Dilema Masa Depan Kementerian BUMN: Dibubarkan atau Dilebur ke Danantara?

Kementerian BUMN berada dalam persimpangan antara harus bergabung dengan Danantara atau dibubarkan (Foto: dok. UMSU).

PARBOABOA, Jakarta - Wacana peleburan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) kembali mencuat. 

Pemerintah disebut tengah mengkaji kemungkinan penggabungan tersebut, seiring dengan arah kebijakan baru pengelolaan perusahaan pelat merah yang lebih menekankan pendekatan korporasi dibanding birokrasi.

Sejak awal, Kementerian BUMN sebenarnya tidak dirancang untuk berdiri lama. Mendiang Tanri Abeng, Menteri BUMN pertama yang menjabat sejak 1998, menyusun cetak biru agar kementerian ini hanya berlangsung sepuluh tahun. 

Menurut rencananya, pada 2010 kementerian tersebut seharusnya sudah digantikan oleh sebuah badan khusus, dan lima tahun kemudian dialihkan sepenuhnya menjadi holding company yang bebas dari intervensi politik.

Dalam wawancara dengan detik.com pada 2014 lalu, Tanri menjelaskan bahwa maksud dari kementerian dengan embel-embel “Pendayagunaan” adalah agar BUMN mampu dimaksimalkan kinerjanya untuk membayar utang negara sekaligus berkontribusi pada pembangunan. 

Ia juga menekankan bahwa kementerian seharusnya tidak lebih dari sebuah badan pengelola yang efektif.

Kini, meski rencana itu baru terealisasi 15 tahun lebih lambat, arah kebijakan Presiden Prabowo yang membentuk BPI Danantara dianggap sejalan dengan blueprint yang pernah dirancang Tanri Abeng.

Perdebatan Soal Relevansi

Herry Gunawan, pengamat BUMN dari NEXT Indonesia Center dalam keterangan pada Senin (22/9/2025), menilai keberadaan Kementerian BUMN sudah kehilangan relevansinya. 

Ia berpendapat, fungsi utama kementerian dalam mengelola dan membina perusahaan pelat merah telah berpindah ke Danantara. Dengan demikian, "yang lebih tepat dilakukan bukan sekadar penggabungan, tetapi pembubaran kementerian."

Herry menambahkan, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, status perusahaan pelat merah saat ini bukan lagi sebagai kekayaan negara yang dipisahkan, melainkan badan privat. 

Konsekuensinya, "regulasi yang berlaku seharusnya sama dengan korporasi swasta lain, berada dalam pengawasan lembaga seperti OJK atau BI." 

Ia mencontohkan praktik terbaik di Singapura dan Malaysia, yang sukses mengelola kekayaan negara melalui lembaga setipe sovereign wealth fund (SWF) seperti Temasek dan Khazanah tanpa memerlukan kementerian khusus.

Meski demikian, Herry mengingatkan bahwa penggabungan dua lembaga tidaklah ideal. Kementerian BUMN adalah birokrasi, sementara Danantara berbentuk korporasi. 

Jika keduanya dipaksa disatukan, dikhawatirkan akan membawa kultur birokratis yang menghambat kelincahan BUMN dalam mengambil keputusan bisnis. 

Perbedaan sumber daya manusia juga signifikan, sebab pegawai Danantara berasal dari kalangan profesional, sedangkan di kementerian mayoritas Aparatur Sipil Negara (ASN).

Regulasi dan Fungsi yang Berbeda

Di sisi lain, akademisi Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mengingatkan bahwa penggabungan tidak sesederhana yang dibayangkan. 

Ia menilai, sesuai dengan UU BUMN terbaru, terdapat pembedaan fungsi yang jelas antara kementerian dan Danantara. 

Kementerian memiliki peran sebagai regulator dan pengawas, sementara Danantara berfungsi sebagai eksekutor dalam pengelolaan dan pembinaan.

Bagi Toto, masalah yang sebenarnya bukan tumpang tindih fungsi, melainkan tata kelola BUMN yang belum optimal. Kerugian, praktik korupsi, dan manajemen yang lemah menjadi tantangan utama. 

Ia berpendapat, daripada melebur dua lembaga dengan karakter berbeda, lebih baik memperkuat fungsi masing-masing.

Namun, Toto juga mengakui kelebihan Danantara yang lebih lincah dalam pengelolaan karena bebas dari birokrasi. Namun, ia menekankan perlunya kepastian mengenai BUMN yang memiliki tugas pelayanan publik. 

Menurutnya, jangan sampai orientasi profit semata mengorbankan fungsi sosial perusahaan negara. Pada titik itulah, posisi BUMN perlu dilakukan pembenahan agar berjalan sesuai fungsi yang sesungguhnya.

Dengan semakin menguatnya peran Danantara, posisi Kementerian BUMN berada di persimpangan. Ada yang menilai sudah saatnya kementerian dibubarkan agar perusahaan pelat merah dikelola sepenuhnya secara profesional.

Sementara di pihak lain, ada yang menekankan pentingnya keberadaan regulator untuk memastikan akuntabilitas dan fungsi pelayanan publik tetap berjalan.

Kini, publik menunggu langkah pemerintah dalam menentukan nasib kementerian ini: apakah akan benar-benar dilebur ke Danantara sesuai dengan blueprint lama, atau tetap dipertahankan dengan fungsi yang diperkuat.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS