PARBOABOA – Menjaga kebersihan diri menjadi salah satu aspek penting yang wajib dilakukan oleh semua kaum terutama umat muslim, sebab kebersihan merupakan bagian dari iman.
Rasulullah SAW juga memberikan ajaran tegas mengenai pentingnya menjaga kebersihan tubuh, seperti memotong kuku.
Tak heran jika banyak muslimah bertanya mengenai hukum memotong kuku saat haid.
Mengutip dari buku berjudul Haid dan Kesehatan Menurut Ajaran Islam karya Majelis Ulama Indonesia (2016), hukum memotong kuku ketika haid yaitu boleh dan tidak perlu mencuci kuku yang sudah dipotong.
Hal ini diperbolehkan karena merujuk pada tidak adanya dalil hadits yang melarang seorang perempuan yang sedang haid untuk memotong kuku.
Agar kamu lebih memahaminya, berikut akan diulas hadits dan hukum memotong kuku saat haid menurut pendapat beberapa madzhab.
Hadits Memotong Kuku
Rasulullah SAW bersabda:
الْÙÙطْرَة٠خَمْسٌ الْخÙتَان٠وَالÙاسْتÙØْدَاد٠وَقَصّ٠الشَّارÙب٠وَتَقْلÙيم٠الْأَظْÙَار٠وَنَتْÙ٠الْآبَاطÙ
Artinya: "(Sunnah) fitrah ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur bulu ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kuku." (HR Bukhari dan Muslim)
Sedangkan dalam hadits riwayat lain diterangkan bahwa sunnah fitrah terdiri dari 10 hal. Sebagaimana dikatakan Aisyah RA dari Nabi SAW:
عَشْرٌ Ù…Ùنْ الْÙÙطْرَة٠قَصّ٠الشَّارÙب٠وَإÙعْÙَاء٠اللّÙØْيَة٠وَالسّÙوَاك٠وَاسْتÙنْشَاق٠الْمَاء٠وَقَصّ٠الْأَظْÙَار٠وَغَسْل٠الْبَرَاجÙم٠وَنَتْÙ٠الْإÙبÙØ·Ù ÙˆÙŽØَلْق٠الْعَانَة٠وَانْتÙقَاص٠الْمَاء٠قَالَ زَكَرÙيَّاء٠قَالَ Ù…Ùصْعَبٌ وَنَسÙيت٠الْعَاشÙرَةَ Ø¥Ùلَّا أَنْ تَكÙونَ الْمَضْمَضَةَ
Artinya: "Sepuluh hal yang termasuk fitrah, yaitu menggunting (menipiskan) kumis, memelihara (memanjangkan) jenggot, bersiwak (menggosok gigi), istinsyaq (memasukkan air ke hidung ketika berwudhu), memotong kuku, membasuh sela-sela jari (Barajim), mencabut (mencukur) bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan bersuci dengan menghemat air." (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah)
Hukum Memotong Kuku Menurut Para Ulama
Adapun 10 perbedaan pendapat dari para ulama mengenai hukum memotong kuku saat haid, yaitu:
1. Imam Syafi'i
Hukum memotong kuku saat haid menurut Imam Syafi'i dengan tegas memperbolehkan perempuan yang sedang haid atau nifas untuk memotong kuku, mencukur bulu ketiak atau kemaluan dan sebagainya.
Tidak ada ketentuan untuk hal tersebut dan tidak bisa berdampak buruk pada saat hari bangkit di kemudian hari. (Kitab Tuhfatul Muhtaj 4/56)
2. Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin
Hukum memotong kuku saat nifas menurut Syeikh Muhammad menjelaskan bahwa:
“Wanita yang haid boleh memotong kukunya dan menyisir rambutnya, dan boleh mandi junub, … pendapat yang dianut oleh sebagian wanita bahwasanya wanita yang haidh tidak boleh mandi, menyisir rambutnya, dan memotong rambutnya maka ini tidak ada asalnya (dalilnya) di dalam syari’at, sebatas pengetahuan saya”. (Kitab Ihya’ Ulumiddin)
3. Al-Utsaimin
Al-Utsaimin menekankan pentingnya bagi perempuan yang sedang mengalami menstruasi, nifas, atau mengalami mimpi basah untuk menjalani mandi wajib dan juga memotong kuku untuk membersihkan diri.
4. Muhammad bin Yusuf Al Ibadhi
Muhammad bin Yusuf Al Ibadhi dalam kitabnya Syarkh An Nail Wa Syifai Alil, menyebutkan pemahaman larangan perempuan haid dan nifas untuk memotong kuku atau rambut termasuk dalam perkara bi’dah.
5. Shahih Al-Hakim
Di dalam Shahih Al Hakim juga disebutkan, “Baik hidup ataupun saat mati”.
Saya tidak mengetahui dalil syar’i yang memakruhkan potong rambut dan kuku saat junub.
Bahkan sebaliknya, Rasulullah bersabda kepada orang yang baru masuk Islam, “Buanglah rambut kekafiran darimu dan berkhitanlah,” (HR Abu Dawud).
Dari sabda ini dijelaskan bahwa kedua hal tersebut boleh dilakukan.
Demikian juga perempuan haid diperintahkan untuk menyisir rambut saat mandi sementara sisiran rambut itu bisa merontokkan rambut,” (Majmu’ Fatawa, 21/120-121).
6. Pendapat Al-Ghazali
Hukum memotong kuku ketika haid menurut Al-Ghazali:
"Tidak semestinya memotong (rambut) atau menggunting kuku atau memotong ari-ari, atau mengeluarkan darah atau memotong sesuatu bagian tubuh dalam keadaan junub, mengingat seluruh anggota tubuh akan dikembalikan kepada tubuh seseorang.
Sehingga (jika hal itu dilakukan) maka bagian yang terpotong tersebut kembali dalam keadaan junub.
Dikatakan: setiap rambut dimintai pertanggungjawaban karena janabahnya.
Meski begitu, Imam Al Ghazali tidaklah sampai mengharamkan hal tersebut dan hanya sebatas makhruh, terlihat dari kata yang dipakai yakni "tidak semestinya".
7. Atho bin Abi Robah RA
Atho bin Abi Robah RA, seorang tabi'in senior, menyatakan bahwa seseorang yang berada dalam keadaan junub diizinkan untuk menjalani hijamah (pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor), memotong kuku, dan mencukur rambutnya, bahkan jika belum melakukan wudu. (Kitab Shahih al-Bukhari (1/496).
8. Fatawa Al-Kubra
Dalam kitab Fatawa Al-Kubra dijelaskan: “Dan aku tidak mengetahui atas makruhnya menghilangkan rambut bagi orang yang sedang junub dan menghilangkan kukunya dalam dalil Syar’i, akan tetapi, sungguh Rasulullah telah berkata kepada orang yang masuk Islam:
“Jatuhkanlah (hilangkan) darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah." Maka, Rasulullah SAW yang masuk Islam untuk mandi, dan tidak menyuruh untuk mengakhirkan khitan dan menghilangkan rambut dan mendahulukan mandi." (Fatawa Al-Kubra: 1/275)
9. Ibnu Rajab al Hanbali
Dalam penjelasan Fath al-Bari Syarah Shohih al-Bukhari oleh Ibnu Rajab al-Hanbali, disampaikan bahwa hukum memotong kuku saat haid yaitu diperbolehkan.
Selain memotong kuku juga wajib mencuci dan menyisir rambut.
10. Hukum Memotong Kuku Saat Haid Menurut NU
Pendapat ini dari Syekh Ibnu Utsaimin di dalam kumpulan fatawa Az Ziinah Wai Mar’ah karangannya.
Syekh Utsaimin membantah anggapan bahwa orang yang sedang haid, nifas, atau junub dilarang memotong kuku dan rambut.
Sebaliknya, orang yang sedang haid dan nifas sebenarnya dianjurkan untuk menjaga kebersihan tubuhnya, termasuk dalam hal memotong kuku dan mencukur rambut.
Demikianlah penjelasan mengenai hukum memotong kuku saat haid menurut beberapa mahzab.
Semoga dengan penjelasan di atas, wawasanmu kian bertambah, ya.
Editor: Ratni Dewi Sawitri