Hamas Membantah Isu Demiliterisasi: Palestina Harus Merdeka, Yerusalem Tetap Ibu Kota

Ilustrasi pasukan Hamas. (Foto: Dok. Shutterstock)

PARBOABOA, Jakarta – Hamas menepis klaim yang disampaikan oleh Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, yang baru-baru ini menyebut bahwa Hamas bersedia melepas kekuatan bersenjatanya.

Pernyataan kontroversial itu diungkapkan Witkoff saat dirinya bertatap muka dengan keluarga para tawanan Hamas di Israel, sebuah pertemuan yang justru memicu polemik baru di tengah ketegangan konflik berkepanjangan.

Dalam laporan yang dikutip dari Al Jazeera, Minggu (3/82025), Hamas menegaskan kembali posisinya bahwa perjuangan bersenjata tetap menjadi hak nasional dan sah di mata hukum selama pendudukan Israel atas tanah Palestina masih berlangsung.

Bagi Hamas, opsi demiliterisasi sama sekali tidak pernah ada di atas meja negosiasi, sebab hak mempertahankan diri dianggap sebagai fondasi untuk menuntut keadilan dan kemerdekaan penuh.

“Perlawanan dan persenjataan adalah hak nasional dan hukum kami selama pendudukan [Israel] berlanjut,” tegas pernyataan resmi Hamas, menanggapi ucapan Witkoff.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa setiap upaya melemahkan kekuatan pertahanan rakyat Palestina sama saja dengan mengabaikan hak-hak dasar mereka sebagai bangsa yang terjajah.

Lebih jauh lagi, Hamas menekankan bahwa perjuangan ini tidak semata soal senjata, tetapi juga berkaitan dengan tujuan akhir yang tak dapat ditawar: pembentukan negara Palestina yang merdeka, berdaulat sepenuhnya, dan diakui secara internasional dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.

Hal inilah yang terus menjadi titik temu berbagai faksi perlawanan di Palestina, meskipun tekanan militer dan diplomasi global silih berganti mencoba memecah belah persatuan mereka.

Sementara itu, Steve Witkoff diketahui melakukan kunjungan ke Tel Aviv pada Sabtu (2/8) waktu setempat.

Dalam kesempatan tersebut, ia menemui keluarga warga Israel yang saat ini ditawan Hamas. Kunjungan Witkoff berlanjut ke Jalur Gaza, di mana ia meninjau pusat distribusi bantuan yang dioperasikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF).

Namun, kehadiran Witkoff di wilayah konflik itu justru memantik kemarahan Hamas yang menilai langkahnya hanyalah sandiwara politik.

Bagi Hamas, kunjungan tersebut tidak lebih dari sebuah upaya menyesatkan opini publik global terkait situasi kemanusiaan di Jalur Gaza. Mereka menuding pemerintah Israel telah dengan sengaja memperburuk kondisi kemanusiaan melalui blokade panjang yang berdampak langsung pada kelaparan massal. Tuduhan ini bukan tanpa dasar.

Data terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa sejak GHF mulai beroperasi di wilayah yang terus dibombardir sejak Mei lalu, lebih dari 1.300 warga Palestina dilaporkan tewas ketika berusaha mendapatkan bantuan pangan di lokasi-lokasi distribusi.

Angka tragis ini kembali memantik sorotan internasional terhadap blokade Israel yang dianggap sebagai penyebab krisis kemanusiaan berkepanjangan di Gaza.

Di tengah kondisi yang semakin memburuk ini, Hamas menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa rakyat Palestina tidak akan pernah berhenti memperjuangkan hak mereka sampai cita-cita kemerdekaan tercapai, dengan Yerusalem tetap menjadi jantung dan ibu kota negara Palestina merdeka yang mereka dambakan.

 

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS