya mengalami luka-luka.
Korban terbesar tercatat di Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Pakpak Bharat, serta Tapanuli Selatan — daerah yang sejak awal dikenal rentan bencana ketika curah hujan ekstrem.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan, dalam keterangannya pada Rabu (26/11), menyampaikan bahwa selain korban jiwa, terdapat 37 korban luka ringan, 6 luka berat, serta 5 warga masih dinyatakan hilang.
Situasi ini memperlihatkan betapa dahsyatnya hantaman banjir yang datang tiba-tiba, merusak rumah warga dan fasilitas vital lain.
Kondisi lebih parah terjadi di Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Kedua wilayah ini mengalami banjir bandang berkepanjangan sejak Senin hingga Selasa.
Aliran listrik padam total, jaringan komunikasi terputus, dan akses evakuasi terhambat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara melaporkan bahwa banyak titik terdampak masih sulit dijangkau tim penyelamat karena aliran air yang masih deras serta tertutup material longsor.
Musibah serupa juga memukul Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). Banjir bandang yang menerjang Desa Panggugunan, Kecamatan Pakkat, pada Rabu (26/11) siang, menimbulkan kepanikan warga.
Wakapolres Humbahas, Kompol Manson Nainggolan, menyebutkan bahwa terdapat 11 orang menjadi korban, dan sebagian sempat dinyatakan hilang. Setelah pencarian dilakukan, enam orang ditemukan — dua di antaranya telah meninggal dunia dan empat lain mengalami luka berat.
Meski begitu, upaya pencarian tidak bisa dilakukan secara optimal. Menurut Manson, cuaca ekstrem dan kondisi lapangan yang sangat berbahaya membuat tim evakuasi harus menunda sebagian operasi pencarian. Ia memastikan personel tetap siaga dan siap bergerak begitu situasi memungkinkan.
