PARBOABOA - WhatsApp melayangkan ancaman meninggalkan pasar Inggris dan tidak keberatan jika akhirnya diblokir. Hal itu terjadi setelah ada proposal undang-undang Pemerintah Inggris yang berpotensi melemahkan keamanan layanan messaging terbesar dunia itu.
Seperti diketahui, WhatsApp menerapkan penyandian menyeluruh atau end to end encryption sehingga pesan hanya bisa dibaca pengirim dan penerima. WhatsApp pun tidak bisa mengaksesnya.
Menurut rincian yang diusulkan dalam RUU Keamanan Online tersebut, dikutip oleh Mail Online pada Selasa, 18 April, perusahaan teknologi "akan memiliki kewajiban untuk menemukan dan menghapus konten ilegal yang didistribusikan melalui platform jejaring sosial mereka".
Dengan diperkenalkannya RUU Keamanan Online yang baru ini, fitur keamanan enkripsi end-to-end di WhatsApp, yang memastikan bahwa hanya pengirim dan pembaca pesan yang dapat mengaksesnya, harus dihapus.
Mengikuti usulan pemerintah Inggris, aplikasi perpesanan lain yang menggunakan fitur keamanan yang sama termasuk WhatsApp, Signal, Viber, dan Element, telah mengirimkan surat terbuka, menentang langkah ini, sebelum akhirnya dibacakan di House of Lords.
Surat itu berbunyi, "Pemerintah Inggris saat ini sedang mempertimbangkan undang-undang baru yang membuka pintu untuk mencoba memaksa perusahaan teknologi untuk memecahkan enkripsi end-to-end pada layanan pesan pribadi".
“Undang-undang dapat memberi pejabat yang tidak terpilih kekuatan untuk melemahkan privasi miliaran orang di seluruh dunia.”
"Jika tetap diterapkan, aturan itu bisa membuat Ofcom berupaya memaksa untuk membaca pesan pribadi pada layanan yang terenkripsi, sehingga menghilangkan tujuan enkripsi end-to-end dan membahayakan privasi pengguna," lanjut pernyataan itu.
Tak hanya menolak, WhatsApp juga seolah tak keberatan hengkang dari Inggris, apalagi jumlah pengguna aplikasinya di negara itu hanya sekitar 2 persen dari total pengguna global.
"(Sebanyak) 98 persen pengguna kami berada di luar Inggris," kata kepala WhatsApp, Will Cathcart kepada The Guardian, Maret lalu.
"Mereka (pengguna mayoritas) tidak ingin kami melonggarkan keamanan produk dan akan menjadi pilihan yang aneh bagi kami apabila memilih melonggarkan keamanan dengan cara yang akan memengaruhi 98 persen pengguna lainnya (di luar Inggris)," imbuhnya.
Adapun salah satu anggota parlemen yang meneliti RUU keamanan digital Inggris, Damian Collins berkata bahwa RUU itu tidak melarang enkripsi karena hanya mengharuskan perusahaan untuk berbagi data yang bisa mereka akses dan tidak termasuk isi pesan.
Namun, dia menegaskan bahwa pihak berwenang harus diberikan akses ke background pengguna, termasuk soal penggunaan aplikasi, kontak, lokasi dan nama grup pengguna.
Bila pengguna mengakses WA dari browser, kata Collins, maka data terkait situs yang dikunjungi pengguna juga perlu dilampirkan.