Bandara di Kawasan Tambang Morowali, Sorotan Menhan Usai Latihan Terintegrasi TNI

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam kunjungan kerja ke Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yonif TP) 823/Raja Wakaaka di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, Selasa (4/11/2025). (Foto: Dok. Kementerian Pertahanan)

PARBOABOA, Jakarta – Pernyataan tegas Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau sebuah bandara di kawasan pertambangan Morowali menjadi pusat perhatian publik.

Ia menyampaikan pengingat keras tersebut setelah menghadiri Latihan Terintegrasi 2025 yang melibatkan TNI dan sejumlah instansi di Morowali, Sulawesi Tengah, pada Kamis (20/11/2025).

Menurutnya, keberadaan bandara yang beroperasi tanpa kehadiran perangkat negara merupakan sebuah anomali yang membuat kedaulatan ekonomi Indonesia berada pada posisi rawan.

Laman resmi Kemhan RI mencatat, bandara yang disoroti Menteri Pertahanan itu berada tidak jauh dari jalur laut strategis ALKI II dan III, wilayah yang menjadi lintasan vital kapal-kapal internasional.

Peninjauan tersebut dilakukan pada 19 November dalam kapasitas Sjafrie sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional sekaligus Pengawas Tim Penertiban Kawasan Hutan.

Di lokasi yang sama, Komando Operasi Udara Nasional menggelar simulasi penindakan pesawat asing atau pesawat gelap yang memasuki wilayah udara tanpa izin.

Latihan Menyeluruh

Rangkaian latihan berlanjut sehari kemudian. Pasukan Yonko 466 Korpasgat bersama satuan para dari Brigif Para Raider 3/TBS Kostrad melaksanakan operasi perebutan dan pengamanan pangkalan udara.

Di laut, dua kapal perang—KRI Bung Hatta-370 dan KRI Panah-625—melakukan simulasi operasi penyergapan dan penindakan maritim.

Aktivitas besar-besaran itu menegaskan pentingnya Morowali sebagai kawasan yang perlu diawasi ketat dari aspek pertahanan.

Di sela rangkaian kegiatan tersebut, Sjafrie menyoroti adanya anomali regulasi yang menurutnya menimbulkan celah kerawanan bagi kedaulatan ekonomi. Ia menegaskan perlunya deregulasi sekaligus pembangunan kekuatan pertahanan di titik-titik strategis nasional.

Menhan menambahkan bahwa negara tidak akan berhenti menindak berbagai aktivitas ilegal yang merugikan kekayaan bangsa, sebagaimana yang terjadi pada kasus pertambangan ilegal di Bangka. Seluruh temuan selama kunjungan akan ia laporkan kepada Presiden.

Kepala Biro Informasi Pertahanan, Kolonel Arm Rico Ricardo Sirait, menambahkan bahwa pernyataan Menhan merupakan pengingat umum atas pentingnya kehadiran negara pada objek vital.

Ia menjelaskan bahwa absennya pengawasan negara di sebuah bandara dapat memicu aktivitas yang tidak tercatat dan berdampak pada keamanan nasional maupun ekonomi.

Meski demikian, Kemhan masih menunggu pendalaman lebih lanjut antarinstansi sebelum mengambil kesimpulan risiko.

Atas dasar itu,pertanyaan publik mengarah pada kemungkinan adanya bandara gelap. Namun, pengamat penerbangan Alvin Lie menilai hal itu hampir mustahil.

Ia menerangkan bahwa secara regulasi tidak ada kategori bandara tertutup—hanya bandara umum dan bandara khusus.

Bandara Morowali, kata Alvin, masuk kategori bandara khusus yang melayani penerbangan internal pemilik dan pesawat negara atau penerbangan tertentu yang memiliki perjanjian dengan pengelola.

Alvin menjelaskan bahwa sistem penerbangan Indonesia memiliki pengawasan berlapis. Pesawat asing wajib mengantongi security clearance dari Kemhan, Kemlu, dan Kemenhub sebelum mendapat flight approval.

Tanpa itu, pesawat tidak akan dilayani dan akan dicegat TNI. Pesawat domestik pun memiliki regulasi ketat tergantung kapasitasnya.

Ia menegaskan bahwa bandara berada di bawah pengawasan negara melalui Otoritas Bandara dan AirNav Indonesia. Dengan mekanisme ini, ia menyebut penerbangan gelap nyaris mustahil terjadi.

DPR Tinjau Langsung ke Morowali

Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, telah meminta penjelasan dari Ditjen Perhubungan Udara dan menegaskan bahwa pihaknya akan meninjau lokasi usai masa reses.

Ia menjelaskan bahwa bandara khusus memang diatur dalam UU Penerbangan sebagai fasilitas untuk menunjang kepentingan internal perusahaan—misalnya di sektor industri, tambang, atau perkebunan.

Karena itu, bandara khusus tidak wajib memiliki perangkat negara secara lengkap seperti imigrasi atau bea cukai.

Meski pengelolaan sehari-hari berada pada perusahaan, Lasarus menilai keberadaan unsur negara tetap mutlak, baik dalam bentuk aparat pengawasan maupun mekanisme perizinan.

Ia mencontohkan bahwa private jet yang datang dari luar negeri harus melalui izin Kemenhub, clearance Kemlu, dan pemeriksaan Bea Cukai.

Prinsip ini, menurutnya, serupa dengan pengawasan di terminal khusus pelabuhan yang selalu diawasi KSOP.

Komisi V berencana mendalami lebih jauh struktur operasi bandara khusus ini dan akan meninjau langsung Morowali pada masa sidang Januari mendatang.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS