parboaboa

Kacau Balau Pengawasan di Balik Tragedi Kematian 4 Harimau Medan Zoo

TIM Parboaboa | Liputan Unggulan | 29-01-2024

Papan penanda kandang Harimau Benggala di Medan Zoo. (Foto: PARBOABOA/Susanna Hutapea)

PARBOABOA, Medan - Sebuah pesan masuk ke ponsel reporter Parboaboa, Rabu 24 Januari sore, pekan lalu. Pengirimnya seorang aktivis perlindungan satwa.  

"By the way, satu harimau Medan Zoo mati lagi," tulisnya melalui aplikasi perpesan. 

Satwa malang itu bernama Wesa, seekor harimau benggala berusia 19 tahun penghuni Medan Zoo. Hari itu juga, Parboaboa berusaha mengonfirmasi kabar tersebut ke sana kemari. 

Akan tetapi, semua pihak terkait kompak tak memberi respons. Pengelola Medan Zoo, PUD Pembangunan—BUMD yang membawahkan Medan Zoo, hingga Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara, memilih bungkam.

Titik terang kematian Wesa baru diungkap dua hari kemudian, Jumat (26/1/2024). Pelaksana tugas (Plt) Dirut PUD Pembangunan Medan, Bambang Hendarto, membenarkan kabar itu. 

Ia menyatakan Wesa menjemput ajal pada 22 Januari lalu. Wesa menambah panjang kasus kematian satwa di Medan Zoo. 

Sejak November tahun lalu, berdasarkan catatan Parboaboa, sudah empat harimau bergantian kehilangan nyawa di Medan Zoo. 

Wesa menyusul Erha (mati 6 November 2023), Avatar (15 November), dan Nurhaliza Putri (31 Desember). Putri dan Erha adalah jenis harimau sumatera, sementara Avatar dan Wesa jenis harimau benggala.

Keduanya masuk kategori satwa terancam punah. Dari hasil pemeriksaan medis, kematian harimau di Medan Zoo disebabkan pneumonia (peradangan paru) dan renal disease (gangguan ginjal). 

Celakanya, masih ada tiga harimau lain di Medan Zoo yang mengidap masalah kesehatan serupa. Dua harimau sumatera dan satu harimau benggala itu diperkirakan tak berumur panjang. 

"Kondisi penyakitnya sudah tidak bisa disembuhkan," ungkap Bambang Hendarto. 

Penanganan satwa di Medan Zoo yang buruk diduga menjadi penyebab banyak harimau sakit di sana.

Gambaran kondisi pemeliharaan satwa Medan Zoo bisa disimak dalam liputan Parboaboa sebelumnya di artikel: Medan Zoo Kritis: Satwa Telantar, Banyak Utang hingga Karyawan Tak Digaji 

Menurut dokter hewan Maria Mingremini Panggabean, pneumonia bisa disebabkan infeksi bakteri, jamur maupun virus.

Ia menekankan bahwa kondisi kesehatan tersebut muncul karena akumulasi berulang. 

Kebersihan kandang yang buruk bisa menjadi salah satu faktor pemicunya. Tanpa penanganan memadai pada awal kemunculan gejala, kondisi harimau akan menurun drastis. 

"Meningkat menjadi penyakit pneumonia yang kronis," terang Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Sumatra Utara itu. 

Kondisi satwa akan kian parah bila tubuh mereka kekurangan nutrisi. Harimau akan kehilangan daya tahan untuk melawan peradangan yang disebabkan infeksi. 

Adapun kerusakan ginjal, menurut Maria, umumnya terjadi pada hewan berusia tua. Tapi ia menegaskan, renal disease juga berpotensi terjadi akibat komplikasi infeksi berat yang merembet ke ginjal. 

Maria menduga kondisi buruk di Medan Zoo sudah berlangsung lama. Sebab, penyakit yang diderita hewan tidak akan begitu saja muncul tiba-tiba.

"Itu bukan perkara 1-2 hari atau satu bulan, mungkin tahunan," ia memperkirakan.  

Seekor harimau di Medan Zoo. Harimau tersebut terlihat kurus dan hanya berjalan pelan di sekitar kandangnya. (Foto: PARBOABOA/Susanna Hutapea)

Pengelolaan Medan Zoo yang tidak memadai memang telah berlangsung berkepanjangan. Rahmat Shah, Ketua Umum Perhimpunan kebun Binatang seluruh Indonesia, punya pengalaman langsung berhubungan dengan situasi di Medan Zoo. 

Ia menuturkan, pernah meminta acara peresmian salah satu satwa koleksi Medan Zoo disetop pada periode 2000-an. Waktu itu, kondisi satwanya sudah memprihatinkan. 

Sekitar 10 tahun lalu, Rahmat juga sempat berniat mengambil alih Medan Zoo. Medan Zoo, menurutnya, sudah tidak pantas disebut sebagai lembaga konservasi. 

"Jadi itu sudah lama tidak layak," katanya kepada reporter Parboaboa, Ahmidal. 

Masalahnya kian parah dari tahun ke tahun, dan diwariskan dari satu wali kota ke wali kota lain. Kesejahteraan satwanya saat ini berada di titik terendah.

Rahmat sudah tiga kali bertemu Wali Kota Medan, Bobby Nasution, untuk membahas nasib Medan Zoo. Persamuhan mulai intensif sejak kasus kematian harimau ramai diperbincangkan publik akhir tahun lalu. 

Dari diskusi mereka, diambil keputusan untuk menutup Medan Zoo. Selanjutnya, ada rencana untuk merevitalisasi Medan Zoo. 

Bagi Rahmat, wali kota yang menjabat sekarang hanya kebagian tumpukan masalah yang lama mengendap. Ia pun memaklumi bila pemerintah kota terkesan lamban menangani persoalan Medan Zoo. 

Pasalnya, wali kota perlu mengikuti serangkaian prosedur dan birokrasi untuk mengambil keputusan. 

"Beliau kan bergerak tidak seperti kita, bebas. Kalau kami kan bisa langsung," ujar Rahmat. 

Di samping persoalan infrastruktur dan pendanaan, Medan Zoo juga terbelit masalah institusional. The Wildlife Whisperer of Sumatra mengkritik tata kelola Medan Zoo yang berada di bawah PUD Pembangunan, BUMD milik Pemkot Medan. 

Nomenklatur kelembagaan itu menyebabkan Medan Zoo dituntut menghasilkan profit. Penempatan Medan Zoo sebagai unit bisnis dinilai tidak tepat.  

"Sama saja Pemko Medan melakukan eksploitasi satwa di sini," tegas Arisa Mukharliza, Juru Kampanye Satwa Liar The Wildlife Whisperer of Sumatra.

Seekor harimau di Medan Zoo. Ia terlihat sesekali mengelilingi kandangnya lalu beristirahat sambil melihat ke arah pengunjung. (Foto: PARBOABOA/Susanna Hutapea)

Kacaunya pengawasan pemerintah terhadap Medan Zoo menambah ruwet masalah. Kematian satwa sebenarnya bisa dihindari, atau setidaknya diantisipasi. 

Arisa mengatakan, BBKSDA Sumut dapat mencabut izin Medan Zoo dan menghibahkan satwanya ke lembaga konservasi lain. 

"Tindakan-tindakan itu terlihat lambat dilakukan," sesalnya. 

Kasus Medan Zoo, kata Arisa, mencoreng citra lembaga konservasi kebun binatang. Makin menjadi ironi ketika di luar sana para pegiat konservasi berjuang mati-matian menyelamatkan populasi satwa liar Indonesia. 

Kewenangan pengawasan pemerintah jelas tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.22/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2019 tentang Lembaga Konservasi.

Pasal 46 huruf k beleid itu mewajibkan lembaga konservasi memberikan laporan rutin tiga bulanan. Bila dinilai tidak memenuhi ketentuan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menjatuhkan sanksi administratif, denda, hingga pencabutan izin. 

Pemerintah dengan kewenangannya justru tidak hadir untuk memastikan hak satwa di Medan Zoo terpenuhi. 

"Belum ada mekanisme pertanggungjawaban eksternal untuk memastikan bahwa sistem ini betul-betul diterapkan," timpal Fauzia Executive Officer Forum HarimauKita. 

Ironisnya, berdasarkan informasi yang Parboaboa kumpulkan, kondisi Medan Zoo yang memprihatinkan sebenarnya sudah masuk radar BBKSDA Sumatera Utara sejak April 2023. 

Temuan Parboaboa di lapangan menunjukkan, Medan Zoo melanggar sejumlah ketentuan lembaga konservasi. Misalnya saja soal kondisi kandang yang tidak layak. 

Penampakan salah satu kandang harimau di Medan Zoo dengan kondisi pagar kandang yang telah rusak. (Foto: PARBOABOA/Susanna Hutapea)

Ditambah lagi, tidak ada dokter hewan di Medan Zoo. Semua dokter hewan yang bekerja di sana mengundurkan diri setelah manajemen dihantam krisis keuangan parah.

Doni Herdaru Tona, Ketua Animal Defenders Indonesia, menilai pemerintah kecolongan. Kematian empat harimau menjadi bukti tidak sigapnya BBKSDA mengantisipasi persoalan yang sudah lama tampak. 

Ia meminta Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan melakukan pemeriksaan internal. Inspektorat perlu diturunkan untuk mengaudit pihak-pihak yang lalai dalam menjalankan fungsinya. 

"Seolah, kalau enggak viral, enggak mau gerak. Kalau enggak kompeten, mundur saja," katanya dengan nada keras. 

Hal senada juga dilontarkan Rianda Purba, Ketua Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara. Ia mendesak pemerintah mengevaluasi total Medan Zoo. Nyawa satwa yang melayang bukan persoalan sepele. 

Jajaran manajemen perlu berbenah. Pengelola perlu melibatkan orang-orang profesional dalam penanganan satwa. 

Pemerintah Kota, kata Rianda, juga harus berkomitmen meningkatkan anggaran yang cukup untuk Medan Zoo. Ia menilai apa yang terjadi selama ini mempertontonkan sikap abai dan pembiaran.

"Kita mau mendengar Medan Zoo menjadi pusat pengetahuan terhadap satwa, bukan pemakaman satwa," ujarnya. 

Kepala BBKSDA Sumatera Utara, Rudianto Saragih Napitu, tidak menjawab tegas soal hasil evaluasi dan sanksi untuk Medan Zoo. 

"Itu menjadi langkah alternatif pilihan kita," ujarnya. Ia mengatakan BKSDA sementara fokus untuk merawat satwa yang masih hidup.

Reporter: Ahmidal dan Susanna Hutapea

Editor : Kurniati

Tag : #Medan Zoo    #Medan    #Liputan Unggulan    #Kebun Binatang Medan    #DPRD Medan    #Pemkot Medan    #Wisata Medan   

BACA JUGA

BERITA TERBARU