UNESCO Beri Kartu Kuning, Pemerintah Sigap Lindungi Geopark Kaldera Toba

Kemenpar Undang Pengelola Geopark Kaldera Toba untuk Menindaklanjuti Peringatan “Yellow Card” UNESCO. (Foto: Dok.Kemenpar)

PARBOABOA, Jakarta - Geopark Kaldera Toba, yang selama ini menjadi kebanggaan Sumatera Utara dan Indonesia sebagai bagian dari jaringan UNESCO Global Geopark, kini menghadapi peringatan serius.

Pemberian "kartu kuning" oleh UNESCO menjadi alarm bagi pemerintah pusat dan daerah untuk segera berbenah demi mempertahankan status prestisius ini. Lantas, apa penyebabnya dan bagaimana respons pemerintah?

Pada 4-5 September 2023 lalu, dalam forum UNESCO Global Geopark di Maroko, Kaldera Toba mendapat peringatan berupa "yellow card" atau kartu kuning.

Ini bukan hanya sekadar catatan kecil, melainkan sinyal bahwa pengelolaan geopark tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan UNESCO.

Tak hanya Indonesia, peringatan serupa juga diterima oleh sejumlah geopark dari negara lain seperti Tiongkok, Prancis, Italia, dan Peru.

Kartu kuning menandai bahwa pengelola wilayah tersebut harus segera melakukan perbaikan signifikan dalam waktu tertentu.

Jika tidak, status sebagai bagian dari jaringan geopark dunia bisa saja dicabut. Menyadari ancaman tersebut, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Republik Indonesia langsung bertindak cepat.

Alasan Beri Kartu Kuning

Dr. Azizul Kholis, General Manager Badan Pengelola Kaldera Toba, hadir sebagai sosok kunci dalam sebuah pertemuan penting yang digagas Kementerian Pariwisata.

Ia diundang langsung untuk memberikan penjelasan mendalam mengenai peringatan yang dikeluarkan UNESCO terhadap Kaldera Toba—peringatan yang kerap disebut sebagai “kartu kuning”.

Dalam forum tersebut, Azizul mengungkapkan bahwa UNESCO telah menetapkan tanggal 15 Juli 2025 sebagai momen penilaian lanjutan.

Ini berarti, dalam dua bulan ke depan, Badan Pengelola memiliki tugas berat untuk menunjukkan progres nyata yang bisa membalikkan keadaan.

Peringatan ini tidak datang tanpa alasan. Dalam laporan resmi UNESCO, terungkap sejumlah aspek krusial yang belum sepenuhnya memenuhi standar.

Salah satunya adalah interpretasi warisan geologi yang masih belum tergarap optimal. Menurut mereka, narasi tentang sejarah geologi Kaldera Toba masih terlalu dangkal dan membutuhkan pengembangan, termasuk survei lanjutan untuk memperkaya ceritanya.

Tak hanya itu, warisan alam dan budaya, baik yang terbentuk secara alami maupun hasil karya manusia belum teridentifikasi secara menyeluruh. Inventarisasi yang lebih komprehensif mutlak diperlukan untuk memberikan nilai lebih pada kawasan ini.

Kelemahan lainnya tampak pada aspek visibilitas dan kemitraan. Panel informasi di berbagai geosite dinilai belum cukup kuat untuk memberikan pemahaman kepada pengunjung, dan upaya membangun jaringan serta kolaborasi dengan geopark lain juga masih minim.

Kapasitas sumber daya manusia pun perlu ditingkatkan agar mampu mengelola kawasan ini sesuai dengan standar internasional.

Meski demikian, Azizul tidak kehilangan optimisme. Ia menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.

“Gubernur Sumatera Utara sudah memberi perhatian tinggi agar Kaldera Toba bisa kembali ke status green card,” ujarnya.

Ia percaya, dengan kerja sama yang solid dan langkah cepat, Kaldera Toba masih punya peluang besar untuk mempertahankan statusnya sebagai bagian dari Global Geopark UNESCO.

Respon Pemerintah

Menyikapi hal ini, pemerintah pusat tidak tinggal diam. Melalui Deputi Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Hariyanto, ditegaskan bahwa sejumlah langkah konkret telah dan tengah dilakukan demi memastikan keberlanjutan kawasan geopark tersebut.

Salah satu langkah awal yang diambil adalah memperkuat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, yang saat ini memegang peran strategis sebagai ketua Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark.

Koordinasi ini menjadi kunci dalam memastikan sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah, serta mendorong kerja sama lintas sektor yang lebih efektif.

Upaya serius telah dimulai bahkan sejak tahap pengusulan Kaldera Toba sebagai geopark global.

Pemerintah daerah menyusun berbagai dokumen pendukung yang tidak hanya mencakup aspek geologi, tetapi juga warisan budaya dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Setelah melalui proses verifikasi yang ketat oleh Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI), dokumen tersebut akhirnya diajukan ke UNESCO sebagai bagian dari proses penilaian.

Kini, dalam rangka pemulihan status green card Kaldera Toba, Kemenpar kembali memperkuat komitmennya melalui sejumlah program strategis.

Pembuatan panel interpretasi di sejumlah geosite tengah digarap, bertujuan memperkaya pengalaman edukatif bagi para pengunjung.

Tak hanya itu, penyelenggaraan event MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions) juga digencarkan sebagai upaya memperluas promosi wisata geopark ke pasar yang lebih luas.

Dalam aspek penguatan infrastruktur, pemerintah menggelontorkan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2024 senilai Rp56,6 miliar.

Dana ini akan digunakan untuk pembangunan fisik maupun kegiatan non-fisik di delapan kabupaten yang mengelilingi Danau Toba—yakni Dairi, Karo, Simalungun, Tapanuli Utara, Toba, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, dan Samosir.

Dana tersebut mencakup pengembangan di 16 geosite utama, menjadikan kawasan ini lebih layak dan menarik untuk dikunjungi, baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.

Tak hanya membangun secara fisik, program ini juga menyentuh aspek peningkatan kapasitas sumber daya manusia, koordinasi teknis antar-pemangku kepentingan, serta revitalisasi destinasi wisata unggulan seperti Monkey Forest Sibaganding dan Pulau Sibandang.

Semua ini dilakukan demi mewujudkan pengelolaan geopark yang berkelanjutan dan sesuai dengan standar UNESCO.

Lebih jauh ke depan, Kemenpar telah merancang penyusunan siteplan untuk masing-masing geosite pada tahun 2026.

Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar dalam penguatan manajemen kawasan, yang bukan hanya bersifat jangka pendek, tapi juga menjamin kelestarian dan keberlanjutan Kaldera Toba sebagai warisan dunia.

Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, turut menyampaikan komitmen Kemenpar untuk mendampingi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam memenuhi semua rekomendasi UNESCO.

Menurutnya, status UNESCO Global Geopark bukan hanya prestasi, tetapi juga tanggung jawab besar.

“Kami menyadari bahwa status ini membawa tanggung jawab besar, dan Kemenpar berkomitmen untuk terus mendampingi serta memfasilitasi pemerintah daerah dalam memenuhi setiap persyaratan dan rekomendasi UNESCO,” ujarnya.

Widiyanti juga berharap pengelolaan Geopark Kaldera Toba yang berkelanjutan akan memberi dampak positif bagi masyarakat lokal dan sektor pariwisata nasional.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS