parboaboa

Mengupas Sejarah Gatot: Makanan Jadul yang Kini Jarang Ditemukan

Ratni Dewi Sawitri | Selera Nusantara | 22-02-2024

Gatot, makanan jadul yang kini sudah jarang ditemukan (Foto: Instagram/@kulinergunungkidul)

PARBOABOA - Ketika mengunjungi Yogyakarta, tak lengkap rasanya jika belum mencicipi kuliner khas daerah ini.

Dikenal dengan cita rasa yang lezat dan beragam, kuliner Yogyakarta tidak hanya memikat lidah para wisatawan, tetapi juga menawarkan pengalaman budaya yang kaya.

Salah satu daerah yang menonjol dengan potensi wisata yang menarik adalah Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten ini menggoda pengunjung dengan keindahan alam dan kuliner khasnya, yakni Gatot.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gatot adalah hidangan tradisional yang terbuat dari gaplek yang dipotong kecil, kemudian direbus, dan dicampur dengan gula. 

Hidangan ini memiliki cita rasa lokal yang unik dan kaya. Teksturnya yang kenyal dan berwarna hitam diperoleh dari proses fermentasi singkong. 

Biasanya, kudapan ini disajikan dengan parutan kelapa, memberikan sentuhan rasa manis, asin, dan gurih yang memikat. 

Selain memanjakan lidah, kuliner khas Gunungkidul satu ini juga menyimpan cerita sejarah yang menarik.

Sejarah Makanan Gatot

Menurut buku Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal dan Collaborative Governance oleh Ratna Susanti, dkk (2017), gatot adalah makanan pokok pengganti nasi, terbuat dari ketela atau singkong.

Nama gatot sendiri diambil dari singkatan "gagal total" karena sulitnya menghasilkan panen padi atau gagal panen.

Sejarah gatot bermula dari tanah tandus di Gunungkidul yang sering mengalami krisis air.

Kondisi tersebut membuat masyarakat Gunungkidul menggantikan nasi dengan singkong sebagai sumber makanan pokok.

Gatot juga telah menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia selama masa penjajahan Jepang sekitar tahun 1939-1942.

Pada masa itu, gatot merupakan makanan yang relatif sederhana dan mudah disiapkan serta memberikan asupan energi yang cukup bagi masyarakat di tengah keterbatasan pasokan pangan.

Meskipun awalnya gatot digunakan sebagai makanan pokok yang disajikan bersama lauk, namun hidangan ini lebih sering dianggap sebagai camilan khas atau oleh-oleh seiring berjalannya waktu. 

Proses Pembuatan Gatot

Selain memiliki cita rasa yang khas, keunikan dari makanan tradisional khas Jawa ini juga terletak pada proses pembuatannya yang menarik, karena menggunakan singkong yang hampir membusuk sebagai bahan utamanya.

Melansir dari akun Tiktok @chefterabalabal pada Rabu (29/03/2023), proses pembuatan gatot membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Beberapa komponen utama yang diperlukan dalam pembuatan gatot meliputi singkong yang sudah hampir busuk, garam, gula aren, dan kelapa parut.

Pertama-tama singkong yang sudah hampir busuk itu dikupas kulitnya, kemudian dicuci bersih, lalu dipotong kecil-kecil dan dijemur di bawah sinar Matahari hingga singkong kering.

Setelah kering, singkong kembali dicuci lalu direndam di dalam air selama 2 hari. 

Selanjutnya, singkong yang sudah direndam selama 2 hari dicuci kembali dengan air bersih dan kukus singkong hingga empuk.

Setelah sedikit empuk, beri taburan kelapa parut yang sudah diberi garam, gula pasir, gula merah, dan daun pandan. Kukus kembali hingga gatot matang sepenuhnya, setelah itu gatot siap untuk disantap.

Kandungan Gizi Gatot

Gatot memiliki nilai gizi yang cukup tinggi yang berasal dari bahan utamanya yakni, singkong. 

Sebagaimana diketahui, singkong kaya akan karbohidrat, protein, dan nutrisi lainnya.  

Menurut data dari nilaigizi.com, gatot memiliki kandungan gizi unggulan, seperti zat besi sebesar 78%, karbohidrat sebesar 26%, dan tembaga sebesar 25%.

Dalam setiap 100 gram gatot, terdapat sekitar 35.3 gram karbohidrat, yang membantu membuat rasa kenyang bertahan lebih lama.

Selain itu, gatot juga mengandung sekitar 4,2 gram serat pangan, yang berfungsi untuk menyerap kolesterol dalam tubuh dan membantunya dikeluarkan dari tubuh. 

Gatot juga mengandung asam amino atau protein yang lebih tinggi daripada singkong. Ini dikarenakan adanya jamur berwarna hitam yang terlibat dalam proses produksi gatot.

Jamur hitam tersebut adalah hasil dari pertumbuhan bakteri asam laktat, yang termasuk dalam kategori bakteri probiotik.

Sebagai informasi, bakteri probiotik adalah bakteri sehat yang terdapat dalam saluran pencernaan, yang membantu meningkatkan kesehatan pencernaan.

Gatot Jarang Ditemukan

Sebagai makanan tradisional, gatot kini jarang ditemui karena peminatnya yang berkurang dari waktu ke waktu.

Terlebih, anak muda zaman sekarang tidak terlalu familiar dengan makanan bersejarah ini. Kebanyakan dari mereka lebih memilih makanan asing dengan variasi menarik yang masuk ke Indonesia.

Selain itu, makanan tradisional sering memiliki masa simpan yang pendek, sehingga mudah basi. 

Hal ini disebabkan karena bahan-bahan alami yang digunakan dalam pembuatan makanan tradisional cenderung tidak mengandung pengawet seperti makanan modern.

Meskipun gatot sudah jarang ditemui di pasaran, kamu masih dapat membuatnya sendiri di rumah. 

Resep pembuatan gatot relatif sederhana dan bahan-bahannya mudah didapatkan di pasar tradisional atau supermarket. 

Dengan sedikit kesabaran dan keahlian memasak, siapapun bisa mencoba membuat gatot sendiri untuk dinikmati bersama keluarga atau teman-teman. 

Ini menjadi cara terbaik untuk tetap menjaga keberlangsungan tradisi kuliner dan memperkenalkan kembali cita rasa khas dari masa lampau kepada generasi masa kini.

Editor : Ratni Dewi Sawitri

Tag : #kuliner yogyakarta    #gatot    #selera nusantara    #makanan khas gunungkidul    #wisata kuliner   

BACA JUGA

BERITA TERBARU