PARBOABOA, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merilis hasil pemantauan dan rekomendasi terkait aduan masyarakat atas rencana pembangunan dan perluasan Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 Tropical Coastland di pesisir utara Kabupaten Tangerang.
Pengaduan tersebut diajukan oleh Amir Fasa bersama perwakilan warga dari sejumlah desa pada 13 Februari 2025.
Warga mengeluhkan rencana proyek yang dinilai berpotensi merugikan masyarakat dan lingkungan, terutama di wilayah yang termasuk dalam perluasan PIK 2 dan proyek PIK 2 Tropical Coastland.
Menindaklanjuti aduan itu, Komnas HAM melakukan serangkaian langkah pemantauan.
Lembaga ini turun langsung ke lapangan pada 17 dan 20 Februari 2025 untuk mendengar keterangan warga terdampak serta meninjau lokasi di Desa Muncung, Desa Pagedangan Ilir, dan Desa Muara.
Pemanggilan terhadap berbagai pihak dilakukan, mulai dari Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten Tangerang, Kementerian ATR/BPN, hingga pihak pengembang PT Agung Sedayu Grup.
Pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sempat dijadwalkan pada 13 Maret 2025, namun perwakilan kementerian tidak hadir. Komnas HAM juga memantau proses hukum terkait proyek ini.
Gugatan uji materi terhadap Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024 yang mengatur pengembangan PIK 2 Tropical Coastland telah diputus Mahkamah Agung pada perkara Nomor 12 P/HUM/2025, dengan hasil membatalkan peraturan tersebut.
Dari hasil pemantauan, Komnas HAM menemukan sejumlah temuan penting.
Tiga anak perusahaan PT Agung Sedayu Grup terlibat langsung dalam pembangunan dan perluasan proyek, masing-masing menggarap wilayah berbeda di Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, dan Pakuhaji.
Beberapa desa yang dilaporkan warga, seperti Muncung, Pagedangan Ilir, dan Muara, termasuk dalam area pengembangan proyek.
Temuan lainnya mengungkap bahwa sebagian warga, khususnya di Desa Muara, tidak mengetahui rencana penggunaan lahannya, termasuk kawasan hutan lindung untuk proyek tersebut.
Hingga kini, belum ada perubahan status hutan lindung menjadi hutan produksi. Di Desa Pagedangan Ilir, lahan yang direncanakan untuk pengembangan belum seluruhnya justru dibeli pengembang.
Pelanggaran HAM
Komnas HAM menilai tindakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian memenuhi unsur pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, khususnya terkait hak masyarakat memperoleh informasi yang memadai.
Partisipasi publik dinilai tidak bermakna karena hanya melibatkan unsur pemerintah dan pelaku usaha.
Selain itu, ada potensi pelanggaran HAM oleh PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk apabila pembayaran jual-beli atau ganti rugi kepada warga RT 18 dan RT 19 Desa Muara tidak segera diselesaikan.
Berdasarkan temuan tersebut, Komnas HAM mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian diminta melaksanakan Putusan MA Nomor 12 P/HUM/2025 dengan mencabut peraturan yang telah dibatalkan.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk diharuskan menyelesaikan pembayaran lahan sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Kabupaten Tangerang, menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik dengan melibatkan warga, serta menggelar dialog terbuka mengenai harga tanah dan bangunan.
Komnas HAM juga menekankan pentingnya pelaksanaan konsultasi publik yang melibatkan masyarakat terdampak secara bermakna.
Pengembang diingatkan agar tidak memberikan harga di bawah NJOP dan wajib menyediakan hunian layak bagi warga terdampak, dengan memperhatikan akses kesehatan, pendidikan, sanitasi, layanan darurat, serta keterjangkauan biaya hidup.
Dengan rekomendasi ini, Komnas HAM berharap proses pembangunan PIK 2 Tropical Coastland dapat berjalan sesuai prinsip HAM dan melibatkan masyarakat secara aktif, sehingga tidak menimbulkan konflik atau kerugian bagi warga pesisir utara Kabupaten Tangerang.