DPR Bahas 17+8 Tuntutan Rakyat Usai Gelombang Demonstrasi Akhir Agustus

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat beraudensi bersama perwakilan organisasi kepemudaan dan mahasiswa yang menyerahkan sejumlah tuntutan aksi demonstrasi (Foto: IG/@sufmi_dasco)

PARBABOA, Jakarta - Gelombang demonstrasi yang berlangsung pada 25–31 Agustus 2025 melahirkan daftar “17+8 Tuntutan Rakyat” yang ditujukan kepada pemerintah, DPR, TNI, Polri, hingga partai politik. 

Tuntutan ini dirumuskan dari berbagai kanal aspirasi publik, mulai dari dorongan 211 organisasi masyarakat sipil, pernyataan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ikatan Mahasiswa Magister Kenotariatan UI, hingga Center for Environmental Law & Climate Justice Universitas Indonesia.

Sejumlah influencer seperti Andovi Da Lopez, Jerome Polin, hingga Salsa Erwin turut menggaungkan tuntutan ini melalui media sosial, sehingga membuatnya semakin viral dan mendapat perhatian luas.

Menanggapi perkembangan tersebut, pimpinan DPR mengumumkan akan menggelar rapat bersama pimpinan fraksi untuk membahas dan menyatukan sikap terkait 17+8 tuntutan rakyat. 

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, usai menerima audiensi sejumlah mahasiswa dan organisasi kepemudaan menyampaikan bahwa rapat tersebut juga menjadi ajang evaluasi terhadap kerja DPR. 

“Kami akan melakukan evaluasi menyeluruh, baik terkait tunjangan maupun keterbukaan kegiatan DPR. Hal itu termasuk dalam poin-poin yang tertuang dalam 17+8 tuntutan rakyat,” ujarnya di kompleks parlemen, Rabu (3/9/2025).

Dasco juga menepis anggapan bahwa DPR baru kali ini membuka ruang aspirasi publik. Menurutnya, aspirasi masyarakat kerap diterima melalui alat kelengkapan dewan. 

"Rencana bertemu langsung dengan massa aksi sempat ada, namun batal karena situasi di lapangan dinilai tidak lagi kondusif akibat adanya provokasi pihak luar," tambahnya.

Isi Tuntutan 17+8

Terdapat 17 tuntutan utama dengan tenggat hingga 5 September 2025. Beberapa poin di antaranya:

  1. Penarikan TNI dari pengamanan sipil dan penghentian kriminalisasi demonstran.
  2. Pembentukan tim investigasi independen untuk mengusut kematian Affan Kurniawan, Umar Amarudin, dan korban lain dalam aksi 28–30 Agustus.
  3. Pembekuan kenaikan gaji, tunjangan, serta fasilitas baru bagi anggota DPR.
  4. Transparansi anggaran DPR.
  5. Penindakan terhadap anggota DPR yang bermasalah melalui Mahkamah Kehormatan Dewan.
  6. Pemberian sanksi tegas kepada kader partai yang bertindak tidak etis dan memicu kemarahan publik.
  7. Komitmen partai politik untuk berpihak kepada rakyat di tengah krisis.
  8. Pelibatan kader partai dalam ruang dialog bersama mahasiswa dan masyarakat sipil.
  9. Pembebasan seluruh demonstran yang ditahan.
  10. Penghentian tindakan represif aparat dan penerapan SOP pengendalian massa.
  11. Penangkapan serta proses hukum terbuka bagi aparat yang melakukan pelanggaran HAM.
  12. Penegasan agar TNI kembali ke barak, 
  13. TNI tidak boleh mengambil alih fungsi Polri 
  14. TNI tidak boleh masuk ke ruang sipil selama krisis demokrasi.
  15. Jaminan upah layak untuk pekerja.
  16. Langkah darurat untuk mencegah PHK massal, termasuk perlindungan buruh kontrak.
  17. Dialog terbuka dengan serikat buruh terkait upah minimum dan praktik outsourcing.

Selain itu, terdapat delapan tuntutan jangka panjang yang harus direalisasikan paling lambat 31 Agustus 2026, yaitu:

  1. Reformasi besar-besaran DPR, termasuk audit dan peningkatan syarat anggota legislatif.
  2. Reformasi partai politik dengan kewajiban transparansi laporan keuangan.
  3. Penyusunan rencana reformasi perpajakan yang adil.
  4. Pengesahan dan penerapan UU Perampasan Aset koruptor.
  5. Reformasi kepolisian agar lebih profesional dan humanis.
  6. Penegasan kembalinya TNI ke barak tanpa pengecualian.
  7. Penguatan Komnas HAM serta lembaga pengawas independen.
  8. Evaluasi kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan, termasuk program strategis nasional, UU Cipta Kerja, hingga tata kelola Danantara.

Respons Pemerintah dan DPR

Sejumlah poin tuntutan sudah mulai ditindaklanjuti. Presiden Prabowo mengumumkan DPR sepakat mencabut fasilitas jumbo untuk anggota legislatif serta memberlakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri. 

Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa DPR berkomitmen lebih terbuka terhadap kritik publik serta siap melakukan evaluasi diri.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPR Saan Mustopa mengaku siap berkoordinasi dengan Polri terkait pembebasan demonstran. 

Menurutnya, diperlukan pemilahan antara mereka yang benar-benar berunjuk rasa dengan pihak yang dianggap sebagai perusuh.

Terkait penindakan aparat yang melakukan kekerasan, Kapolri Listyo Sigit Prabowo memastikan langkah kepolisian akan tetap berada dalam koridor hukum dan SOP. 

Bahkan, Polri sudah menjatuhkan pemberhentian tidak hormat kepada Komandan Batalyon Brimob, Kompol Cosmas Kaju Gae, yang terlibat dalam peristiwa tewasnya seorang pengemudi ojek online.

Di sektor ketenagakerjaan, Prabowo juga berencana membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional (DKBN) yang akan bertugas mencegah PHK massal sekaligus mengawal kebijakan upah buruh.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS