PARBOABOA, Jakarta - Rencana Presiden Prabowo Subianto mengevakuasi seribu warga Gaza yang terluka ke Indonesia memantik polemik nasional.
Di satu sisi, langkah ini dilihat sebagai bentuk kemanusiaan yang mulia. Namun di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa ini bisa dimanfaatkan sebagai celah oleh Israel untuk mengosongkan Gaza.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan niatnya untuk mengevakuasi warga Gaza yang terluka akibat agresi militer Israel.
Mereka akan dibawa ke Indonesia guna mendapatkan perawatan medis yang lebih memadai dibanding fasilitas darurat yang tersedia di wilayah konflik.
"Kami siap menerima korban yang luka-luka. Menlu akan segera kami kirim untuk berdiskusi dengan pemerintah Palestina mengenai teknis pelaksanaannya," ujar Prabowo pada Rabu (9/4/2025).
Sebanyak 1.000 warga Gaza akan dijemput dalam gelombang pertama dengan pesawat yang telah disiapkan.
Namun, Prabowo menekankan bahwa evakuasi ini bersifat sementara. Warga yang pulih dan situasi membaik di Gaza diharapkan kembali ke tanah air mereka.
"Saya kira itu sikap pemerintah Indonesia," tegas Prabowo, sembari menyebut akan berkonsultasi dengan pemimpin negara-negara Timur Tengah terkait langkah ini.
Pernyataan Prabowo berbeda dengan sikap Wakil Menteri Luar Negeri sekaligus Presiden Partai Gelora, Anis Matta.
Ia menolak gagasan relokasi dan menyatakan Indonesia justru fokus membangun fasilitas di Gaza seperti rumah sakit dan sekolah agar warga dapat tetap tinggal di tanah mereka.
"Pemindahan itu tidak akan terjadi. Yang ada adalah membangun Kampung Indonesia di Gaza," kata Anis (25/3/2025), saat berada di Kantor MUI.
Senada itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Rolliansyah Soemirat, juga menegaskan bahwa Indonesia tidak pernah membahas atau menyetujui rencana pemindahan warga Gaza ke Indonesia, sebagaimana diberitakan sejumlah media asing.
Saat ini, fokus Indonesia adalah mendorong gencatan senjata tahap dua dan mempercepat masuknya bantuan kemanusiaan serta memulai proses rekonstruksi di Gaza.
Beda Pendapat
Terlepas dari polemik ini, DPR RI menyambut baik rencana Prabowo. Wakil Ketua DPR RI, Dave Laksono, menyebut langkah ini sebagai misi kemanusiaan yang mulia, namun menekankan pentingnya perencanaan yang matang.
“Harus ada kesiapan soal tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan anak-anak, hingga pelatihan kerja bagi dewasa. Jangan sampai mereka telantar,” kata politisi Partai Golkar tersebut.
Ia juga mempertanyakan durasi tinggal mereka di Indonesia dan menegaskan bahwa semua aspek harus disiapkan secara rinci.
Berbeda dengan itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas, melontarkan kritik keras terhadap rencana evakuasi ini.
Ia mengkhawatirkan langkah ini sejalan dengan kepentingan Israel dan Amerika Serikat yang ingin mengosongkan Gaza.
"Jangan sampai negara kita dikadalin oleh Israel. Jika warga Gaza pergi, Israel bisa leluasa menduduki wilayah itu," tegasnya melalui keterangan tertulisnya, seperti yang dikutip Parboaboa, Jumat, (11/4/2025).
Menurutnya, skenario ini pernah digunakan untuk mengambil alih Yerusalem, dan bukan tidak mungkin akan diulang di Gaza.
Ia menyarankan Indonesia bersikap cerdas dan tidak ikut dalam manuver geopolitik yang menguntungkan Israel.
Senada dengan itu, Ulil Abshar Abdalla, Ketua PBNU, menyebut rencana Prabowo sebagai langkah blunder.
Menurutnya, relokasi warga Gaza justru mengamini impian lama Israel untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah air mereka.
"Perjuangan warga Gaza adalah untuk tetap tinggal di tanah mereka. Mengeluarkan mereka sama dengan membantu musuh," jelas Ulil (10/4/2025).
Ia bahkan menduga ada niatan ekonomi terselubung di balik upaya ini, seperti menjadikan Gaza sebagai kawasan wisata pantai yang dikelola pihak asing.
Solusinya, kata Ulil, adalah tetap membantu warga di lokasi konflik, bukan memindahkan mereka.
Berbeda dengan MUI dan PBNU, Muhammadiyah menyatakan dukungannya terhadap evakuasi, asalkan bersifat sementara dan demi keperluan medis atau pendidikan.
“Kalau itu untuk treatment atau pendidikan dan waktunya terbatas, itu bagus,” kata Syafiq Mughni dari PP Muhammadiyah (10/4/2025).
Ia menekankan bahwa jumlah warga yang dievakuasi tidak perlu besar, cukup yang terluka atau memiliki kebutuhan khusus.
Syafiq juga menyarankan pemberian beasiswa pendidikan, sebagaimana telah dilakukan Muhammadiyah kepada pelajar Palestina selama ini.
Di tengah kompleksitas konflik Palestina-Israel, langkah kemanusiaan pun bisa menjadi medan pertarungan narasi dan kepentingan geopolitik.