PARBOABOA, Jakarta – Keputusan mengejutkan kembali datang dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap China. Kali ini mereka menyasar para mahasiswa yang tengah menuntut ilmu di negara Paman Sam tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengumumkan kebijakan ini pada Rabu (28/5/2025) malam waktu setempat. Katanya, pemerintahan Trump akan ‘secara agresif mencabut’ visa mahasiswa China. Bukan hanya mahasiswa reguler, mereka juga memberlakukan keputuan ini bagi mahasiswa yang memiliki hubungan dengan Partai Komunis China atau yang tengah menempuh studi di ‘bidang-bidang kritis.’
Tidak jelas apa yang dimaksud Rubio dalam keterangan tertulisnya yang diunggah di laman resmi Departemen Luar Negeri AS tentang ‘bidang-bidang kritis.’ Tapi kemungkinan besar itu merujuk pada penelitian di bidang ilmu fisika.
Dalam beberapa tahun terakhir, pejabat Amerika telah menyuarakan kekhawatiran terhadap pemerintah China yang merekrut banyak ilmuwan yang belajar di AS. Meskipun tidak ada bukti sebagian besar mereka bekerja untuk pemerintah China.
Rubio menambahkan Departemen Luar Negeri juga tengah merevisi kriteria visa untuk “meningkatkan pengawasan” bagi semua aplikasi yang masuk dari China, termasuk dari Hong Kong.
Sebagai informasi, China merupakan negara penyumbang mahasiswa internasional terbesar kedua di Amerika Serikat. Banyak universitas di sana yang bergantung secara finansial pada mahasiswa Tiongkok dan mahasiswa internasional lainnya. Mereka merupakan sumber pendapatan utama karena umumnya para mahasiswa ini membayar uang kuliah secara penuh.
Belum jelas seberapa cepat keputusan ini akan diberlakukan. Begitu pun Badan Imigrasi dan Bea Cukai (Immigration and Customs Enforcement/ICE) telah bertindak agresif menahan beberapa mahasiswa yang visanya atau status tinggalnya telah dibatalkan Rubio. Tindakan ini memicu gugatan hukum terhadap pemerintahan Trump.
Hingga saat ini, anak-anak dari para pejabat Partai Komunis China masih dapat belajar di universitas-universitas Amerika.
Dalam beberapa dekade terakhir, banyak pejabat tinggi partai yang mengirim anak-anak mereka belajar di AS. Pada awal 2010-an, Presiden Xi Jinping mengirim putrinya, Xi Mingze, untuk belajar di Universitas Harvard tapi dengan menggunakan nama samaran. Para petinggi di Harvard serta beberapa profesor mengetahui siapa dia sebenarnya.