SPAI soal Rencana Wajib Asuransi Kendaraaan Bermotor 2025: Tambah Beban Pekerja Angkutan!

ilustrasi kendaraan bermotor yang rencananya akan diwajibkan asuransi 2025 mendatang. (Foto: PARBOABOA/Fika Rahma)

PARBOABOA, Jakarta - Penerapan wajib asuransi bagi semua kendaraan bermotor berupa tanggung jawab pihak ketiga atau third party liability (TPL) yang rencananya akan dimulai pada Januari 2025 menuai sejumlah penolakan.

TPL merupakan produk asuransi yang memberikan ganti rugi terhadap pihak ketiga oleh kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. Hal itu sebagai akibat dari risiko yang dijamin di dalam polis produk asuransi tersebut.

Ketentuan kewajiban ikut asuransi TPL ini berdasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengatakan, UU P2SK mengatur pemerintah bisa membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan.

Seperti asuransi kendaraan bermotor berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.

Namun ketentuan ini ditolak sejumlah kalangan, salah satunya Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI).

Ketua SPAI, Lily Pujiati menilai, penerapan asuransi akan menambah beban bagi pekerja angkutan berbasis aplikasi, seperti taksi online, ojek online dan kurir.

Menurut dia, biaya premi asuransi yang akan dibayarkan tidak sebanding dengan pendapatan pekerja angkutan berbasis aplikasi ini. Apalagi, pendapatan pekerja angkutan berbasis aplikasi ini sangat tidak menentu.

"Sistem kemitraan juga membuat pengemudi angkutan berbasis aplikasi tak mendapat penghasilan layaknya pekerja lainnya yang mendapat upah minimum," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima PARBOABOA, Selasa (23/7/2024).

Lily juga menyebut, wajib asuransi juga akan menambah biaya kehidupan sehari-hari pekerja angkutan ini.

Ia mencontohkan pengeluaran biaya operasional seperti bahan bakar, atribut helm, tas, dan jaket. Belum lagi biaya parkir, cicilan kendaraan, cicilan ponsel dan pulsa.

Oleh karenanya, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia menolak kewajiban asuransi kendaraan, termasuk aturan lain yang memberatkan rakyat seperti rencana potongan untuk tabungan perumahan rakyat (Tapera) dan rencana kenaikan harga BBM.

Tidak hanya itu, SPAI juga menuntut pemerintah mengangkat status pekerja angkutan berbasis aplikasi menjadi pekerja yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Langkah ini, tambah Lily, bisa menjadi solusi dari kondisi pekerja angkutan berbasis aplikasi yang tak menentu.

Senada dengan SPAI, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR juga menolak rencana pemerintah terkait penerapan asuransi wajib kendaraan bermotor itu.

Politisi PKS, Suryadi Jaya Purnama menilai, alasan OJK yang menggaungkan rencana itu ke publik mengada-ada, membuat gaduh bahkan terkesan asal-asalan mengutip UU P2SK.

Menurutnya, penerapan asuransi kendaraan akan menambah beban masyarakat, karena di masyarakat, kendaraan bukan sekadar alat transportasi, tapi juga alat produksi. Sehingga berpotensi merembet pada naiknya harga barang dan jasa lain. 

Suryadi mencontohkan, membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) saja masyarakat masih banyak yang menunggak, apalagi membayar premi asuransi.

Berdasarkan data Korlantas Polri pada 2022, lanjut Suryadi, ditemukan sebanyak 50 persen kendaraan bermotor di Indonesia masih memiliki tunggakan PKB. 

"Nilainya mencapai Rp100 triliun," lanjutnya.

Jadi bisa dikatakan, persoalan tunggakan tadi bisa jadi karena masyarakat tak sanggup dengan beban biayanya, imbuh Suryadi.

Skema Asuransi Disatukan dengan Pembayaran Pajak Kendaraan

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) lantas mengusulkan skema pemungutan premi kewajiban asuransi kendaraan bermotor ini disatukan dengan pembayaran pajak kendaraan.

Menurut Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, hal itu dimaksudkan agar memudahkan semua ekosistem seperti pemerintah daerah hingga Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian bisa bekerja. 

AAUI mengaku akan terus berkoordinasi dengan pemerintah. Budi berharap premi yang nantinya diterapkan tidak memberatkan masyarakat.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS