Indonesian Lantern Media Gelar Nobar & Diskusi Film Pendek Menjahit Harapan

Pang Santi memerankan tokoh Liana, seorang imigran Indonesia di Philadelphia, Amerika Serikat, dalam film pendek "Menjahit Harapan" (Stitching of Hope) besutan sutradara Deddy Raksawardana. (Foto: Tangkap Layar)

PARBOABOA, Jakarta – Indonesian Lantern Media kembali menghadirkan ruang refleksi budaya dengan cara yang segar dan inspiratif. Kali ini, mereka menggelar nonton bareng dan diskusi film pendek berjudul Menjahit Harapan (Stitching of Hope). 

Acara ini berlangsung secara virtual melalui platform Zoom pada Selasa, 26 Agustus 2025, sehingga membuka kesempatan bagi masyarakat Indonesia maupun diaspora di berbagai penjuru dunia untuk ikut serta.

Film Menjahit Harapan hadir tepat di momentum bersejarah: peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. 

Karya ini merupakan hasil garapan Deddy Raksawardana, mantan gitaris Band Naff, yang kini menuangkan kreativitasnya melalui medium film. 

Dukungan penuh dari Indonesian Lantern Media menjadikan film ini bukan sekadar tontonan, melainkan juga sarana refleksi, harapan, dan inspirasi bagi siapa saja yang menontonnya.

Kisah Film

Film ini terinspirasi dari kisah nyata diaspora Indonesia di Philadelphia, Amerika Serikat, khususnya mereka yang terdampak Tragedi Mei 1998. 

Tokoh utama, Liana—diperankan oleh Pang Santi, korban langsung peristiwa kelam itu—digambarkan sebagai perempuan yang terpaksa meninggalkan Indonesia setelah tragedi tersebut.

Di Philadelphia, Liana bekerja di usaha dry clean. Meski begitu, keterampilan menjahit yang dibawanya dari tanah kelahiran tetap menjadi bagian penting hidupnya. 

Menjelang 17 Agustus, ia diminta komunitas untuk menjahit bendera yang akan dikibarkan pada upacara Hari Kemerdekaan di City Hall Philadelphia.

Permintaan itu memunculkan konflik batin: antara luka masa lalu yang belum sembuh dengan rasa cinta tanah air yang masih membekas. 

“Kisah dalam film ini bukan sekadar tentang menjahit sehelai bendera, tetapi juga tentang menjahit kembali potongan-potongan hati yang pernah terkoyak.” Jelas Deddy Raksawardana, kepada media.

Dimensi Emosional 

Autentisitas film semakin kuat karena Pang Santi sendiri mengalami langsung peristiwa Mei 1998. Hal ini menjadikan film bukan hanya karya seni, tetapi juga bentuk kesaksian sejarah.

Selain Liana, film menampilkan tokoh-tokoh diaspora lain:

  • Raka (Ardi Wibowo), imigran yang berusaha bangkit dari trauma sambil tetap mencintai Indonesia.
  • Sinta (Maya Putri), sahabat Raka yang selalu menegaskan ikatan tanah air tidak pernah pudar meski terpisah jarak.
  • Pak Jaya (Dimas Prakoso), tokoh senior diaspora yang percaya luka sejarah harus dijahit menjadi kekuatan.
  • Mira (Laras Ayu), generasi muda yang belajar mencintai tanah air lewat kisah pendahulunya.

Dengan alur sederhana namun penuh lapisan emosi, Menjahit Harapan mengajak penonton merenungi arti kehilangan, solidaritas, dan harapan.

Lebih dari sekadar drama personal, film ini menghadirkan refleksi tentang trauma kolektif masyarakat Indonesia pasca-Mei 1998. 

Pesan utamanya adalah pentingnya menjaga ingatan sejarah agar generasi mendatang dapat membangun masa depan yang lebih inklusif dan penuh empati.

“Acara pemutaran film ini sekaligus menjadi momen refleksi bersama akan arti kemerdekaan dan rumah yang kita bawa di dalam diri,” ujar Deddy.

Tragedi Mei 1998

Sebagai konteks, kerusuhan Mei 1998 terjadi pada 13–15 Mei di Jakarta, Medan, dan Surakarta, dipicu krisis finansial Asia serta Tragedi Trisakti pada 12 Mei. 

Peristiwa ini memakan banyak korban, menghancurkan ratusan usaha milik warga keturunan Tionghoa, dan mendorong kejatuhan Presiden Soeharto.

Banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa kemudian memilih meninggalkan tanah air. 

Dari luka sejarah inilah, film Menjahit Harapan menemukan relevansinya: mengingatkan pentingnya merawat sejarah agar bisa melahirkan kekuatan baru.

Tentang Indonesian Lantern Media

Indonesian Lantern Media berdiri sejak 12 Oktober 2015 di Philadelphia, AS, dengan visi menjadi ruang ekspresi, edukasi, dan pelestarian budaya bagi diaspora. 

Melalui film, penulisan, hingga diskusi publik, komunitas ini terus menjembatani hubungan masyarakat Indonesia di perantauan dengan akar budaya, sejarah, dan identitas nasional.

Dengan penyelenggaraan Menjahit Harapan, mereka menegaskan peran penting diaspora dalam merawat memori kolektif bangsa, memperkuat solidaritas, dan menjaga cinta tanah air meski jarak dan waktu memisahkan.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS