PARBOABOA, Jakarta – Kasus penembakan seorang siswa SMK di Semarang pada Minggu (24/11/2024) masih menyisakan tanda tanya di kalangan masyarakat.
Sejumlah investigasi dan pencarian dilakukan untuk mengungkap latar belakang dan motif di balik kasus tersebut.
Terbaru, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memaparkan hasil investigasi terkait kasus penembakan terhadap murid SMK di Semarang yang melibatkan Aipda Robig Zaenudin.
Dalam insiden tersebut, tiga remaja menjadi korban, yakni G yang meninggal dunia, sementara A dan S mengalami luka berat.
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pengawasan dengan berkoordinasi dengan berbagai pihak.
Di antaranya Polres Semarang, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) setempat, pihak sekolah, keluarga korban, Propam Polda Jawa Tengah, Dinas Pendidikan, serta tiga anak yang dinyatakan berhadapan dengan hukum.
"Kami menemukan adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak. Tiga remaja menjadi korban kekerasan fisik dan psikis akibat penembakan dengan senapan," ujar Diyah dalam sebuah keterangan, Selasa (03/12/2024).
Diyah menjelaskan pelanggaran tersebut didasarkan pada fakta bahwa penembakan dilakukan dari jarak dekat, yaitu kurang dari satu kilometer.
Ironisnya, pelaku tidak memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum melepaskan tembakan ke arah korban.
"Tembakan dilepaskan ketika anak-anak telah berbalik arah untuk pulang. Hal ini jelas menunjukkan adanya pelanggaran kode etik, terutama karena jarak penembakan sangat dekat," tegasnya.
Lebih lanjut, Diyah menjelaskan bahwa meskipun korban terlibat dalam aksi kejar-kejaran motor yang mengarah pada potensi tawuran, mereka sudah memutuskan untuk pulang sebelum bentrokan terjadi.
"Tidak ada tindakan penyerangan dari kelompok remaja terhadap pelaku," tambah Diyah.
KPAI juga menyoroti penetapan status hukum terhadap tiga anak dalam kasus ini. Menurut Diyah, langkah tersebut tidak sesuai karena bentrokan antara kelompok remaja belum sempat terjadi.
Selain itu, baik KPAI maupun UPTD PPA tidak dilibatkan dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Polres Semarang.
"Tidak ada dasar yang kuat untuk menyebut kelompok ini sebagai gangster, seperti yang diungkapkan pihak kepolisian," kata Diyah.
Ia menjelaskan bahwa hubungan antaranggota kelompok tersebut bersifat informal dan tidak terstruktur.
Beberapa di antaranya saling mengenal sebagai teman atau saudara, sementara lainnya hanya saling berkomunikasi melalui Instagram atau bertemu di warung kopi.
"Kelompok ini sangat natural dan tidak memiliki struktur seperti gangster. Bahkan sebagian anggota baru bertemu untuk pertama kali. Jadi, penggunaan istilah gengster tidak relevan," jelas Diyah.
KPAI berharap kasus ini dapat ditangani secara adil, dengan mempertimbangkan perlindungan hak anak sebagai prioritas utama.
"Kami mendorong semua pihak untuk memastikan bahwa kasus ini tetap mengutamakan prinsip perlindungan anak," tutupnya.
Beda Versi
Kasus penembakan seorang siswa SMKN 4 Semarang oleh Aipda Robig memiliki kronologi yang berbeda dari pihak kepolisian.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, saat rapat dengan Komisi III DPR RI di Senayan, menjelaskan peristiwa itu bermula saat Aipda Robig menyaksikan sebuah sepeda motor dikejar tiga motor lain yang membawa senjata tajam.
"Terdapat sebuah kendaraan yang dikejar oleh kendaraan lain, di mana pengejar tersebut membawa senjata tajam. Anggota kemudian berniat mengejar," jelas Kombes Irwan, Selasa (03/12/2024).
Menurutnya, motor yang dikejar tersebut masuk ke dalam gang, sehingga Aipda Robig berbalik arah untuk mengejar rombongan tiga motor yang diduga membawa senjata tajam.
Gamma disebut berada di salah satu motor tersebut, tepatnya di posisi tengah dari tiga motor yang dikejar.
"Almarhum Gamma berada di motor kedua, di tengah. Informasi ini kami dapatkan dari hasil penyelidikan di lokasi kejadian," tambahnya.
Namun, Kabid Propam Polda Jateng, Kombes Aris Supriyono, memberikan penjelasan berbeda. Ia menyebut Aipda Robig menembak Gamma karena salah satu dari tiga motor tersebut melanggar jalur dan memakan bagian jalan milik pelaku.
"Terduga pelanggar sempat mendahului rombongan motor dan menunggu mereka untuk melewati. Saat mereka berbalik arah, tembakan dilepaskan," kata Kombes Aris.
Aris menjelaskan bahwa Aipda Robig merasa terganggu karena motor tersebut memotong jalurnya. Setelah mendahului rombongan, Aipda Robig menunggu mereka berputar balik. Insiden penembakan pun terjadi saat mereka berpapasan.
Perbedaan penjelasan ini menunjukkan adanya ketidakberesan dalam proses penyelidikan kasus tersebut.
Kejadian tersebut menambah kerumitan dalam kasus yang sudah menuai kecaman publik, khususnya mengenai prosedur penggunaan senjata api oleh aparat.
KPAI mendesak adanya investigasi yang lebih transparan untuk mengungkap fakta sebenarnya dan memastikan keadilan bagi korban.