LA Membara: Amarah Kolektif Meledak Usai Razia Imigran Trump

Kerusuhan di LA. (Foto: Dok. Reuteurs)

PARBOABOA.COM, Jakarta – Kerusuhan melanda Los Angeles sebagai respons atas razia besar-besaran terhadap imigran oleh otoritas federal.

Protes, bentrokan, dan pembakaran kendaraan merebak, menandai titik didih baru dalam konflik berkepanjangan soal kebijakan imigrasi di bawah pemerintahan Donald Trump.

Sejak Jumat malam (6/6/2025), suasana Los Angeles (LA) berubah mencekam. Gelombang protes yang disertai kekerasan pecah setelah aparat U.S. Immigration and Customs Enforcement (ICE) melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap imigran.

Razia tersebut digelar di berbagai titik strategis kota, mulai dari kawasan bisnis hingga pusat distribusi.

Respons masyarakat datang cepat—demonstrasi meluas, bentrokan meletus, dan kendaraan pun dibakar.

Publik menilai tindakan aparat tidak hanya represif, tapi juga diskriminatif, menyasar kelompok tertentu yang dianggap ilegal.

Menanggapi ketegangan yang terus meningkat, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di LA menyampaikan imbauan resmi.

Dalam unggahan di Instagram, KJRI mengingatkan WNI untuk menjaga ketenangan, selalu membawa dokumen resmi seperti paspor atau Real ID, serta menghubungi Hotline +1 (213) 590-8095 jika mengalami kesulitan.

Kerusuhan bermula dari razia mendadak di pusat perniagaan seperti Fashion District, gudang-gudang buruh, dan toko besar seperti Home Depot dan Dale’s Donuts.

Menurut laporan LA Times, setidaknya 118 orang ditangkap, lima di antaranya diduga terlibat jaringan kriminal.

Pemandangan aparat bersenjata lengkap mengangkut para pekerja dengan bus U.S. Marshals memicu gelombang protes yang tak terbendung.

Massa bergerak hingga ke wilayah Paramount dan Compton. Aksi bakar mobil dinas dan upaya menghadang kendaraan federal memicu respons keras dari aparat.

Polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan demonstran.

“Kami dukung protes damai, tapi tidak untuk kekerasan,” kata Sheriff LA County, Robert Luna, dikutip LA Times, Selasa (10/6/2025).

Di tengah kondisi yang memanas, Donald Trump menandatangani memo eksekutif untuk mengaktifkan Title 10—kebijakan yang memungkinkan pengerahan militer federal tanpa persetujuan gubernur.

Sekitar 2.000 personel Garda Nasional dan 700 Marinir dari Camp Pendleton turun ke pusat kota LA.

Gubernur Gavin Newsom langsung menolak langkah itu, menyebutnya sebagai “demonstrasi kekuasaan yang provokatif.”

Pada Minggu malam (8/6), situasi di pusat kota semakin rusuh. Mobil Waymo dibakar, kendaraan polisi dirusak, dan toko-toko dijarah.

Di sekitar gedung federal, grafiti penuh kecaman terhadap ICE, LAPD, dan Trump bermunculan.

Puluhan orang ditangkap atas tuduhan vandalisme dan kekerasan, termasuk tokoh serikat buruh David Huerta dari SEIU California yang kini menghadapi dakwaan federal.

Meskipun sebagian warga beraktivitas seperti biasa, skala protes yang masif menunjukkan bahwa ketidakpuasan publik mencapai titik krusial.

Bagi banyak orang, kerusuhan ini bukan sekadar amukan massa, melainkan bentuk kemarahan terhadap kebijakan imigrasi federal yang dianggap tidak manusiawi.

Otoritas setempat dan federal masih berusaha meredam situasi, dengan komunitas imigran tetap menjadi kelompok paling rentan.

Fakta di Balik Kerusuhan

Menurut Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, sekitar 1.000 demonstran disebut menyerang petugas ICE dan merusak properti federal.

Namun klaim ini belum bisa diverifikasi secara independen. Dengan populasi imigran tertinggi di AS—sekitar 10,6 juta jiwa, di mana 1,8 juta di antaranya tak berdokumen—California menjadi target utama operasi Trump.

Trump kembali menjadikan negara bagian biru seperti California, Illinois, dan New York sebagai sasaran kampanye deportasi massalnya.

Ketiganya diketahui menolak kerja sama aparat lokal dengan otoritas imigrasi federal.

Direktur ICE Todd Lyons bahkan menyalahkan Wali Kota LA, menyebutnya “lebih memilih kekacauan daripada penegakan hukum.”

Meskipun tidak dilibatkan dalam penangkapan, LAPD diturunkan untuk mengamankan area-area sensitif seperti pengadilan dan penjara lokal.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS