PARBOABOA, Jakarta – Lonjakan perdagangan elektronik atau e-commerce dinilai telah berdampak pada aktivitas impor di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Muhammad Aflah Farobi, Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Selasa (26/9/2023) lalu.
Menurutnya, perkembangan e-commerce telah mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah barang impor dari China.
Pada 2022, jumlah consignment note atau dokumen barang yang masuk ke Indonesia mencapai 60 juta. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada 2018 yang hanya 5 juta dokumen.
Perubahan juga terjadi dalam metode pengiriman, di mana sekarang lebih banyak barang yang diangkut melalui jalur udara dibandingkan dengan pengiriman melalui kapal kargo seperti yang biasanya dilakukan.
Ia menilai, hal ini telah menyulitkan pihak Bea Cukai dalam melakukan pengawasan yang efektif. Sebelumnya, Bea Cukai mampu melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang-barang secara detail.
Namun, dengan lonjakan yang begitu signifikan, pemeriksaan fisik terhadap setiap barang menjadi tidak mungkin.
Ia juga mengatakan bahwa saat ini pihaknya harus mengadopsi manajemen risiko yang lebih efisien untuk menentukan barang-barang mana yang harus diperiksa lebih ketat.
Tindakan ini dilakukan untuk menghindari dampak barang murah dari luar negeri, terutama China terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Selain melarang platform media sosial menjalankan transaksi jual beli, peraturan ini juga mengatur aktivitas impor, khususnya tentang daftar barang yang boleh diimpor langsung ke Indonesia melalui platform e-commerce yang memfasilitasi perdagangan lintas negara.
Pedagang dan platform e-commerce juga diharuskan untuk menampilkan dan memperdagangkan bukti pemenuhan standardisasi barang, seperti nomor pendaftaran barang atau sertifikat SNI, nomor sertifikat halal, nomor registrasi barang keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
Kemudian, nomor izin, nomor registrasi, atau nomor sertifikat untuk produk kosmetik, obat, dan makanan harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagaimana Proses Pemeriksaan Barang Impor?
Proses pemeriksaan fisik barang impor dilakukan oleh Bea Cukai melalui tiga tahap, yaitu pra pemeriksaan, pemeriksaan, dan pasca pemeriksaan.
Pra pemeriksaan melibatkan penerbitan Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) oleh Sistem Komputer Pelayanan (SKP), yang selanjutnya diterima oleh Importir atau Penyelenggara Jasa Kepabeanan (PPJK). Setelah persiapan barang dilakukan, SKP mengeluarkan Instruksi Pemeriksaan (IP).
Pada tahap pemeriksaan fisik, pejabat pemeriksa fisik akan melakukan pemeriksaan terhadap barang impor yang dikategorikan dalam jalur merah.
Langkah-langkah yang dilakukan termasuk memeriksa dokumen pabean, segel peti kemas, pengeluaran barang dari peti kemas, penghitungan jumlah dan jenis kemasan, hingga pembukaan kemasan sesuai instruksi pemeriksaan.
Selain itu, untuk barang impor yang tidak menggunakan peti kemas, langkah-langkah serupa juga dilakukan, seperti penghitungan jumlah kemasan dan pembukaan kemasan sesuai instruksi pemeriksaan.
Setelah selesai pemeriksaan, Bea Cukai membuat berita acara pemeriksaan fisik yang ditandatangani oleh pihak yang terlibat dalam pemeriksaan, dan juga laporan hasil pemeriksaan fisik yang berisi hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Kedua dokumen ini menjadi bukti resmi dan penting dalam menentukan kepatuhan impor terhadap peraturan pabean, pajak, dan keamanan.
Dalam menghadapi tantangan lonjakan impor, Bea Cukai tetap berkomitmen untuk menjaga integritas proses impor dan melindungi kepentingan UMKM dalam negeri.