Parboaboa, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil mendukung suku Awyu Papua mendapatkan kembali hutan adat mereka yang dirampas perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.
Eks Anggota Komnas HAM Sandra Moniaga mendukung perjuangan suku Awyu yang mempertahankan hutan adatnya. Menurutnya, upaya itu tak hanya menyangkut kepentingan suku Awyu sebagai individu.
“Tapi untuk semua orang Papua dan orang lain di Bumi. Ini sangat pantas dan wajib kita dukung bagaimanapun caranya,” ujar Sandra dalam keterangannya kepada Parboaboa, Kamis (11/5/2023).
Sandra menegaskan, hak-hak masyarakat adat jelas diakui dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Masyarakat Adat (UNDRIP), yang juga telah diratifikasi pemerintah.
“Konstitusi kita pun secara khusus mengakui hak atas wilayah adat dan hak budaya. Budaya orang Papua dan suku Awyu tidak mungkin terlepas dari lingkungan dan alamnya,” tegasnya.
Hal senada diungkap Franky Samperante dari organisasi Pusaka Bentala Rakyat Papua yang juga mendukung penuh perjuangan suku Awyu.
Menurutnya, masyarakat adat Papua juga berhak menuntut keadilan.
"Saya pada kesempatan ini mengundang kawan-kawan semua di luar Papua, untuk terus menyuarakan dan mendukung perjuangan masyarakat adat maupun orang-orang yang ada di Papua yang kita tahu sampai saat ini terus mengalami kekerasan," ujar Franky saat aksi kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (11/5/2023).
Selain dua organisasi tadi, organisasi lain yang mendukung suku Awyu di antaranya adalah Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Pusaka Bentala Rakyat Papua, Greenpeace Indonesia, Satya Bumi, LBH Papua, Walhi Papua, Eknas Walhi, PILNet Indonesia, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Perkumpulan HuMa Indonesia.
Hari ini, perwakilan masyarakat suku Awyu Papua datang ke Jakarta untuk mencari keadilan atas hancurnya ribuan hektare hutan adat yang dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Mereka menggelar aksi simbolik di depan Istana Merdeka, untuk memprotes dirampasnya hutan adat mereka oleh dua perusahaan sawit PT Megakarya Jaya dan PT Kartika Cipta Pratama.
Kedua perusahaan ini disebut tengah mengajukan gugatan atas keputusan Menteri KLHK tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.