Dedi Mulyadi Danai Produksi Awal BBM Ramah Lingkungan Bobibos

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat ditemui usai menghadiri West Java Investment Summit di Hotel Pullman Bandung, Jumat (14/11/2025). (Foto: Dok. Kompas)

PARBOABOA, Jakarta – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan komitmennya mengawal pengembangan bahan bakar ramah lingkungan Bobibos hingga tahap produksi.

Setelah uji coba di Subang dinilai berhasil, Dedi memastikan kerja sama resmi dengan pengembang disahkan melalui penandatanganan MoU yang ia biayai secara pribadi.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan akan menindaklanjuti pengembangan bahan bakar ramah lingkungan Bobibos melalui kerja sama resmi dengan pihak penemu.

Langkah ini diambil setelah rangkaian uji coba lapangan dilakukan di persawahan Lembur Pakuan, Kabupaten Subang, menggunakan mesin traktor.

Menurut Dedi, inovasi energi terbarukan itu tidak boleh berhenti pada tahap eksperimental.

Ia menilai gagasan tersebut harus segera masuk proses produksi serta mendapatkan perlindungan hak kekayaan intelektual sebagai bentuk penghargaan terhadap kreativitas generasi muda.

“Besok akan ada penandatanganan MOU dengan pihak yang menemukan ide dan gagasan itu. Jadi langsung ditindaklanjuti. Ini hak intelektual yang harus dijaga, anak muda harus dihargai,” ujarnya usai menghadiri West Java Investment Summit di Hotel Pullman Bandung, Jumat (14/11/2025) lalu.

Setelah MoU diteken, Dedi menargetkan Bobibos mulai diproduksi dalam skala kecil. Ia menilai bahan bakar berbahan dasar jerami ini tak hanya mengurangi limbah pascapanen, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat desa.

“Dua minggu lagi panen. Kalau sudah panen, jerami tidak usah dibuang. Kita langsung kerja sama dan dibuat jadi bahan bakar,” ujarnya.

Dedi menegaskan seluruh proses awal ini tidak menggunakan anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Ia memilih mendanainya dari dana pribadi atau melalui skema pinjaman, agar tidak membebani APBD.

“Ini bukan oleh Pemprov Jabar. Ini pribadi. Saya tidak mau memakai uang negara,” tegasnya.

Bobibos Butuh Pasokan Jerami

Founder Bobibos, M. Ikhlas Thamrin, menjelaskan kebutuhan produksi di Lembur Pakuan mencapai sekitar 2.000 hektare lahan sawah yang dipanen bergilir.

Dengan pembagian per 500 hektare tiap bulan, potensi produksi mencapai 1,5 juta liter per bulan, atau sekitar 50 ribu liter per hari.

Mendengar penjelasan itu, Dedi menegaskan kesiapannya menyediakan pasokan jerami dan memastikan produksi Bobibos memiliki bentuk nyata yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Yang penting ada wujud yang bisa dilihat. Kita bukan cari viralnya, tapi produksinya dan manfaatnya,” katanya.

Mengenal Bobibos

Terobosan energi terbarukan Bobibos diperkenalkan di Kabupaten Bogor setelah proses riset lebih dari sepuluh tahun.

Produk ini adalah Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos (Bobibos), yang diklaim memiliki angka oktan mendekati RON 98.

Bobibos hadir dalam dua varian—bensin dan solar nabati—berangkat dari keinginan Ikhlas Thamrin mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi impor.

“Setelah lebih dari sepuluh tahun riset mandiri, kami berhasil menghadirkan bahan bakar yang murah, aman, dan beremisi rendah,” ujarnya pada peluncuran di Bumi Sultan Jonggol, Bogor, Selasa (11/11/2025).

Keunikan Bobibos terletak pada bahan bakunya: jerami. Limbah pertanian yang biasanya dibakar ini diolah menjadi energi bernilai tinggi. Selain ramah lingkungan, penggunaan jerami membuat harga akhir produk tetap terjangkau.

“Kami ingin masyarakat bisa menikmati BBM bersih dengan biaya terjangkau,” kata Ikhlas.

Bobibos disebut telah melewati uji laboratorium dan memperoleh angka oktan setara RON 98. Produk ini juga sudah melalui sertifikasi lembaga di bawah Kementerian ESDM.

Anggota DPR RI Mulyadi menyebut Bobibos sebagai langkah konkret menuju kedaulatan energi nasional.

Namun, sejumlah pakar energi menilai masih diperlukan penjelasan lebih rinci mengenai komposisi dan transparansi hasil uji laboratorium.

Sementara, respons industri energi cukup positif. Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyebut Bobibos memiliki potensi besar untuk dikembangkan melalui kolaborasi, bukan kompetisi.

Ikhlas mengakui hambatan terbesar saat ini adalah regulasi. Tanpa kepastian hukum, produksi massal belum bisa dilakukan meski teknologi dan proses produksi sudah siap.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS