PARBOABOA – Suhandia dan suaminya, Firman, membuat keputusan nekat pada 2019. Mereka sudah bulat tekad meninggalkan kehidupan bertani di kampung halaman untuk membuka warung kelontong di Jakarta.
Hasil penjualan perhiasan emas simpanan plus uang pinjaman menjadi modal mereka. Berbekal uang Rp80 juta di kantong, keduanya berangkat dari Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, ke Jakarta.
Suhandia dan Firman menyewa tempat berukuran 3x3 meter untuk warung di Jalan Raya Tengah, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, seharga Rp20 juta. Uang modal sisanya digunakan untuk berbelanja peralatan warung dan mengisi barang dagangan.
"Di Madura kurang lapangan pekerjaan. Di sini kan banyak kerjaan, jagain warung, jadi agen," kata Suhandia perihal latar belakang keputusannya hijrah ke Jakarta.
Rabu (12/6/2024) dini hari, ketika Parboaboa datang ke warungnya, ia sedang kebagian sif jaga. Jadwalnya dari pukul 14.00-03.00 WIB.
Seperti halnya kelontong madura lain, warungnya buka 24 jam. Sang suami sudah siap bertukar jaga bila jam waktu Suhandia selesai.
Merupakan hal lumrah ketika warung madura dijaga sepasang suami-istri. Selain lebih efisien, suami-istri yang menjaga warung madura lebih mudah klop dan minim konflik.
Warung madura milik Suhandia menjajakan pelbagai kebutuhan pokok dan sehari-hari. Ia dan suami tidak mengambil untung banyak untuk tiap barang yang dijual.
"Saya kan ngambil untung sedikit. Misal rokok itu untungnya paling 500 perak, ada yang 700 perak per bungkus," ungkap perempuan 50 tahun itu.
Buka 24 jam dan menjual barang kelontong dengan harga murah sudah menjadi atribut yang tidak bisa dilepaskan dari warung madura yang kini menjamur di mana-mana. Warung madura sadar harus bersaing dengan pemain ritel lain, mulai dari pedagang kelontong setempat, hingga ritel modern yang juga menjamur.
Menurut Abdul Hamied, Ketua Paguyuban Warung Sembako Madura Indonesia, membuka warung 24 jam menjadi salah satu strategi meraup untung. Waktu operasional itu tidak hanya menjadi pembeda, tapi juga nilai tambah yang ditawarkan.
"Banyak warung Madura itu dapat income yang lebih dari warung yang lain justru ketika warung-warung lain tutup," ungkapnya.
Ia mengatakan, banyak orang yang tinggal di pinggiran Jakarta mulai beraktivitas sejak pukul 3 dini hari. Ceruk itu yang dibidik warung madura.
Hamied paham betul karakteristik masyarakat di daerah pinggiran. Ia punya 10 warung madura yang tersebar di Depok, Bogor dan Tangerang Selatan.
"Mereka yang kerjanya di Jakarta berangkatnya dari jam 3 dini hari. Paling lambatnya jam 5 pagi. Nah disitulah kita dapat market tuh," ia menambahkan.
Di sisi lain, ada juga kecenderungan warga Jabodetabek yang gemar begadang. Orang semacam itu sering mencari sekadar mi instan atau kopi di tengah malam.
Secara umum, warung madura lebih menyasar segmen pembeli menengah ke bawah. Hamied menggambarkan persaingan di kelompok konsumen ini sebagai medan yang "sadis".
Karakteristik pembelinya sangat sensitif terhadap harga. Selisih harga beberapa ratus perak saja bisa membuat penjual kehilangan pelanggan.
"Bisa geser warung, mereka pindah belanja ke yang lain," kata Hamied.
Karena itu, warung madura berusaha mematok harga semurah mungkin. Para pengelolanya mengambil margin tipis untuk menekan harga.
Keuntungan dari setiap barang paling besar biasanya 10 persen dari harga modal. Hamied berani bertaruh harga rokok yang dijual di warung madura lebih murah dibanding harga toko kelontong lain.
"Dalam satu bungkus paling kita mengambil keuntungan kadang seribu atau dua ribu. Enggak nyampe malah kadang," tantang Hamied.
Warung madura lebih mengincar kuantitas transaksi ketimbang keuntungan besar dari harga jual per barang. Dengan begitu, pelanggan akan kembali lagi berbelanja di sana.
Keberlanjutan transaksi itulah yang menghidupi warung madura. Malah, tidak sedikit warung Madura yang berani mengambil untung 5-7 persen saja. Biasanya praktik tersebut dilakukan warung madura yang baru buka beberapa bulan.
Menurut Mohammed Zainal Alim, Ketua Perhimpunan Warung Madura Indonesia, itu menjadi strategi untuk membangun loyalitas konsumen di awal-awal masa merintis toko. Warung madura bisa hidup dengan margin kecil karena biaya operasionalnya tidak terlalu besar.
Apalagi bila dibandingkan dengan gerai waralaba ritel modern. "Ritel modern ada banyak pos-pos pengeluaran yang harus di-cover, harganya lebih tinggi juga dari kita," ujar Zainal.
Sementara dengan biaya operasional yang lebih rendah, warung madura bisa bermain di harga yang lebih murah. Perkiraan balik modalnya juga relatif singkat.
Modal awal membuka warung madura bisa bervariasi dari Rp30-100-an juta. Variabel paling menentukan biasanya adalah lokasi toko dan kelengkapan barang yang dijajakan.
Warung madura akan mengincar titik di pinggir jalan yang hidup 24 jam. Tidak ada kriteria baku, yang pasti jalan itu harus menjadi akes keluar-masuk tempat lalu lalang orang.
Makin strategis lokasinya, harga sewanya akan lebih mahal. Akan tetapi hasilnya juga masih sepadan.
Rentang biaya sewa kios rata-rata sekitar Rp5 juta sampai Rp20 juta setahun, tergantung letak dan ukuran. Sementara tempat yang agak besar di daerah ramai sewa ruko besar bisa mencapai Rp80 juta.
Zainal mengatakan, rata-rata omzet warung madura per hari Rp3-5 juta. Di lokasi strategis pemasukannya malah bisa sampai Rp7-8 juta per hari.
"Di masing tempat beda ya. Kan objek penghasilannya enggak sama," ujarnya.
Dari omzet sebesar itu, tiap hari warung akan menyisihkan 10 persen pemasukan sebagai keuntungan kotor. Kemudian jumlah itu dikurangi biaya operasional, seperti menyewa tempat, bayar listrik, bagi hasil jika pemilik mempekerjakan penjaga, dan lain-lain.
Warung yang baru buka umumnya butuh waktu beradaptasi. Beberapa bulan awal omzetnya tidak akan begitu besar. Pemasukan baru akan membaik biasanya setelah warung buka tiga bulan ke atas.
Kalau mujur, kata Zainal, warung madura bisa balik modal dalam jangka waktu 12 bulan hingga 18 bulan. "Kalau tempatnya bagus dan ramai, ya enam bulan sudah bisa balik modal," ucap Zainal yang memiliki dua warung, masing-masing di Jombang dan Mojokerto, Jawa Timur.
Bila dibedah, rata-rata omzet terbesar warung madura berasal dari penjualan bensin eceran. Porsinya bisa mencapai 40-60 persen dari seluruh pemasukan.
Khusus untuk pertalite, warung madura mengambil margin lebih besar dibanding komoditi lain, besarannya berkisar antara 20-25 persen. Sementara itu, penjualan rokok biasanya masuk di peringkat kedua sumber pemasukan utama.
Barulah kemudian komoditi lain menyusul. Yang jelas, murah jadi semacam mantra sakti buat warung madura.
Makanya, di lapangan para penjaga warung harus pintar-pintar mencari agen perkulakan penyedia barang dengan harga miring. Tidak ada aturan baku ke mana warung madura mendapat suplai barang.
Mereka kerap memiliki berbelanja di agen terdekat. Satu warung bisa mendapat barang dari puluhan agen berbeda.
Ada barang tertentu yang lebih murah di agen satu, sementara lebih mahal di agen yang lain. Widia, pemilik dan penjaga warung madura di bilangan Cakung, Jakarta Timur, misalnya, tak cuma punya satu agen langganan saja.
Ia punya daftar belasan agen yang menjadi pemasok di warungnya. Lain komoditi, lain pula agen yang jadi pemasok.
"Biasanya sesama warung madura saling merekomendasikan agen-agen mana yang lebih murah di suatu daerah," papar Widia.
Mana yang paling murah dibanding agen lain, itu yang dia ambil. Biasanya pemilik toko sudah punya daftar agen langganan.
Tapi mereka akan membebaskan penjaga toko untuk mencari agen lain yang punya harga lebih murah. Karena berbelanja di agen sekitar, warung madura punya efek domino bagi lingkungan sekitar.
Ada rantai pasok yang turut dihidupi oleh jaringan warung madura. Mohammed Zainal Alim mengatakan, warung madura berusaha untuk bersimbiosis dengan komunitas di lokasinya berusaha.
"Agen-agen lokal tempat belanja warung Madura, sangat diuntungkan dengan hadirnya warung-warung Madura," imbuhnya.
Reporter: Azam, Patrick, Ami
Editor: Jenar