PARBOABOA, Jakarta - Kasus pembubaran doa rosario sekelompok mahasiswa katolik di Tangerang Selatan, Banten belum lama ini memantik kemarahan publik.
Tak peduli latar belakang agama, suku maupun ras, semua bersatu mengutuk insiden tersebut sebagai aksi tak beradab. Kemarahan ini disusul dengan seruan agar pelaku dihukum berat.
Alhasil, kepolisian telah mengamankan 4 orang terduga pelaku. Keempat oknum ini adalah seorang Ketua RT, D (53) dan tiga orang warganya, I (30), S (36) dan A (26).
Kerja cepat aparat ini diapresiasi banyak pihak, salah satunya datang dari Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA).
Ketua Presidium Pengurus Pusat (PP) ISKA, Luky A. Yusgiantoro menyatakan, peristiwa ini harus menjadi peringatan penting agar semua orang, siapapun dia, harus saling menghormati.
"Kami mengapresiasi pihak kepolisian yang telah menangkap para pelaku pengeroyokan tersebut," kata Luky dalam rilis yang diterima Parboaboa, Jumat (10/5/2024).
Hal ini, tegasnya, harus menjadi catatan kritis bagi seluruh elemen bangsa untuk tidak berlaku semena-mena terhadap umat beragama lain yang sedang menjalankan ibadah.
Luky menyampaikan, kegiatan beribadah adalah Hak Asasi Manusia (HAM) yang paling hakiki serta dilindungi oleh UU dan konstitusi NKRI.
Karena itu, tidak seorangpun termasuk aparat pemerintah dapat bertindak di luar koridor hukum tersebut. Apalagi dengan memprovokasi serta menghalangi hak asasi.
Meski semua orang mempunyai hak katanya, tapi wajib juga memperjuangkan kebebasan beribadah tanpa kekerasan.
Luky mengingatkan, setiap kekerasan dan perkelahian fisik tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan secara tuntas, dan lebih sering menyisakan kebencian dan permusuhan yg berkepanjangan di kemudian hari.
"Apalagi kalau sampai timbul korban jiwa," ujarnya.
Luky sangat berharap, bila ada kasus pelarangan warga setempat kembali terjadi, tokoh masyarakat harus bisa menjadi penengah yang adil.
Kata dia, hal ini biasanya dimotori oleh tokoh lokal atau RT/RW dan pamong praja setempat. Bisa dengan mengajak bicara dan berdialog berlandaskan kesetaraan dan keadilan.
"Jelaskan bahwa ibadah adalah hak setiap warga bangsa yang tidak boleh dihentikan oleh siapapun, bahkan oleh Pemerintah," himbaunya.
Ia bahkan mengajak untuk mendokumentasikan saat-saat dialog berlangsung untuk mengetahui siapa yang ngotot membela hak asasi beribadah siapa yang tidak. Hal-hal semacam ini harus dipublikasi sebagai bahan bukti.
Sebab kondisi hari-hari ini, paparnya "no viral no justice."
Tak hanya itu, Luky juga berharap agar kedepan, peran tokoh masyarakat dan tokoh agama diperkuat, terutama dalam menyampaikan pesan-pesan persatuan dan merawat nilai kebangsaan di tengah perbedaan.
Konsisten mempertegas nilai-nilai pancasila
Sementara itu, Presidium Dialog Hubungan Antar Agama, PP ISKA, Restu Hapsari mendesak pemerintah agar secara konsisten mempertegas nilai-nilai Pancasila.
Pemerintah tegas dia, harus sejak dini antisipatif dengan melibatkan para tokoh masyarakat dan agama serta ormas-ormas untuk terus memberikan edukasi terkait toleransi antar umat beragama.
Sehingga, jika ada pelaku intoleran, "harus diberikan sanksi yang berat," tegasnya.
PP ISKA sendiri tambah dia, juga akan selalu memonitor dan melakukan kerja-kerja edukasi dan kajian, serta pendampingan dalam upaya mencegah sikap anti intoleransi di masyarakat.
Insiden pembubaran prosesi doa rosario mahasiswa ini terjadi pada Ahad malam 5 Mei 2024.
Disebutkan bahwa warga sekitar keberatan dan merasa terganggu dengan kegiatan berdoa rosario yang dilakukan di kosan seorang mahasiswa.
Warga yang resah kemudian berusaha untuk menegur mereka. Warga mengklaim teguran yang disampaikan langsung oleh seorang RT tak digubris sehingga menyebabkan saling bentrok.
Berdasarkan kesaksian ketua Rukun Warga (RW) setempat, Marat kegiatan kumpul-kumpul mahasiswa tersebut rentan dikeluhkan warga.
Kata dia, warga sebenarnya tidak mempersoalkan, hanya saja jumlah mahasiswa yang berkumpul membuat resah karena terlalu banyak.
Kondisi inilah menurut dia yang membuat RT bertindak. Sementara itu, Marat tidak menampik soal penggunaan senjata tajam oleh warganya.
Ia mengatakan, kondisi itu berada di luar kendali, mengingat warga emosi karena dipukul lebih dulu oleh mahasiswa.
Dalam kasus ini seorang mahasiswa yang diketahui Bernama Farhan Rizky Rhomadon menjadi korban. Ia diserang dengan senjata tajam saat ingin meleraikan keributan antara dua kelompok tersebut.
Akibatnya ia terluka dan harus mendapat tiga jahitan di bagian kepala. Satu orang lagi korban lagi diduga penghuni rumah kontrakan di lokasi kejadian yang berinisial ACCR.
Editor: Gregorius Agung