PARBOABOA, Medan - Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker), menuai protes keras dari buruh di Sumatra Utara (Sumut).
Hal ini disampaikan Ketua Exco Partai Buruh Sumut, Willy Agus Utomo kepada Jurnalis Parboaboa, Rabu (4/1/2023). Ia mengatakan menolak peraturan tersebut karena terdapat sejumlah pasal yang merugikan dan masih mengebiri hak-hak buruh.
“Langkah-langkah ke depan akan diambil secara hukum, dan menggelar aksi-aksi di daerah dan mogok kerja nasional kaum buruh dalam waktu dekat ini," ujarnya.
Willy menyampaikan, ada sejumlah pasal yang ditolak buruh antara lain pasal tentang upah minimum dan outsourcing. Di dalam Perppu, upah minimum kabupaten/kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh gubernur.
"Selain itu, Perppu juga menyebutkan variabel kenaikan upah minimum terdiri dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu," ungkapnya.
Menurutnya, kata indeks tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan sehingga buruh mengusulkan kata tersebut dihapus.
Sedangkan untuk outsourcing atau alih daya masih diperbolehkan dalam Perppu atau secara prinsip sama dengan UU Cipta Kerja. Dalam Perppu disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.
"Akan diatur dalam perturan pemerintah, mana yang boleh mana yang tidak. Makin tidak jelas, karena semakin menegaskan semua pekerjaan bisa di-outsourcing,” tambahnya.
Willy juga menolak ketentuan soal pesangon, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pemutusan hubungan kerja (PHK), serta tenaga kerja asing di Perppu yang tidak mengalami perubahan dari UU Cipta Kerja.
"Intinya sebenarnya kita setuju ada Perppu, tapi Perppu yang mengembalikan semua hak normatif buruh sesuai UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003 sebelum ada UU Cipta Kerja yang mengebiri hak kaum buruh," tandasnya.