Gubernur Protes Pemotongan Dana Transfer, Legislator Golkar Sebut Langkahnya Terlambat

Kebijakan pemotongan TKD mendapat tanggapan kritis dari sejumlah gubernur di seluruh Indonesia (Foto: PARBOABOA/Defri).

PARBOABOA, Jakarta - Sejumlah gubernur mendatangi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyampaikan protes atas kebijakan pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) dalam rancangan APBN 2026. 

Langkah ini menimbulkan tanggapan dari anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar, Ahmad Irawan, yang menilai aksi protes tersebut datang terlambat.

Menurut Irawan, keputusan mengenai TKD telah melalui mekanisme panjang yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk Presiden dan DPR. 

Karena itu, ia menilai seharusnya para kepala daerah menyampaikan keberatan sejak tahap pembahasan undang-undang APBN, bukan setelah disahkan.

Ia menegaskan bahwa kebijakan fiskal tersebut sudah disepakati melalui proses politik yang sah dan mempertimbangkan banyak aspek sebelum ditetapkan. 

Dengan demikian, ia berharap pemerintah daerah tetap menghormati hasil keputusan nasional yang telah berlaku.

Irawan juga mengingatkan bahwa para gubernur sejatinya merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. 

Karena itu, ia mendorong agar masukan dari pemerintah provinsi tetap didengarkan dan dijadikan bahan pertimbangan untuk penyusunan kebijakan di masa mendatang.

Ia menambahkan, dirinya yakin Presiden maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Kemenkeu memahami dinamika yang sedang terjadi di lapangan.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menekankan pentingnya langkah strategis menghadapi perubahan kebijakan TKD. 

Dalam arahannya, Tito meminta agar jajaran Kemendagri memperkuat pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah agar program pembangunan tetap berjalan meski terjadi penyesuaian dana.

Ia menilai perlu ada langkah antisipatif dan strategi yang matang agar dinamika TKD tidak berdampak pada pelayanan publik maupun agenda pembangunan di daerah. 

Tito juga menyebut bahwa koordinasi dengan Kemenkeu terus dilakukan agar kebijakan pengalihan TKD mempertimbangkan kemampuan fiskal masing-masing daerah.

Lebih lanjut, ia mendorong pemerintah daerah melakukan efisiensi anggaran, terutama pada pos perjalanan dinas, rapat-rapat, serta perawatan sarana dan prasarana kantor. 

Dengan begitu, keterbatasan fiskal tidak akan menghambat pelaksanaan tugas utama pemerintah daerah terhadap masyarakat.

Penolakan Sebagai Sikap Wajar

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Bachtiar Najamudin, menilai keberatan sejumlah gubernur terhadap pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat merupakan hal yang wajar. 

Para kepala daerah, menurutnya, memiliki hak untuk menyampaikan keberatan mengingat besarnya kebutuhan pembangunan dan tuntutan masyarakat di wilayah masing-masing.

Sultan menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi TKD dalam Nota Keuangan APBN 2026 berpotensi menimbulkan dampak ganda terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. 

Ia menilai wajar jika para gubernur mempertanyakan dasar kebijakan yang bisa memengaruhi kinerja mereka di daerah. Meski demikian, Sultan juga meyakini pemerintah pusat memiliki alasan kuat di balik keputusan tersebut. 

Namun di sisi lain, para gubernur pun beralasan bahwa pemangkasan TKD dapat menghambat pelaksanaan program inovatif serta pemenuhan janji politik yang telah mereka buat kepada masyarakat saat pemilihan kepala daerah.

Ia mengapresiasi sikap para gubernur yang kompak menyampaikan keberatan secara langsung kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. 

Menurutnya, hal itu menunjukkan tanggung jawab politik dan kepedulian mereka terhadap nasib masyarakat di daerah.

Sultan menilai bahwa kepala daerah membutuhkan dukungan fiskal yang memadai untuk membiayai program pembangunan dan pelayanan publik. 

Karena itu, ia memahami jika kebijakan efisiensi TKD dianggap dapat mengganggu kinerja pemerintahan daerah dan berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap gubernur.

Lebih jauh, Sultan menyarankan agar ke depan jabatan gubernur tidak lagi dipilih secara langsung melalui Pilkada, melainkan diangkat melalui mekanisme tidak langsung. 

Menurutnya, sistem pemilihan langsung cukup diberlakukan di tingkat kabupaten dan kota sebagai titik fokus otonomi daerah.

Dengan cara ini, ujar Sultan, gubernur tidak lagi memiliki tanggung jawab politik langsung kepada masyarakat, melainkan berperan sebagai pengawas dan pembina bagi bupati dan wali kota. 

Ia menilai sistem tersebut akan membantu memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat sekaligus mengurangi potensi munculnya isu disintegrasi dari daerah-daerah tertentu.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS