BGN Tetapkan Standar Baru Program Makan Bergizi Gratis: Porsi Turun, Kualitas Air dan Bahan Baku Diperketat

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memberikan keterangan terkait evaluasi MBG beberapa waktu lalu. (Foto: Dok. ANTARA)

PARBOABOA, Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) resmi menetapkan standar baru pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) guna meningkatkan kualitas makanan bagi penerima manfaat.

Mulai dari pembatasan jumlah porsi hingga penggunaan air bersertifikat, langkah ini menjadi bagian dari reformasi besar dalam tata kelola gizi nasional yang tengah disusun melalui Peraturan Presiden (Perpres) baru.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tata kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah rampung dan siap didistribusikan.

Hal tersebut ia sampaikan usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/10).

Menurut Dadan, regulasi baru ini akan memperkuat standar operasional di setiap Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG), yang selama ini bertanggung jawab dalam memproduksi dan menyalurkan menu MBG kepada jutaan penerima manfaat di seluruh Indonesia.

Dalam aturan baru tersebut, BGN menurunkan target produksi porsi MBG per SPPG dari rata-rata 3.000 menjadi 2.000–2.500 porsi per hari.

Penyesuaian ini, menurut Dadan, dilakukan agar kualitas pengolahan dan pengawasan gizi dapat lebih terjamin.

Namun, bagi SPPG yang memiliki ahli masak bersertifikat profesional, kapasitas produksi masih bisa ditingkatkan hingga 3.000 porsi.

“Selain itu, kami menugaskan juru masak profesional untuk mendampingi SPPG baru selama lima hari, dan bisa diperpanjang bila dibutuhkan,” ujar Dadan di kompleks Istana Kepresidenan, Senin malam.

Air Bersertifikat

Dadan menegaskan bahwa kualitas air menjadi aspek utama dalam standar baru MBG. Air yang digunakan untuk memasak wajib memiliki sertifikat layak konsumsi, baik dari air galon, isi ulang, maupun sumber lain yang telah melalui uji kualitas resmi.

“Karena di Indonesia kualitas air masih belum merata, kami ingin memastikan bahan baku air di setiap SPPG memenuhi standar kesehatan,” tegasnya.

Tak hanya itu, seluruh SPPG juga akan dilengkapi alat sterilisasi food tray berteknologi tinggi, yang mampu mengeringkan wadah makanan dalam waktu tiga menit pada suhu 120 derajat Celsius.

Peralatan ini diharapkan dapat menekan risiko kontaminasi bakteri dan menjaga higienitas makanan.

Lebih lanjut, Dadan menjelaskan bahwa BGN kini menerapkan pendekatan “zero defect” dalam pelaksanaan program MBG—terinspirasi dari sistem pengendalian kesehatan selama pandemi Covid-19.

Konsep ini diwujudkan dengan rapid test untuk bahan baku, bukan untuk manusia. Setiap bahan makanan yang masuk ke dapur SPPG akan diuji terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada kontaminasi atau kandungan berbahaya.

“Kami ingin setiap porsi makanan yang diterima anak-anak sekolah benar-benar aman dan bergizi. Jepang saja, yang sudah 100 tahun menjalankan program gizi, masih mencatat 90 persen gangguan pencernaan akibat kualitas bahan baku,” jelas Dadan.

Perpres MBG

Dalam Perpres baru tersebut, juga diatur sanksi bagi SPPG yang melanggar standar operasional prosedur (SOP).

Sanksinya tidak hanya administratif, tetapi bisa berujung pada penghentian operasional bagi unit yang terbukti melanggar.

BGN sejauh ini telah menutup sementara 106 SPPG yang diduga menyebabkan kasus keracunan makanan, dan baru 12 di antaranya yang diizinkan kembali beroperasi setelah memenuhi evaluasi dan pembinaan teknis.

Untuk meningkatkan transparansi, BGN bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam menyediakan data kasus keracunan MBG secara real-time, serupa dengan sistem pelaporan kasus Covid-19 dulu.

“Setiap pagi Kemenkes mengirimkan data terbaru kepada kami. Situsnya sudah mulai aktif menyiarkan data kesehatan terkait pelaksanaan MBG,” ungkap Dadan, tanpa menyebutkan nama situs secara rinci.

Sebelumnya, dalam Sidang Kabinet Paripurna, Senin sore (20/10), Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh untuk menekan angka keracunan makanan dalam program MBG.

Ia meminta BGN menggunakan alat terbaik dan prosedur ketat guna menjamin keamanan konsumsi penerima manfaat.

Sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025, program MBG telah menjangkau 36,7 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Meski demikian, Prabowo mengakui masih ada kekurangan kecil dalam pelaksanaannya.

“Kalau dihitung, angka yang sakit itu hanya sekitar 0,0007 persen, berarti 99,99 persen berhasil. Dalam program sebesar ini, zero error itu hampir mustahil,” kata Presiden.

Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki tata kelola MBG agar semakin aman, higienis, dan merata di seluruh pelosok negeri.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS