PARBOABOA, Jakarta - Debat kedua calon presiden (Capres) memunculkan satu isu seksi yang terus bergulir hingga saat ini, yakni kepemilikan lahan seluas 340 ribu hektar capres 02, Prabowo Subianto.
Berawal dari kritikan capres 01, Anies Baswedan yang menyebut Prabowo Subianto memiliki lahan seluas 340 ribu hektar di tengah banyaknya prajurit TNI yang tidak memiliki rumah dinas, Anies kini telah dilaporkan ke Bawaslu RI.
Pendekar Hukum Pemilu Bersih (PHPB) sebagai pihak pelapor menilai, pernyataan Anies tersebut jauh dari fakta dan merupakan fitnah yang menyerang Prabowo Subianto.
Laporan ini juga didasarkan pada pernyataan lain Anies yang menyinggung anggaran 700 triliun di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan pemberian skor 11 dari 100 untuk kinerja Menteri Pertahanan (Menhan) saat ini, Prabowo Subianto.
Menurut PHPB, tidak benar Kemenhan mendapat anggaran segede itu dan menyayangkan pemberian skor 11 di tengah kinerja Menhan Prabowo sebagai menteri terbaik di era Jokowi. Atas dasar itulah, PHPB menuding Anies menghina Prabowo.
Di sisi lain, Prabowo merespons Anies Baswedan dengan mengatakan, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengacu pada data yang salah dan keliru. Ia juga menilai, Anies menjadikan sektor pertahanan hanya sebagai isu politik murahan.
Dalam acara konsolidasi relawannya se-Provinsi Riau, Selasa (9/1/2024), Prabowo kembali menegaskan sekaligus memberi klarifikasi atas tudingan kepemilikan lahan tersebut.
Mantan Danjen Kopassus ini mengatakan, benar ia pernah menguasai lahan dalam jumlah besar, bahkan mencapai 500 hektar tetapi sebagai Hak Guna Usaha (HGU). Karena itu, ia menyayangkan pihak-pihak yang menggoreng isu ini seolah-olah tanah tersebut sebagai hak milik.
"Saudara-saudara ada pula yang nyinggung-nyinggung punya tanah berapa punya tanah ini, dia pinter atau goblok sih?" ujar Prabowo.
Prabowo lantas mempertanyakan, apakah yang mengungkit itu dalam debat mengerti soal hak kepemilikan tanah, termasuk HGU atau tidak.
Prabowo berkata, "dia ngerti enggak ada HGU, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai itu tanah negaraa saudara, tanah rakyat, tanah bangsa. Daripada dikuasai orang asing, lebih baik Prabowo yang mengelola. Mana kala pemerintah memerlukan, saya segera menyerahkan, nggak usah dibawa debat lah, Anda hanya memperlihatkan ketololan Anda."
Prabowo lalu bercerita soal status tanah tersebut saat ini. Ia mengatakan, tiga tahun yang lalu, saat dirinya diminta menjadi Menhan oleh Jokowi, dirinya bercerita tentang statusnya sebagai pengusaha termasuk menguasai beberapa bidang tanah sebagai HGU.
Tanah tersebut kata Prabowo, telah diserahkan kepada pemerintah sebagai lahan yang digunakan membangun salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), yaitu food estate.
"Padahal saya 2 tahun lalu sudah serahkan tanah itu kepada negara. Bapak presiden kalau lahan ini dibutuhkam untuk lumbung pangan, pakai lahan HGU saya gunakan! Saya siap! Dan kita sedang menggarap itu. Jadi, niatnya tidak baik, datanya salah," cetusnya.
Tanggapan kubu AMIN
Kubu pasangan capres cawapres 01, Anies Baswedan-Cak Imin (Amin), menanggapi klarifikasi Prabowo soal kepemilikan lahan dan laporan ke Bawaslu terhadap Anies Baswedan.
Pakar Hukum Timnas Amin, Refli Harun mengatakan, pihaknya mempersoalkan kepemilikan lahan oleh Prabowo tidak ada maksud lain selain untuk menggugah rasa keadilan terhadap gab kepemilikan lahan di tengah-tengah masyarakat.
Ia bahkan mengaku heran, ketika belakangan Prabowo memberitahu 500 ribu hektar tanah yang dikuasainya, jauh lebih besar dari yang disebut Anies dalam debat.
"Ini kan aneh bin ajaib. Kalau misalnya datanya 500 ribu, hampir, itukan lebih merusak rasa keadilan, sense of justice kita," kata Refli Harun.
Saoal status tanah kata Refli, itu tidak menjadi masalah, entah HGU, HGB dan Hak Milik semuanya berkaitan dengan kepemilikan. Menurut Refli, isunya adalah terkait penguasaan lahan oleh segelintir orang.
"Ini kan terkait dengan penguasaan lahan yang menjadi isu. Kita tahu bahwa, 1 persen penduduk Indonesia itu menguasai lahan yang besar sekali, ada yang mengatakan 57 persen, ada yang mengatakan 75 persen dan lain-lain sebagainya."
Tak hanya itu, Refli juga menyinggung soal data dan laporan terhadap Anies ke Bawaslu. Refli mengatakan, debat merupakan forum resmi untuk mengadu visi-misi termasuk data-data yang diperlukan untuk menunjang setiap pernyataan.
Karena itu, ia menyarankan agar apa yang dinilai tidak tepat oleh kubu lawan harus dijawab di forum debat pula bukan justru dilaporkan menggunakan mekanisme hukum.
"Ini kan debat. Dan debat capres ini forum resmi kenegaraan. Debat capres itu, orang beradu data, fakta dan argumen. Kalau fakta dan datanya dianggap keliru itu kan kesempatan bagi pihak lawan untuk berargumentasi balik mengemukakan fakta lain."
"Nah ini kan Pak Prabowo tidak menyampaikan fakta data apa-apa. Coba kalau dia mengatakan, mas Anies salah, yang benar hampir 500 ribu dan sebagian sudah saya kembalikan ke negara. Kan kita lihat, bagaimana dinamika debatnya, apakah pernyataan tersebut makin membuat orang tidak simpati ataukah justru orang mengatakan, wah..kaya sekali Pak Prabowo ini," tambahnya.
Sudah tepat dilaporkan ke Bawaslu?
Pakar Hukum Pemilu, Titi Anggraini mengatakan, pada prinsipnya larangan dalam kampanye diatur secara khusus dalam UU 7 tahu 2017 tepatnya di pasal 280 ayat (1).
Di sana sebutkan, pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang mempersoalkan hal-hal yang telah diatur tegas dalam UU, antara lain mempersolakan NKRI, UUD, Pancasila, menghina, menghasut dan mengadu domba.
"Baik menghina suku, agama, ras dan golongan," kata Titi Anggriani.
Sementara terkait debat, Titi mengatakan, itu merupakan forum dua arah di mana masing-masing calon bisa saling menyanggah termasuk menyanggah penyampaian data.
"Tetapi kalau dalam proses debat itu ada hinaan, hinaan terhadap suku, agama dan ras itu memang bisa dilaporkan ke Bawaslu dan Bawaslu lah nanti yang akan menilai itu," katanya.
Titi juga menegaskan, dalam debat, proses tanya jawab dan konfrimasi terhadap lawan debat sebenarnya sah-sah saja. Jusrtu dengan itulah program dan gagasan diuji dengan rekam jejak.
"Tapi kalau kemudian tuduhannya adalah menghina, memang itu dilarang. Tapi apakah betul menghina, itu yang akan dilakukan kajian oleh Bwaslu. Tenju saja, karena menghina ini subjektif, nanti harus dihadirkan ahli untuk didengar, untuk menilai apakah klaim terhadap penghinaan itu betul-betul valid dan terbukti untuk ditindaklanjuti," kata Titi.
Editor: Rian