Jejak Damai Paus Fransiskus: Warisan Cinta untuk Islam dan Kemanusiaan

Moment Menteri Agama Nasaruddin Umar Saat Mencium Kening Paus Fransiskus Ketika Kunjungan Apostolik di Indonesia. (Dok. Kemenag)

PARBOABOA, Jakarta-Wafatnya Paus Fransiskus pada Senin, 21 April 2025 menjadi momen duka dunia.

Tapi lebih dari itu, kepergiannya juga mengingatkan kembali pada warisan besarnya: upaya tiada henti dalam menjalin hubungan hangat dengan umat Islam dan menyuarakan kemanusiaan di tengah konflik dunia.

Sejak lama, Paus Fransiskus sudah menunjukkan kedekatannya dengan umat Islam. Di kampung halamannya di Buenos Aires, ia bersahabat akrab dengan Omar Abboud, tokoh Muslim Argentina yang juga aktif dalam dialog antaragama.

Persahabatan ini menjadi fondasi kuat dalam misinya membangun jembatan antariman saat menjadi pemimpin Gereja Katolik.

Tak lama setelah diangkat sebagai Paus pada 2013, Fransiskus langsung menunjukkan komitmennya terhadap persaudaraan lintas agama.

Dalam Misa Kamis Putih, ia mencuci kaki dua remaja Muslim—tindakan simbolik yang ia ulangi pada 2016 dengan membasuh kaki para imigran Muslim.

Bagi Paus, tindakan sederhana itu punya makna besar: kerendahan hati dan pelayanan tak mengenal sekat agama.

Persahabatan yang telah lama terjalin di Argentina terus dibawa Paus ke tingkat global. Pada 2014, ia mengunjungi Tanah Suci bersama Rabbi Abraham Skorka dan Sheikh Omar Abboud—tiga pemimpin agama yang berjalan berdampingan.

Perjalanan ini menjadi simbol nyata upaya membangun dunia yang rukun dalam keberagaman.

Puncaknya terjadi pada 2019, ketika Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmad el-Tayeb, menandatangani Dokumen Persaudaraan Manusia di Abu Dhabi.

Dokumen ini menyerukan kerja sama seluruh umat manusia, baik beriman maupun tidak, demi menciptakan kehidupan yang damai dan bermartabat.

Paus Fransiskus juga konsisten mengunjungi negara-negara Afrika seperti Kongo dan Sudan Selatan.

Lima kali kunjungannya ke benua ini menjadi bentuk nyata dukungannya terhadap dialog antara umat Islam dan Katolik, sebagaimana dilaporkan oleh ucanews.com.

Suara untuk Muslim

Upaya membangun hubungan baik dengan Islam bukan hal baru bagi Vatikan. Sejak Konsili Vatikan II pada 1964, gereja telah menempatkan Islam sebagai bagian dari rencana penyelamatan Tuhan, meski berbeda keyakinan.

Paus Fransiskus meneruskan semangat ini dengan pembelaannya terhadap simbol-simbol Islam.

Setelah insiden pembakaran Alquran di Swedia pada Juli 2023, Paus Fransiskus secara tegas menyatakan kemarahannya. Ia menolak tindakan tersebut dibenarkan atas nama kebebasan berpendapat.

“Kitab apa pun yang dianggap suci harus dihormati untuk menghormati mereka yang mempercayainya,” ujarnya kepada surat kabar Al Ittihad.

Paus juga angkat suara soal pelecehan terhadap Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo pada 2015. Menurutnya, kebebasan berekspresi memiliki batas.

Dalam wawancara di pesawat, ia menegaskan bahwa tidak seorang pun boleh menghina keyakinan orang lain.

Komentarnya sempat mengundang reaksi di Eropa, namun ia tetap pada pendiriannya.

Sementara di masa konflik Gaza, Paus Fransiskus menjadi salah satu suara paling keras yang menentang kekerasan terhadap warga sipil, khususnya anak-anak Palestina.

“Anak-anak yang ditembak, sekolah yang dibom—sungguh kejam,” ujarnya menjelang Natal 2024.

Ia bahkan merestui karya seni bayi Yesus yang dibalut keffiyeh, lambang solidaritas terhadap Palestina.

Bahkan, saat sedang dirawat karena infeksi paru pada awal 2025, Paus Fransiskus tetap menghubungi paroki Katolik di Gaza tiap malam.

Kadang melalui pesan teks, kadang lewat video call. Ia ingin memastikan umatnya di Gaza tak merasa sendiri di tengah penderitaan.

Kenangan dari Indonesia

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024 penuh kesan. Disambut hangat oleh masyarakat dan pemimpin negeri, ia memilih kendaraan sederhana seperti Toyota Kijang Innova dan Maung Pindad, menunjukkan kerendahan hati dan keterbukaannya pada budaya lokal.

Lawatan ini memperkuat nilai kemanusiaan, toleransi, dan spiritualitas lintas agama.

Selama berada di Indonesia, Paus Fransiskus menyampaikan tiga pesan penting: pelihara keberagaman, kedepankan dialog untuk menyelesaikan perbedaan, dan jaga lingkungan demi masa depan.

Ia juga mengajak umat untuk tak lelah menabur kasih dan mimpi akan dunia damai.

Di Masjid Istiqlal, Paus menekankan bahwa yang menyatukan umat manusia bukanlah kesamaan dogma, tetapi jalinan persahabatan dan saling peduli.

Ini, menurutnya, adalah kunci menjaga keharmonisan di tengah perbedaan.

Paus Fransiskus telah wafat, tapi suaranya untuk cinta, dialog, dan perdamaian akan terus bergema.

Dunia kehilangan seorang pemimpin rohani, tapi warisannya hidup dalam hati mereka yang percaya pada kekuatan kasih dan persaudaraan.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS