Tragedi di Langit Gujarat: Membongkar Misteri Jatuhnya Air India yang Renggut 260 Nyawa

Proses penyelidikan Pesawat Air India dengan nomor penerbangan AI171 rute Ahmedabad–London jatuh pada 12 Juni 2025. (Foto: Dok.Bloomberg)

PARBOABOA, Jakarta – Sebuah tragedi mengerikan mengguncang India ketika pesawat Boeing 787-8 Dreamliner milik maskapai Air India jatuh di Kota Ahmedabad, Gujarat, pada 12 Juni lalu.

Insiden nahas yang merenggut lebih dari 260 nyawa ini kini perlahan terkuak penyebabnya.

Di balik kepingan puing pesawat, tersimpan kisah kelalaian, kebingungan di kokpit, hingga tanggung jawab raksasa industri penerbangan yang kini dipertanyakan publik.

Laporan awal dari Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara India (AAIB) akhirnya membuka tabir misteri di balik jatuhnya pesawat Air India yang menewaskan sedikitnya 260 penumpang.

Pesawat nahas ini diketahui jatuh hanya beberapa saat setelah lepas landas dari bandara Ahmedabad pada 12 Juni, ketika sedang dalam perjalanan menuju London, Inggris.

Dari hasil investigasi, terungkap bahwa kebingungan di kokpit menjadi faktor krusial penyebab pesawat kehilangan daya dorong hingga akhirnya menghantam bumi.

Sakelar Pemutus

Hasil temuan menunjukkan bahwa sakelar pemutus aliran bahan bakar ke mesin berada pada posisi mati di momen kritis tersebut.

Hal ini membuat pesawat kehilangan tenaga pendorong hanya beberapa menit setelah mengudara.

Rekaman CCTV turut memperlihatkan tanda-tanda kerusakan, di mana turbin udara ram — sistem energi cadangan darurat — aktif tidak lama setelah pesawat meninggalkan landasan, mengindikasikan bahwa mesin utama kehilangan daya.

Fakta ini membuat publik bertanya-tanya bagaimana mungkin komponen vital sekelas sakelar pemutus bahan bakar bisa berpindah posisi secara tiba-tiba.

Misteri di kokpit semakin membuat publik bertanya-tanya. Berdasarkan data dari cockpit voice recorder, sesaat sebelum pesawat kehilangan kendali, terdengar percakapan dua pilot yang menunjukkan adanya kebingungan.

Salah satu pilot terdengar mempertanyakan alasan rekannya menghentikan pasokan bahan bakar, namun pilot lain dengan tegas membantah bahwa dia melakukannya.

Lebih membingungkan lagi, laporan tersebut menyebut sakelar bahan bakar berpindah dari posisi “run” ke “cut-off” hampir bersamaan dengan momen lepas landas, tanpa penjelasan pasti bagaimana hal tersebut bisa terjadi.

Menjelang detik-detik terakhir, terdengar panggilan darurat “Mayday, Mayday, Mayday” di frekuensi menara pengawas.

Namun, hingga kini tidak jelas siapa di antara dua pilot — Kapten Sumeet Sabharwal atau Kopilot Clive Kunder — yang berusaha meminta pertolongan terakhir.

Kapten Sumeet Sabharwal sendiri merupakan pilot senior berusia 56 tahun dengan pengalaman terbang lebih dari 15.638 jam dan juga berstatus sebagai instruktur penerbangan di maskapai Air India.

Sementara sang kopilot, Clive Kunder, berusia 32 tahun dengan pengalaman terbang 3.403 jam.

Dituntut Bertanggung Jawab

Temuan ini menimbulkan gelombang protes dan tuntutan dari berbagai pihak. Publik mendesak produsen pesawat Boeing dan pembuat mesin GE untuk bertanggung jawab atas insiden memilukan ini.

Pasalnya, investigasi memunculkan pertanyaan besar mengenai desain dan prosedur keselamatan sakelar pemutus bahan bakar, yang seharusnya tidak mudah berpindah posisi secara tidak sengaja.

Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa di balik kemajuan teknologi penerbangan, satu kelalaian kecil dapat berujung pada bencana yang menelan ratusan nyawa.

Tragedi ini bukan hanya duka bagi keluarga korban, tetapi juga pukulan telak bagi industri penerbangan internasional.

Sambil menunggu hasil investigasi lanjutan, masyarakat dunia berharap peristiwa serupa tidak terulang, dan keselamatan penumpang tetap menjadi prioritas di atas segalanya.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS