Geger Deepfake Cabul di Semarang, UPTD PPA Buka Posko Pengaduan

Seorang mahasiswa di Undip Semarang membuat dan menyebarkan video serta foto cabul hasil manipulasi wajah menggunakan AI (Foto: Unsplash)

PARBOABOA, Jakarta - Kasus pelecehan berbasis digital mengguncang dunia pendidikan di Kota Semarang setelah terbongkarnya tindakan tak senonoh yang dilakukan oleh Chiko Radityatama Agung Putra.

Chiko diketahui merupakan mahasiswa semester satu di Universitas Diponegoro (Undip), sekaligus alumnus SMA Negeri 11 Semarang. 

Ia diduga membuat dan menyebarkan video serta foto cabul hasil manipulasi wajah menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) dengan melibatkan sejumlah siswi dan seorang guru dari sekolah lamanya.

Kasus ini mencuat setelah sebuah akun media sosial X dengan username @col* mengungkap perbuatan Chiko pada Selasa (14/10/2025). 

Akun tersebut menulis bahwa banyak korban menjadi sasaran dalam kasus ini. Kronologi awal peristiwa bermula dari Chiko yang menyimpan tangkapan layar dari Instagram mantan kekasihnya. 

Ia kemudian memanipulasi sejumlah foto teman-teman mantannya menggunakan teknologi AI hingga menghasilkan konten pornografi palsu.

Unggahan lain dari akun @dinaskegelapan_kotasemarang mengungkap bahwa Chiko diduga mengunggah lebih dari 300 konten cabul di platform X (Twitter) dan menyimpan lebih dari 1.100 video hasil rekayasa wajah di Google Drive. 

Aksi ini disebut telah berlangsung sejak 2023, meski baru terbongkar pada awal Oktober 2025. Sedikitnya lima siswi dan satu guru telah teridentifikasi sebagai korban.

Berdasarkan informasi yang beredar, Chiko memiliki hingga sepuluh akun email berbeda yang digunakan untuk menyimpan dan menyebarkan hasil rekayasanya. 

Fakta ini terungkap setelah beberapa pihak mendatangi kediamannya dan memeriksa perangkat pribadinya. Para korban diketahui saling mengenal dan sebagian besar merupakan lulusan SMAN 11 Semarang.

Menanggapi kejadian ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) membuka posko pengaduan untuk menampung laporan para korban. 

Kepala UPTD PPA Jateng, Eka Suprapti, menyampaikan bahwa pihaknya "siap memberikan pendampingan psikologis dan bantuan hukum" bagi korban.

“Pendampingan akan segera dilakukan setelah kami menerima data resmi dari pihak sekolah. Semakin cepat data diserahkan, semakin cepat pula proses pemulihan bagi para korban,” ujar Eka dikutip dari Kompas.com pada Jumat (17/10/2025). 

Ia juga mengimbau korban atau keluarganya agar melapor melalui hotline resmi PPA Jateng di nomor 0857-9966-4444.

Selain itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng juga sedang menelusuri latar belakang keluarga pelaku, termasuk dugaan bahwa orang tua Chiko merupakan aparat kepolisian. 

Eka menegaskan bahwa pihaknya masih mengumpulkan informasi lengkap dari sekolah untuk memastikan jumlah korban dan lingkup penyebaran konten tersebut.

Di sisi lain, Chiko telah membuat video permintaan maaf yang diunggah ke akun Instagram resmi sekolah @sman11semarang.official pada Selasa (14/10/2025). 

Dalam video berdurasi dua menit itu, ia mengakui kesalahannya dan menyatakan bahwa semua video maupun foto yang tersebar merupakan hasil manipulasi AI.

“Saya dengan tulus memohon maaf atas tindakan saya yang telah mengedit dan menyebarkan foto maupun video teman-teman tanpa izin melalui akun media sosial saya. Saya sadar perbuatan ini mencoreng nama baik sekolah dan menimbulkan dampak buruk bagi banyak pihak,” ujar Chiko dalam video tersebut.

Keterangan Pihak Sekolah

Wakil Kepala SMAN 11 Semarang, Miyarsih, membenarkan bahwa pelaku telah menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Namun, ia menolak memberi keterangan lebih lanjut terkait kondisi para korban. 

“Benar, yang bersangkutan sudah datang dan menyampaikan permintaan maaf di sekolah,” ujarnya di Semarang Selatan, Selasa (14/10/2025).

Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah, Kustrisaptono, menyebut kasus ini sudah ditangani melalui koordinasi antara dinas dan pihak sekolah. 

Ia menegaskan bahwa Chiko bukan lagi siswa aktif, melainkan alumni, sehingga penanganan kasus berada di luar ranah sekolah.

Ia menambahkan, pembatalan ijazah tidak mungkin dilakukan karena pelaku telah resmi menjadi alumni dan ijazah tidak memiliki kaitan langsung dengan tindak pelanggaran tersebut.

Kasus ini menjadi peringatan keras tentang bahaya penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang semakin mudah diakses publik. 

Pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum kini tengah mendalami motif, jaringan penyebaran konten, serta dampak psikologis yang dialami korban. 

Di sisi lain, masyarakat diimbau untuk lebih bijak menggunakan teknologi digital agar tidak disalahgunakan untuk tindakan yang merugikan orang lain.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS