Paus Berhati Lembut dan Sederhana itu Meninggal Dunia di Usia 88 Tahun

Paus Fransiskus. (Foto: Instagram/Vatican News)

PARBOABOA, Jakarta – Paus Fransiskus meninggal dunia Senin (21/4) di Casa Santa Marta, Vatikan. Kabar wafatnya Paus Amerika Latin Pertama itu diumumkan oleh Vatikan lewat platform X, hanya sehari setelah kemunculannya di Lapangan Santo Petrus pada Hari Raya Paskah.

Kesederhanaan, kelembutan, dan sikap progresifnya membuat banyak orang takjub sekaligus gerah.

Fransiskus, yang menjadi Paus Jesuit pertama kerap berselisih tajam dengan kaum tradisionalis terutama terhadap upayanya mendorong Gereja Katolik Roma yang lebih inklusif.

Suatu ketika pernah dirinya ditanya tentang seorang imam yang disebut-sebut sebagai gay, ia pun menjawab, “Siapa saya untuk menghakimi?” Pernyataan itu langsung menjadi berita utama di seluruh dunia, sekaligus menandai perubahan besar yang sedang berlangsung di Vatikan.

Selama 12 tahun masa kepausannya, Fransiskus yang terpilih pada Maret 2013 menjadi agen perubahan.

Saat ditahbiskan sebagai Paus, ia mewarisi Vatikan yang tengah kacau menyusul pengunduran diri mengejutkan pendahulunya, Benediktus XVI, seorang pembawa panji konservatisme Katolik Roma. Benediktus adalah paus pertama yang mengundurkan diri dalam hampir enam abad, di tengah gejolak dan intrik tentang lobi rahasia dan skandal keuangan.

Paus Fransiskus secara konsisten membawa gereja ke arah yang berbeda.

Misalnya, ia menunjuk uskup dari beragam latar belakang dalam upaya membuka diri gereja. Ia juga merangkul kaum migran, kelompok miskin dan terlantar, para korban pelecehan seksual oleh anggota klerus Katolik (Uskup, Imam, dan Diakon), bahkan umat Katolik LGBT yang merasa tersisih.

Ia bahkan berupaya memperbaiki hubungan dengan pemerintah Cina yang antagonistik, para ulama Muslim, dan para pemimpin Kristen yang terpecah-pecah. Kunjungannya ke Indonesia, negara mayoritas Muslim, pada 3 September 2024 disambut hangat. Ini sekaligus menguatkan semangat toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. 

Kesederhanaan Paus Fransiskus kerap menjadi panutan. Misalnya, saat konklaf atau pertemuan tertutup para Kardinal untuk memilihnya, ia membayar sendiri tagihan hotelnya di Vatikan, berkeliling kota dengan mobil Ford Focus yang sederhana, atau memilih tinggal di wisma tamu Vatikan ketimbang di apartemen kepausan yang megah. Saat di Indonesia pun, kendaraan dinasnya Toyota Kijang Inova Zenix, tak seperti kebanyakan pemimpin dunia yang umumnya menggunakan mobil mewah.

Dari Keluarga Imigran

Paus Fransiskus lahir pada 17 Desember 1936 di Flores, Buenos Aires, dari pasangan imigran asal Italia, Mario Bergoglio dan Regina (Sivori) Bergoglio. Bernama lahir Jorge Mario Bergoglio, ia anak sulung dari lima bersaudara.

Sikap progresifnya barangkali sangat dipengaruhi sang nenek, Rosa Bergoglio, yang pada 1920an saat keluarga ini masih di Italia pernah ikut Catholic Action, sebuah gerakan melawan cengkeraman negara fasis pimpinan Mussolini.

Di Flores, Rosa mengajarkan cucunya bahasa Italia dengan logat khas daerah asal keluarga itu di Piedmont, serta kecintaan terhadap sastra.

Saat berusia 12 tahun, ia dimasukkan ke sekolah yang dikelola para imam Salesian. Mereka inilah yang menanamkan padanya rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kaum miskin, serta kesadaran akan tanggung jawab pribadi untuk memperbaiki keadaan dunia.

Rajin membaca, cerdas, dan sangat religius, Jorge muda juga bermain basket dan gemar menari tango.

Di sekolah menengah ia menunjukkan bakat di bidang sains. Ibunya berharap ia akan menjadi seorang dokter. Ia pernah bekerja di laboratorium kimia dan mendapatkan upah sebagai penjaga pintu di bar-bar tango.

Pada November 1955, setelah lulus sekolah menengah, ia akhirnya memberi tahu orang tua tentang keinginannya menjadi imam. Ibunya tidak senang dan curiga itu hanya siasatnya untuk mengelabui. Jorge tegas mengatakan, ‘Aku tidak berbohong Bu. Aku akan mempelajari ilmu pengobatan bagi jiwa.’

Paus Fransiskus telah mengubah arah Gereja Katolik Roma yang lebih menekankan inklusivitas dan kepedulian terhadap mereka yang terpinggirkan, dibandingkan penekanan pada kemurnian doktrin.

Editor: Rin Hindrayati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS