PARBOABOA, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menerbitkan obligasi daerah sebagai salah satu instrumen baru untuk memperkuat pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026.
Langkah ini diambil setelah adanya pemotongan dana bagi hasil dari pemerintah pusat yang berdampak signifikan terhadap struktur keuangan ibu kota.
Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Yustinus Prastowo, menjelaskan bahwa penerbitan obligasi daerah dapat menjadi bentuk tanggung jawab sekaligus kedewasaan Pemprov dalam mengelola keuangan publik.
“Dengan menerbitkan obligasi, daerah bisa lebih bertanggung jawab. Karena tidak sekadar berharap pada transfer daerah,” ujar Prastowo kepada awak media di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Menurutnya, melalui obligasi, Pemprov Jakarta akan memiliki kewajiban membayar cicilan, pokok, serta bunga, yang otomatis mendorong pengelolaan fiskal menjadi lebih disiplin dan produktif.
Prastowo menambahkan, rencana penerbitan obligasi sebenarnya bukan hal baru di Jakarta. Wacana ini telah muncul sejak era Fauzi Bowo menjabat Gubernur, namun belum terealisasi hingga kini.
“Zaman Pak Fauzi Bowo sudah mau goal itu obligasi. Pak Jokowi jadi Gubernur (DKI) enggak jadi menerbitkan. Jadi, ini sebenarnya hanya melanjutkan,” jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya dukungan dari pemerintah pusat agar proses penerbitan obligasi dapat segera direalisasikan.
Untuk itu, Pemprov DKI akan memerlukan persetujuan resmi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Diharapkan dengan dukungan Kemenkeu dan Kemendagri, penerbitan obligasi bisa lebih cepat,” tambah Prastowo.
Pemerintah pusat dinilai juga memiliki kepentingan agar daerah-daerah besar seperti Jakarta mampu mengembangkan sumber pembiayaan alternatif secara mandiri.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Pramono Anung, menyampaikan bahwa rencana penerbitan obligasi merupakan bagian dari strategi pembiayaan kreatif setelah adanya pemangkasan nilai APBD DKI 2026 akibat pengurangan dana transfer.
“Kalau memang diizinkan oleh pemerintah pusat, Jakarta segera menyiapkan dua hal yang sudah saya sampaikan ke Menteri Keuangan, yaitu Jakarta Bond (obligasi Jakarta) dan Jakarta Collaboration Fund,” ujar Pramono.
Langkah tersebut menjadi simbol adaptasi Pemprov Jakarta terhadap dinamika ekonomi nasional, serta komitmen untuk tetap menjaga keberlanjutan pembangunan kota meski sumber pendanaan konvensional berkurang.
Mengenal Obligasi
Obligasi merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah, korporasi, atau daerah, sebagai bentuk pinjaman kepada publik.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), obligasi adalah surat utang jangka menengah hingga panjang yang berisi janji pembayaran bunga (kupon) secara berkala dan pelunasan pokok pada waktu tertentu.
Di Indonesia, terdapat tiga jenis utama obligasi:
Pertama, Obligasi Pemerintah, seperti Surat Utang Negara (SUN) dan Sukuk Negara.
Kedua Korporasi, yang diterbitkan oleh BUMN maupun swasta.
Ketiga, Obligasi Ritel, yang dijual kepada individu melalui agen penjual resmi seperti ORI atau Sukuk Ritel.
Manfaat dan Risiko Investasi
Menurut DPMPTSP Provinsi Banten, obligasi tergolong sebagai instrumen investasi paling aman.
Selain potensi imbal hasil (kupon) yang lebih tinggi dari deposito berjangka, obligasi juga memberikan manfaat diversifikasi portofolio dan peluang capital gain dari kenaikan harga di pasar sekunder.
Namun, seperti investasi lainnya, obligasi juga memiliki risiko, antara lain:
- Risiko Kredit, bila penerbit gagal membayar kupon atau pokok utang.
- Risiko Pasar, akibat fluktuasi ekonomi dan perubahan suku bunga.
- Risiko Likuiditas, saat obligasi sulit diperjualbelikan di pasar sekunder.
OJK merekomendasikan agar investor memilih obligasi berperingkat tinggi, seperti AAA atau AA, untuk meminimalkan risiko gagal bayar.
Dengan dukungan pemerintah pusat serta partisipasi publik melalui investasi obligasi, Jakarta diharapkan dapat menjaga ritme pembangunan dan tetap menjadi barometer ekonomi nasional di tengah tantangan fiskal yang semakin kompleks.