PARBOABOA, Jakarta - Dampak dari perubahan iklim dan konflik global kini semakin mengancam ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah Asia Tenggara (ASEAN).
Bahkan, lonjakan harga pangan global yang telah terjadi sejak 2021 silam, semakin memperburuk situasi ini.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, dalam ASEAN Business & Investment Summit (ABIS) 2023 yang digelar di Jakarta pada Senin (4/9/2023), kemudian memperkenalkan inisiatif 'Berbelanja Cerdas'.
Inisiatif tersebut telah menjadi fokus NFA dalam menyadarkan masyarakat untuk berpandangan bijak dalam pembelian bahan pangan, mengutamakan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi normal.
Belanja cerdas merujuk pada praktik dan keputusan berbelanja yang didasarkan pada pemikiran bijaksana dan pengelolaan yang efektif terhadap anggaran pribadi atau rumah tangga.
Tujuan dari belanja cerdas untuk memaksimalkan nilai dari setiap dolar yang dihabiskan dan menghindari pemborosan.
Pentingnya membuat dan mematuhi anggaran pribadi telah menjadi poin utama dalam belanja cerdas.
Individu dan keluarga mengalokasikan dana untuk kebutuhan pokok seperti makanan, perumahan, dan transportasi, sambil menyisihkan sebagian uang untuk tabungan atau investasi masa depan.
Sementara itu, langkah selanjutnya dalam upaya ketahanan pangan pemerintah telah menaikan Rncangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 pangan sekitar 7,8% dibandingkan tahun lalu, menjadi Rp108,8 triliun.
Presiden juga telah memberikan persetujuan untuk menyediakan kembali bantuan pangan berupa 640 ribu ton beras kepada 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dengan pemberian 10 Kg beras untuk setiap KPM.
Tak hanya itu, bantuan pangan juga diberikan kepada 1,4 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS) dalam bentuk daging ayam ras dan telur ayam ras. Semua bantuan ini akan disalurkan dan berlangsung selama tiga bulan mendatang.
Penyebab lonjakan harga pangan global sejak 2021
1. Gangguan Pasokan
Lonjakan harga pangan global dimulai sebagian besar karena gangguan dalam pasokan makanan akibat cuaca buruk, seperti kekeringan dan banjir yang mempengaruhi produksi tanaman di berbagai belahan dunia.
2. Peningkatan Permintaan
Permintaan pangan global juga meningkat karena pertumbuhan populasi, perubahan pola konsumsi, dan peningkatan permintaan untuk produk makanan tertentu.
3. Kenaikan Harga Energi
Harga energi, termasuk harga minyak bumi, juga memainkan peran dalam lonjakan harga pangan karena mempengaruhi biaya produksi dan distribusi pangan.
4. Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 telah mengganggu rantai pasokan pangan global, mempengaruhi produksi, distribusi, dan perdagangan pangan, yang juga berkontribusi pada kenaikan harga.
5. Peningkatan Harga Komoditas
Harga komoditas, seperti gandum, jagung, dan kedelai, naik tajam karena permintaan yang tinggi dan gangguan pasokan.
6. Kondisi Ekonomi Global
Kondisi ekonomi global yang tidak stabil juga dapat mempengaruhi harga pangan, terutama mata uang dan nilai tukar.
7. Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan pemerintah dan regulasi perdagangan internasional juga dapat mempengaruhi harga pangan global.
Semua faktor ini bersama-sama berdampak pada lonjakan harga pangan global yang telah terjadi sejak tahun 2021, yang dapat memiliki konsekuensi signifikan terhadap ketahanan pangan dan kondisi ekonomi di berbagai negara.