PARBOABOA, Jakarta – Nama Soeharto kembali mencuat di tengah publik, bukan soal masa lalunya sebagai pemimpin Orde Baru, tapi karena namanya diusulkan sebagai Pahlawan Nasional tahun 2025.
Usulan ini datang dari Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), dan telah diajukan sejak Maret 2025.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, menjelaskan bahwa proses pengusulan dilakukan secara bertahap, dimulai dari daerah hingga akhirnya ke pemerintah pusat.
“Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” jelasnya.
Meski begitu, pengajuan nama Soeharto sebagai calon Pahlawan Nasional memicu perdebatan di tengah masyarakat, menimbulkan gelombang pro dan kontra.
Soeharto dikenal sebagai pemimpin selama tiga dekade, namun juga meninggalkan jejak kebijakan yang dinilai kontroversial.
Menanggapi hal ini, Gus Ipul menyebut pemerintah tetap terbuka terhadap berbagai suara.
"Ya tentu kita semua dengar ya, ini bagian dari proses, semua kita dengar, kita ikuti," katanya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah tidak menutup mata terhadap masukan publik, termasuk kritik terhadap usulan ini.
"Usulan dari masyarakat juga kita ikuti, normatifnya juga kita lalui. Kalau kemudian ada kritik, ada saran, tentu kami dengarkan," tegasnya lagi.
Di sisi lain, kritik tajam datang dari Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, yang dengan tegas menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
Menurutnya, secara hukum, Soeharto tidak memenuhi kriteria berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Hendardi merujuk pada Pasal 24 dalam UU tersebut yang mensyaratkan bahwa seorang pahlawan harus memiliki integritas moral, berjasa pada bangsa, berkelakuan baik, serta tidak pernah dipidana.
Ia menilai Soeharto tidak layak karena dianggap bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan selama pemerintahannya, yang hingga kini belum diproses secara hukum.
"Belum lagi soal Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang melibatkan keluarganya dan elite di sekitarnya. Itu sebab utama Soeharto dilengserkan pada 1998. Pendek kata, Soeharto tidak memenuhi syarat umum berkelakuan baik," ungkap Hendardi melalui rilis yang diterima PARBOABOA, Kamis (24/4/2025).
Ia juga menyoroti dampak sosial-politik yang bisa timbul dari pemberian gelar ini. Menurutnya, hal itu berisiko membangkitkan simbol Orde Baru dan mereduksi semangat Reformasi 1998 yang menolak otoritarianisme.
"Glorifikasi Soeharto dengan memberinya gelar pahlawan nasional hanya akan menciptakan kontradiksi dan kebingungan pada generasi muda yang tidak memiliki pengalaman langsung dengan Pemerintahan Orde Baru," tambahnya.
Hendardi menegaskan bahwa langkah ini berpotensi menghapus catatan kelam sejarah, membingungkan publik mengenai sosok yang dulu diturunkan karena pelanggaran berat, namun kini justru diberi penghormatan tinggi.
Sementara itu, suara berbeda datang dari Istana. Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden, Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa Istana tidak mempermasalahkan usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional 2025.
Menurutnya, tidak ada yang salah dalam proses pengajuan ini. "Menurut saya tidak ada masalah," ujarnya di Istana, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Ia berpendapat bahwa para mantan presiden memang layak diberi penghormatan atas jasa-jasanya. Karena itu, ia mengajak publik untuk juga melihat sisi positif dari sosok Soeharto.
"Jangan selalu melihat yang kurangnya, kita lihat prestasinya. Sebagaimana Bapak Presiden selalu menyampaikan bahwa kita itu bisa sampai di sini karena prestasi para pendahulu kita," katanya.
Prasetyo juga menyebut bahwa semua Presiden menghadapi tantangan besar, dan tidak ada yang benar-benar sempurna dalam menjalankan tugasnya.
Ia mengingatkan bahwa menjadi pemimpin bagi ratusan juta rakyat bukan perkara mudah. “Kalau ada masalah, pasti semua kita ini kan tidak ada juga yang sempurna,” lanjutnya.
Selain Soeharto, sejumlah tokoh lainnya juga masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional tahun ini. Di antaranya ada Abdurrahman Wahid, Bisri Sansuri, Idrus bin Salim Al-Jufri, Teuku Abdul Hamid Azwar, dan Abbas Abdul Jamil.
Empat tokoh baru yang turut diajukan pada tahun ini adalah Anak Agung Gede Anom Mudita, Deman Tende, Midian Sirait, dan Yusuf Hasim.